Sejarah Kalimantan menggambarkan perjalanan sejarah Pulau Kalimantan dimulai sejak zaman prasejarah ketika manusia ras Australoid memasuki daratan Kalimantan pada tahun 8000 SM hingga sekarang. Sisa-sisa tengkoraknya ditemukan di Gua Babi di lereng Gunung Batu Buli, kampung Randu, Desa Lumbang, Kabupaten Tabalong dan Gua Niah di Sarawak.[1]
Etimologi
Pertama sekali, Pulau Kalimantan memperolehi namanya daripada kata Sanskrit Kalamanthana, yang bererti "pulau bercuaca terbakar" yakni pulau yang panas suhunya untuk menerangkan iklim tropikalnya yang panas dan basahnya. Iyanya mengandungi dua patah kata: kal[a] ("masa, musim, waktu") dan manthan[a] ("mendidih, memusing, membakar").[2] Sehinggakan, nama eksonim suku Dayak Bidayuh dahulunya dikenali sebagai Klemantan.[3] Keduanya, Pulau Kalimantan ini juga dikenal di seluruh dunia dengan nama Borneo yaitu sejak abad ke-15 M. Nama Borneo itu berasal dari nama pohon Borneol (bahasa Latin: Dryobalanops camphora)yang mengandung (C10H17.OH) terpetin, bahan untuk antiseptik atau dipergunakan untuk minyak wangi dan kamper, kayu kamper yang banyak tumbuh di Kalimantan,[4][5] jadinya kemudian disebut oleh para pedagang dari Eropa sebagai pulau Borneo atau pulau penghasil borneol.[6] Kerajaan Brunei yang ketika datangnya bangsa Eropa ke wilayah Nusantara ini dikenali namanya sebagai Barunah mengdagangkan banyak kampur di pelabuhannya di Muara lalu jadinya nama Pulau ini pun diidentikkan dengan nama Kerajaan Brunei[7] saat itu (Yaitu oleh para pedagang Arab, Eropa serta China) karena Kerajaan Brunei pada masa itu (selepas abad ke-14) merupakan antara kerajaan lewat yang terbesar di pulau ini. Nama Kalimantan dipakai di Kesultanan Banjar kemudian oleh pemerintah Republik Indonesia dipakai sebagai nama Provinsi Kalimantan.
Zaman prasejarah
Bangsa Austronesia memasuki pulau ini dari arah utara kemudian mendirikan permukiman komunal rumah panjang. Peperangan antar-klan menyebabkan permukiman yang selalu berpindah-pindah. Adat pengayauan yang dibawa dari Formosa (Taiwan) dan kepercayaan menghormati leluhur dengan tradisi kuburan tempayan merupakan ciri umum kebiasaan penduduknya. Perpindahan, penempatan dan kerajaan awal di Pulau Kalimantan adalah seperti berikut:
107,000 SM, 65,000 SM dan 40,000 SM : penempatan awak manusia kuno di Gua Niah[8][9][9]
30000 SM - Kebudayaan Lahad Datu muncul di Sabah.
10000 SM - Kebudayaan Sangkulirang muncul di Kalimantan Timur. Zaman Es (Kala Pleistosen) berakhir. Zaman Modern (Kala Holosen) pun dimulai. Benua Sunda lenyap akibat kenaikan permukaan laut, dan berubah menjadi sebagian dari kepulauan yang kini dikenal sebagai Nusantara.
8000 SM : Migrasi manusia pertama memasuki daratan Kalimantan, kelompok ini meneruskan migrasinya ke Papua.
5630 SM : Pemukiman kuno yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang pernah ditemukan oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan terletak di halaman Masjid Banua Halat berasal dari tahun 5630 SM.[10]
2500 SM : Migrasi penutur bahasa Austronesia (Formosa/Taiwan) ke Kalimantan membawa tradisi ngayau. Kebudayaan Nanga Balang muncul di Kapuas Hulu. Kebudayaan maju di Sarawak meluas hingga ke Sambas.[11]
242 SM - Peradaban Nan Sarunai muncul di Amuntai, didirikan oleh suku Dayak Maanyan.
Zaman Hindu-Buddha
Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah atau P'ulo Chung.[12] Para pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu yang telah mendapat pengaruh budaya India memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan untuk memenuhi permintaan pasar. Lokasi pertambangan emas berkembang menjadi permukiman sehingga diperlukan adanya suatu kepemimpinan. Pengaruh India ditandai munculnya kerajaan tahap awal dengan pemakaian gelarMaharaja bagi pemimpin suatu kekerabatan (bubuhan) dan sekelompok orang lainnya yang bergabung dalam kepemimpinannya dalam kesatuan wilayah wanua (distrik), yang saling berseberangan dengan wanua-wanua tetangganya yang dihuni keluarga lainnya dengan dikepalai tetuanya sendiri. Gelar India Selatan warman (yang melindungi) dilekatkan pada penguasa wanua tersebut, yang kemudian memaksa wanua-wanua tetangganya membayar upeti berupa emas dan hasil alam yang laku diekspor. Klan-klan (bubuhan) mulai disatukan oleh suatu kekuatan politik yang memusat menjadi sebuah mandala (kerajaan) yang sebenarnya bukan tradisi Austronesia. Kerajaan awal ini sudah merupakan campuran kelompok yang datang dari beberapa daerah, tetapi di pedalaman bangsa Austronesia masih hidup dalam komunitas rumah panjang yang mandiri dan terpisah serta saling berperang untuk berburu kepala.
001 SM : Migrasi orang Melayu dari Semenanjung Malaya ke Kalimantan Selatan kemudian berkawin mawin dengan suku Dayak Maanyan membentuk proto Suku Banjar.
242-226 SM : Candi Agung di kota Amuntai didirikan oleh leluhur suku Banjar, menjadi situs kerajaan pertama. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).
1293 : Berdirinya Kerajaan Majapahit dengan wilayah pengaruhnya lama-kelamaan mencakup seluruh Kalimantan.
1300 : Aji Batara Agung Dewa Sakti menjadi Raja Kutai Kartanegara I sampai tahun 1325. Ia mendirikan kerajaannya di Tepian Batu yang kini dinamakan Kutai Lama.
Zaman Awal Kedatangan Bangsa Eropa
1319 : Odorico da Pordenone seorang pastur Italia mengunjungi pulau Jawa dan Banjarmasin, kemudian periode 1324-1327 ia sudah berada di negeri Tiongkok yang diperintah dinasti Yuan.[16]
1360 : Aji Maharaja Sultan menjadi Raja Kutai Kartanegara III sampai tahun 1420. Walupun raja belum memeluk Islam, dari gelarnya menunjukkan sudah munculnya pengaruh Islam.
1387 : Kerajaan Negara Dipa didirikan oleh Ampu Jatmika yang berasal dari Keling yang terletak di India Selatan dan berjarak dua bulan perjalanan laut dari Negara Dipa, namun menurut Veerbek (1889:10) Keling merupakan provinsi Majapahit di barat daya Kediri.
1394 : Kerajaan Tidung berpusat di Pimping bagian barat dan Tanah Kuning sampai tahun 1557
1400 : Koloni Hindu memasuki Kalimantan Selatan.[18]
1405 : Raja kerajaan Puni (Awang Alak Betatar) dari barat Kalimantan tiba di Tiongkok dan memohon agar daerahnya mengirim upeti ke Tiongkok tidak lagi ke Jawa. Raja ini wafat di Tiongkok. Sampai tahun 1425 hubungan Puni dengan Tiongkok mulai jarang.[19]
1407 : Kaisar Yongle mengutus Cheng Ho untuk melakukan lawatan ke Kalimantan. Pada tahun 1407, permukiman Tionghoa Hui Muslim Hanafi pertama didirikan di Sambas.[20]
1425 : Syarif Ali, seorang menantu Sultan Brunei yang berasal dari Mekkah dinobatkan sebagai Sultan Brunei III sampai tahun 1432.
1429 : Bhre Tanjungpura dijabat oleh Manggalawardhani Dyah Suragharini [= Putri Junjung Buih?] puteri dari Bhre Tumapel II (= abangnya Suhita) berkuasa sampai tahun 1464.
1431 : Kota Sukadana menjadi pusat Kerajaan Tanjungpura sampai dengan tahun 1724 sejak pemerintahan Pangeran Karang Tunjung (1431-1450).
1441 : Seorang muslim wafat dengan batu nisan dari batu andesit yang ditemukan di Keramat Tujuh, Kabupaten Ketapang bertuliskan huruf Arab bertarikh tahun 1363 Saka atau 1441 M. Bentuk nisannya berasal dari abad terakhir Majapahit.
1472 : Raden Ismahayana bergelar Pangeran Dipati Karang Tanjung Tua menjadi Raja Landak sampai 1542.
1475 : Berdirinya Kesultanan Demak wilayah pengaruhnya mencapai Kalimantan seperti Tanjungpura, Lawai dan Banjarmasin. Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya dari Paser dinobatkan menjadi Raja Kutai Kartanegara V sampai tahun 1545.
1546 : Raja Demak III Sultan Trenggana (Tung Ka lo) menyerang kawasan timur pulau Jawa.[26] Pengaruh kekuasaannya sampai ke Kalimantan. Ia menerima upeti dari Sutan Banjarmasin.
1550 : Rahmatullah menjadi Sultan Banjar II sampai tahun 1570. Setelah runtuhnya Demak, Banjarmasin tidak lagi mengirim upeti kepada pemerintahan di Jawa.
1557 : Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet memerintah Kerajaan Tidung sampai tahun 1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.
1567 : Aji Mas Patih Indra menjadi penguasa Paser sampai tahun 1607.
1570 : Hidayatullah I menjadi Sultan Banjar III sampai tahun 1595. Dalam pemerintahannya, Mataram menyerang Banjarmasin dan menawan Putra Mahkota Ratu Bagus di Tuban.
1590 : Penguasa Kerajaan Tanjungpura Panembahan Giri Kusuma memeluk Islam dan mengubah nama kerajaan Hindu Tanjungpura menjadi Kerajaan Islam Sukadana-Matan.
1599 : Sultan Brunei mengadakan perhubungan dengan Spanyol di Manila.
1600 : Pangeran Anom Jaya Kesuma menjadi penguasa Landak.
1600 : Abang Pencin bergelar Pangeran Agung yang memerintah tahun 1600 – 1643 adalah penguasa Sintang yang pertama memeluk Islam. Pangeran ini mengirim utusan ke Banjarmasin melewati sungai Katingan untuk menyalin Kitab Suci Al-Qur'an.
1603 : Pada awal 1603, ada pabrik United East India Company di Banjer-massin (Bandjermassin), yang dipimpin oleh kepala pedagang François Wittert.[28]
1604 : Pada 13 Maret1604, Raja Sukadana Panembahan Giri Kusuma mengikat perjanjian dengan Belanda (VOC),[29] yang menimbulkan kemarahan Sultan Mataram.
1606 : Pada 14 Februari 1606, ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba pertama kali di Banjarmasin, karena perangainya yang buruk nakhoda ini terbunuh dalam suatu kericuhan.[30]
1607 : Aji Mas Anom Indra menjadi penguasa Paser sampai tahun 1644.
1618: Ekspedisi dagang kesultanan Makassar tiba di Kutai dan Berau sehingga keduanya menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Makassar dan melepaskan diri dari pengaruh Kesultanan Banjar.
1622 : Kesultanan Mataram mengirim Tumenggung Bahureksa, Bupati Kendal menyerang Sukadana yang berada di bawah kekuasaan Putri Bunku/Ratu Mas Jaintan (ibu Giri Mustika), serangan ini mengkhawatirkan Kesultanan Banjar akan serangan Mataram. Giri Mustaka (Raden Saradewa) menantu raja KotawaringinPangeran Dipati Anta-Kasuma.[33] Ia dinobatkan menjadi raja Sukadana-Matan bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1622-1659) yang merupakan raja pertama bergelar Sultan, sebelumnya raja Sukadana hanya bergelar Panembahan.
1626 : Produksi lada Banjar sangat meningkat, sehingga VOC berusaha untuk memperoleh monopoli lada, dan berusaha menghilangkan kejadian tahun 1612 yaitu penyerbuan Belanda terhadap kesultanan Banjar. Belanda juga meminta maaf atas perbuatannya merampok kapal kesultanan Banjar dalam pelayaran perdagangan ke Brunei 4 Juli1626. Perdagangan kesultanan Banjar masih diarahkan ke Cochin China (Vietnam) belum ke Batavia.
1629 : Raja Tengah bin Sultan Muhammad Hasan tiba di Kesultanan Sukadana. Raja Sukadana Giri Mustika/Mustafa (menantu Raja KotawaringinPangeran Dipati Anta-Kasuma) kemudian menikahkan Raja Tengah dengan adiknya yang bernama Putri Surya Kesuma.
1634: VOC mengirim 6 kapal dagang ke Banjarmasin dipimpin Gijsbert van Londensteijn, kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Barentsz.[34]
1635 : 17 Juni1635 Kapal Pearl Inggris tiba di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory.
1635 : 4 September1635Sultan Banjar diwakili oleh Syahbandar Ratna Diraja Goja Babouw mengadakan kontrak dagang pertama di Betawi dengan Kompeni Belanda yang wakili oleh : Hendrik Brouwer, Antonio van Diemen, Jan van der Burgh, Steven Barentszoon. VOC juga membantu Banjar untuk menaklukan kembali raja-raja Kalimantan Timur.[32]
1635 : Perjanjian yang ditanda tangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda saja. Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi di wilayah kesultanan Kutai.
1636 : Kesultanan Banjar mengklaim daerah sepanjang Sambas sampai Berau serta Karasikan sebagai wilayahnya karena saat itu Banjarmasin sudah memiliki kemampuan militer untuk menghadapi serangan dari Mataram.
1636: Pertama kali Belanda mulai berdiam di Banjarmasin ketika VOC mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollenbrant Gelijnsen.[34]
1637 : Banjarmasin mengadakan hubungan perdamaian dengan Mataram.[35]
1638 : Contract Craemer menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah perang anti VOC sebanyak 108orang Belanda, 21orang Jepang dibunuh, dan loji VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC di Banjarmasin.
1638 : Sultan Muhammad Zainudin dari Kesultanan Matan memindahkan ibu kota kerajaan dari sungai Matan ke negeri Indra Laya yang disebut Kerajaan Indra Laya.
1640 : Gubernur Jenderal VOCAntonio van Diemen memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan dan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi atas tragedi pada tahun 1638.
1641 : Sekitar pertengahan bulan Oktober 1641 Pangeran Tapesana dan Kiai Narangbaya sebagai utusan Sultan Mustain Billah dari Banjar tiba di Jepara beserta pengiring 500 orang untuk menghantarkan persembahan (bukan upeti) berupa intan Si Misim (= intan yang dulu sebagai upeti dari Raja Panembahan Sambas) kepada Sultan Mataram.[34][35][36] Kesultanan Banjar sendiri menganggap dirinya sejajar dengan Kesultanan Mataram dan Kesultanan Makassar.
1659 : Sultan Muhammad Zainuddin I (Marhum Negeri Laya) memerintah Kesultanan Sukadana-Matan (1659-1724). Abdul Jalilul Jabbar menjadi Sultan Brunei XI sampai tahun 1660.
1660 : Rakyatullah menjadi Sultan Banjar VII sampai 1663, ia membuat perjanjian dengan VOC 18 Desember 1660. Abdul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673.
1661 : Abdul Hakkul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673. Utusan kesultanan Sukadana-Matan datang di Kesultanan Banjar untuk melaporkan bahwa Sukadana kembali menjadi daerah pegaruh dari Kesultanan Banjar semenjak sebelumnya pada tahun 1638.
1662 : Menurut Barra pada tahun 1662 hanya ada 12jung orang Melayu, Inggris, Portugis mengangkut lada dan emas ke Makassar, sementara di Pelabuhan Banjarmasin dipenuhi lebih dari 1000 perahu layar, baik perdagangan interinsuler maupun perdagangan inter-kontinental.
1663 : Sultan Amrullah Bagus Kasuma menjadi Sultan Banjar VIII, tetapi ia kemudian dikudeta oleh pamannya yaitu Sultan Dipati Anom menjadi kemudian Sultan Banjar IX sampai tahun 1679, dengan bantuan suku Biaju dan memindahkan ibu kota ke Sungai Pangeran, Banjarmasin.[39]
1766 : Sultan Sulu menyerahkan pulau Balambangan kepada Inggris.[40]
1667 : Panembahan Sulaiman I menjadi Raja Paser sampai tahun 1680. Ia penguasa Paser pertama yang bergelar Panembahan.
1672 : Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’idul Khairiwaddien, sebagai penguasa Sintang yang pertama memakai memakai gelar yang lebih tinggi Sultan, memerintah sampai tahun 1737.
1675 : Raden Sulaiman, seorang menantu dari penguasa Kerajaan Panembahan Sambas mendirikan kerajaan baru yang bernama Kesultanan Sambas berpusat di Lubuk Madung. Raden Sulaiman kemudian bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin.
1680 : Amirullah Bagus Kusuma naik tahta kembali menjadi Sultan Banjar X sampai tahun 1700. Panembahan Adam I menjadi Panembahan Paser sampai tahun 1705. Raja Senggauk menjadi Panembahan Mempawah.
1686 : Ratu Agung, wanita pertama memimpin Kerajaan Kutai Kartanegara hingga tahun 1700.
1695 : Amiril Pengiran Maharajalila II menjabat penguasa Tidung sampai tahun 1731.
1698 : Sultan Banjarmasin, Saidilah menjalin kontrak dengan Inggris. Sultan Saidillah wafat tahun 1700.
1699 : Pada bulan April, dua orang bangsa Inggris Henry Watson dan Captain Cotesworth diinstruksikan mendirikan factory/gudang di Banjarmasin.[43]
1700 : Hamidullah menjadi Sultan Banjar XI sampai tahun 1734. Aji Pangeran Dipati Tua menjadi Sultan Kutai Kartanegara XII yang sampai tahun 1710. Tahun 1700 terjadi perang antara Landak dan Matan,karena perebutan pewarisan intan kobi. Landak dibantu oleh Banten dan VOC, karena itu kemudian Banten menyatakan Landak dan Matan di bawah kuasa Kesultanan Banten.
1701 : Sesudah kekalahan orang-orang Banjar dalam Perang Inggris-Banjar I pada Oktober1701, orang-orang Tiongkok kehilangan tempat dan hak mereka dalam pasar lada. Karena sebagian besar tindakan raja Banjar diatur oleh Inggris sebagai pemenang perang, maka diperintahkanlah semua rakyatnya untuk menjual ladanya kepada orang-orang di bawah pengawasan Inggris, yang mendirikan tempat penjagaan yang terletak di muara sungai Barito.
1703 : Sultan Aji Muhammad Alamsyah menjadi Sultan Paser I sampai tahun 1726, untuk pertama kalinya Paser menjadi kesultanan.
1706 : Inggris diijinkan mendirikan pabrik di Banjar.[44]
1707 : Pada 27 Juni 1707, permukiman pedagang Inggris di Banjarmasin tiba-tiba diserang oleh penduduk asli, kebanyakan orang Inggris tewas, dan yang selamat melarikan diri ke kapal. Harta milik Perusahaan EIC yang hilang di tempat ini, diperkirakan mencapai 50.000 dolar.[45] Orang-orang Inggris diusir dari Banjar dalam Perang Inggris-Banjar II tahun 1707, sehingga orang-orang Tiongkok dapat bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang lada Banjar dan Biaju. Jumlah orang-orang Tiongkok yang berkumpul di daerah Kesultanan Banjar makin hari makin besar terdiri atas pedagang-pedagang jung dan pedagang-pedagang menetap.
1708 : Umar Akamuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1732.
1709 : Kota Belanda di Banjarmasin yaitu Fort Tatas dibangun tahun 1709.[46]
1731 : Wira Amir menjadi penguasa Bulungan I sampai tahun 1777. Amiril Pengiran Dipati II menjabat penguasa Tidung sampai tahun 1765.
1732 : Abubakar Kamaluddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1762. Ibu kota Kesultanan Kutai dipindah dari Kutai Lama ke Pemarangan. Kota Samarinda difungsikan sebagai bandar niaga dan kota pelabuhan Kesultanan Kutai.[47]
1733 : Seorang panglima perang anak buah La Madukelleng menyerang Banjarmasin tetapi mengalami kegagalan.
1733 : Puana Dekke pemimpin suku Bugis meminjam tanah kepada Sultan Banjar Tahlilullah untuk mendirikan permukiman di Pagatan dengan penduduknya yang kelak dikenal sebagai orang Bugis Pagatan.[48]
1735 : SultanAji Muhammad Idris menjadi Sultan Kutai pertama (Raja Kutai Kartanegara XIV) sampai tahun 1778. Untuk pertama kalinya Kutai menjadi kesultanan dibawah pengaruh mertuanya: Raja Wajo La Madukelleng yang anti VOC .
1736 : Sultan Sepuh I Alamsyah menjadi Sultan Paser II sampai tahun 1766.
1746 : Kapal Dragon dan Onflow memuat lada di Banjarmasin.[49][50]
1747 : Kompeni Belanda mendirikan benteng di Pulau Tatas (Banjarmasin Tengah) merupakan permukiman Eropa pertama di Kalimantan hingga tahun 1810 kemudian ditinggalkan oleh Marshall Daendels sesuai perjanjian dengan Sultan Banjar.[31]
1750 : Suku Bugis meminjam tanah kepada Sultan Banjar untuk mendirikan permukiman di Tanjung Aru (perbatasan daerah Tanah Bumbu dengan Paser).
Zaman VOC
Orang-orang Italia merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Kalimantan pada abad ke-14, kemudian disusul orang Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kerajaan Sambas merupakan daerah pertama yang berada di bawah pengaruh Belanda semenjak kontrak dengan VOC yang dibuat oleh Ratu Sapudak (Raja Sambas) pada tanggal 1 Oktober 1609. Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjar membuat kontrak perdagangan yang pertama dengan VOC dan VOC akan membantu Banjar menaklukan Paser. Sejak 1636, Banjarmasin berusaha menjadi pusat mandala bagi kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Kalbar, Kalteng, dan Kaltim. Hikayat Banjar mencatat adanya pengiriman upeti kepada Sultan Banjarmasin dari Sambas, Sukadana, Paser, Kutai, Berau, Karasikan (Buranun/Sulu), Sewa Agung (Sawakung), Bunyut dan negeri-negeri di Batang Lawai. Sukadana (dahulu bernama Tanjungpura) merupakan induk bagi kerajaan Tayan, Meliau, Sanggau dan Mempawah. Pada tahun 1638 di Banjarmasin terjadi tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang sehingga Belanda mengirim ekspedisi penghukuman dan membuat ancaman terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Tahun 1700 Sukadana (Matan) mengalami kekalahan dalam perang dengan Landak (vazal Banten). Landak dibantu Banten dan VOC, sehingga Banten mengklaim Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) sebagai wilayahnya. Tahun 1756 VOC berusaha mendapatkan Lawai, Sintang dan Sanggau dari Banjarmasin. Daerah awal di Kalimantan yang diklaim milik VOC adalah wilayah sepanjang pantai dari Sukadana sampai Mempawah yang diberikan oleh Kesultanan Banten pada 26 Maret 1778. VOC sempat mendirikan pabrik di Sukadana dan Mempawah tetapi 14 tahun kemudian ditinggalkan karena tidak produktif (Sir Stamford Rafless, The History of Java). Pendirian Kesultanan Pontianak yang didukung VOC di muara sungai Landak semula diprotes Landak karena merupakan wilayahnya tetapi akhirnya mengendur karena tekanan VOC. Pada 13 Agustus1787, Kesultanan Banjar menjadi daerah protektorat VOC dan vazal-vazal Banjarmasin diserahkan kepada VOC meliputi Kaltim, Kalteng, sebagian Kalsel, dan pedalaman Kalbar, yang ditegaskan lagi dalam perjanjian 1826. Hindia Belanda kemudian membentuk Karesidenan Sambas dan kemudian disusul pembentukan Karesidenan Pontianak dengan diangkatnya raja-raja sebagai regent dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Belakangan Karesidenan Sambas dilebur ke dalam Karesidenan Pontianak beserta daerah pedalaman Kalbar menjadi Karesidenan Borneo Barat. Tahun 1860 Hindia Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar, kemudian terakhir wilayahnya menjadi bagian dari Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo.
1747: Tanggal 26 Juni 1747, Sanca Nata Tua, raja Landak menyerahkan daratan sungai Batu Layang kepada habib Husin Alkadri sebagai hadiah setelah ia berhasil membasmi wabah penyakit di kawasan Jeruju sebuah kawasan tambang intan yang dihuni orang-orang Dharmasraya dan Siak.
1756 : Pada 20 Oktober1756Sultan BanjarTamjidullah I membuat perjanjian dengan VOC berisi larangan berdagang lada dengan orang Tiongkok, Inggris dan Prancis selanjutnya VOC akan membantu menaklukkan kembali daerah yang memisahkan diri seperti : Berau, Kutai, Paser, Sanggau, Sintang dan Lawai. Benteng Tatas dibangun di Pulau Tatas, Banjarmasin.
1756 : Kesultanan Banjar menaklukan negeri Sanggau, Sintang dan Tayan-Meliau.[51]
1768 : Bertepatan tahun 1182 H, Syarif Abdurrachman Alkadrie menikah dengan Ratu Syahranum, puteri dari raja kerajaan Banjar. Sebagai seorang menantu raja, Abdurrachman kemudian diberi gelar Pangeran Syarif Abdurrachman Nur Alam.[53]
1777 : Republik Lanfang sebuah negaraHakka di Kalimantan Barat didirikan oleh Low Fang Pak sampai akhirnya dihancurkan oleh VOC-Belanda pada tahun 1884.
1778 : Menurut akta tanggal 26 Maret1778 Landak dan Sukadana diserahkan kepada Kompeni Belanda oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC-Belanda di Kalimantan.
1789 : Sultan Pontianak dengan dukungan Belanda melakukan serangan terhadap Panembahan Mempawah dengan tujuan merebut wilayah Panembahan Mempawah. Kongsi Lan Fong kemudian juga mengirimkan pasukannya membantu pasukan Sultan Pontianak. Panembahan Mempawah kalah kemudian Raja Panembahan Mempawah mengundurkan dirinya ke daerah Karangan dan kemudian menetap di sana.
1809 : Tanggal 9 September 1809 Belanda meninggalkan/melepaskan Banjarmasin dari jajahannya. Benteng Tatas dan benteng Tabanio ditukar dengan intan 26 karat milik Sultan[58]
1825 : Bulan Juli 1825, Raja Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu menjalin kontrak dengan Hindia Belanda.
1826 : Setelah serangan penaklukan keraton Banjar di Banjarmasin pada tahun 1826, Hindia Belanda telah membuat aturan daerah mana saja yang masih dikuasai Kesultanan Banjar dan menentukan pembagian wilayah-wilayah.
1827 : Populasi pulau Kalimantan diperkirakan Dayak 200.000 jiwa, Tionghoa 125.000 jiwa, Melayu 60.000 jiwa , Bugis 5.000 jiwa , Arab & lainnya 600 jiwa (Banjar?) [63]
1828 : Usman Kamaluddin menjadi wali Sultan Sambas sampai tahun 1832.
1830 : Pangeran Muhammad Nafis bin Pangeran Musa menjadi Raja Kusan III sampai tahun 1840.
1832 : Umar Akamuddin III menjadi wali Sultan Sambas sampai tahun wafat 22 Desember1846.
1834 : Mr. Earl memperkirakan populasi Kalimantan terdiri atas 150.000 Tionghoa, 50.000 Melayu, 10.000 Bugis, 400 Arab, 150 tentara Jawa & Ambon, 80 Belanda dan 250.000 Dayak.[64]
1841 : Raja Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu mangkat. Pangeran Mangku Bumi menjadi Raja Sampanahan, Pangeran Muda Muhammad Arifbillah menjadi Raja Cengal, Manunggul, Bangkalaan, sedangkan Raja Aji Mandura sebagai Raja Cantung.
1844 : Amiril Pengiran Djamaloel Kiram menjabat Raja Tidung sampai tahun 1867.
11 Oktober1844 : Sultan Kutai mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin.
1845 : Swapraja Kerajaan Matan dipimpin oleh Panembahan Muhamamad Cabran dari tahun 1845-1908.
18 Maret1845 : Kontrak dengan Hindia Belanda mengenai wilayah Kesultanan Banjar. Wilayah baru ini lebih kecil dibanding dengan sebelumnya, yaitu hanya daerah inti dari Kesultanan Banjar dan tidak mempunyai akses ke laut. Dan Belanda mengangkat gubernur bernama Weddik.[34]
1846 : Raja Aji Mandura, menggabungkan negeri Buntar-Laut dengan Kerajaan Cantung, sehingga ia menjadi Raja Cantung dan Buntar-Laut.
8 Agustus1852 : Tanpa persetujuan Sultan Adam, Pangeran Tamjidillah II diangkat menjadi Sultan Muda oleh Pemerintah Hindia Belanda merangkap Mangkubumi di Kesultanan Banjar. Hindia Belanda dan Tamjidilah II sudah membangun konsesus dalam mendapatkan tanah apanase di Pengaron sebagai wilayah pertambangan batu bara.
1855 : Sultan Adam melantik Pangeran Prabu Anom sebagai Raja Muda[67] Pemekaran dan pembentukan beberapa afdeeling baru[68]
9 Oktober1856 : Hindia Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai Mangkubumi Banjar untuk meredam pergolakan di Kesultanan Banjar atas tersingkirnya Pangeran Hidayatullah yang didukung oleh kaum ulama dan bangsawan keraton serta telah mendapat wasiat dari Sultan Adam sebagai Sultan Banjar.
30 April1856 : Pangeran Hidayatullah II menandatangani persetujuan pemberian konsesi tambang batu bara kepada Hindia Belanda karena pengangkatannya sebagai Mangkubumi Banjar.
1857 : Tamjidillah Alwasikh Billah diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar XVII sampai tahun 1860 kemudian dimakzulkan dan dikirim Belanda ke Bogor.
1 Mei 1859 : Pemerintah Hindia Belanda membuka pelabuhan di Sampit.[69]
18 April1859 : Penyerangan terhadap tambang Oranje Nassau dipimpin langsung oleh Pangeran Antasari dibantu oleh Pembekal Ali Akbar dan Mantri Temeng Yuda atas persetujuan Pangeran Hidayatulah II.
25 Juni1859 : Hindia Belanda memakzulkan Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar sebagai hasil kesepakatan Mangkubumi Pangeran Hidayatullah II dan Kolonel Andresen untuk memulihkan keadaan. Dengan siasat menempatkan Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan Banjar dan menurunkan Tamjidillah II karena Belanda menilai penyerangan tambang mereka berkaitan dengan kekuasaan di Kesultanan Banjar.
27 September1859 : Belanda berhasil menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di Gunung Lawak.
5 Februari1860 : Belanda mengumumkan bahwa jabatan Mangkubumi Pangeran Hidayat dihapuskan.[70]
1863 : Suku Iban bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rajang, dan menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke timur. Perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya.
1865 : Pada tahun 1865 diadakan cacah jiwa pertama untuk Kota Banjarmasin dan hasilnya menunjukkan bahwa penduduk Kota Banjarmasin saat itu adalah Orang Banjar (30.477 jiwa) dan Orang Asing (1.677 jiwa) dengan total jumlah penduduk 32.154 jiwa.
1873 : Pangeran Berangta Kasuma menjadi Raja Pulau Laut III sampai tahun 1881.
1875 : Pangeran Aji Inggu putera Sultan Sepuh II Alamsyah menjadi Raja Pasir sampai tahun 1876.
1876 : Perang Sukadana dengan Pontianak, pelabuhan Sukadana akhirnya ditutup. Sultan Abdur Rahman Alamsyah (1876 - 1896) dinobatkan oleh rakyat menjadi Sultan Pasir di Benua dan Sultan Muhammad Ali (1876 – 1898) dinobatkan oleh Belanda menjadi Sultan Pasir di Muara Pasir.
1877 : Abdul Momin membuat perjanjian dengan Gustavus Baron de Over-back dan Alfred Dent mengenai penggadaian terhadap wilayah-wilayah Brunei di Sabah.
1866 : Tumenggung Gamar gugur dalam suatu pertempuran.[75]
1888 : Permulaannya Brunei menjadi protektorat Inggris.[76]
1894 : Pertemuan suku-suku Dayak di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah yang diprakarsai Belanda untuk mengakhiri tradisi ngayau dan menjadi titik awal penaklukan Belanda terhadap seluruh suku Dayak di pedalaman.
1891 : Perjanjian Inggris-Belanda untuk saling menghormati kedaultan wilayah maisng-masing.[77]
1924 : Bulan April Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dirk Fock mengunjungi Banjarmasin.
1924 : Muhammad Ali Syafeiuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1926 dan di Brunei, Ahmad Tajuddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1950. Di Banjarmasin, J. De Haan menggantikan kedudukan C.J. Van Kempen sebagai residen Belanda sampai tahun 1929
29 Maret-31 Maret 1924 : National Borneo Congres ke-2, dihadiri Sarekat Islam lokal dan wakil-wakil Perserikatan Dayak (non Islam).
1926 : Muhammad Ibrahim Syafeiuddin menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1944.
1929 : R. Koppenel menjadi residen Belanda di Banjarmasin sampai tahun 1931.
1933 : W.G. Morggeustrom menjadi residen Belanda di Banjarmasin sampai 1937.
1938 : Hindia Belanda mendirikan tiga provinsi atas eilandgewest yaitu Sumatra beribu kota di Medan, Borneo beribu kota di Banjarmasin, dan Timur Besar beribu kota di Makassar.[80]
1938 : Pemerintah Hindia Belanda mendirikan tiga provinsi atas eilandgewest yaitu Sumatra beribu kota di Medan, Borneo beribu kota di Banjarmasin, dan Timur Besar beribu kota di Makassar.[81] Residentie Wester Afdeeling van Borneo dan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo menjadi sebuah Kegubernuran Borneo dengan dr. A. Haga sebagai gubernur sampai kedatangan Jepang. Gemeente Bandjermasin ditingkatkan menjadi Stads Gemeente Bandjermasin.
1940 : Pangeran Ratu Anom Alamsyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1948.
8 Februari 1942 : Jepang memasuki Muara Uya, Tabalong, Gubernur Haga mengungsi ke Kuala Kapuas selanjutnya menuju pedalaman Barito yaitu Puruk Cahu, dengan rencana untuk merebut kembali ibu kota Borneo (Banjarmasin) dengan perang gerilya.
10 Februari 1942 : Tentara Jepang memasuki Banjarmasin, ibu kota provinsi Borneo.[82]
1944 : Syarif Thaha Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VII sampai tahun 1945.Muhammad Taufik menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1984.
17 April 1945 : Rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
Zaman NICA dan Federalisme
Setelah mengambil alih Kalimantan dari tangan Jepang, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) mendesak kaum Federal Kalimantan untuk segera mendirikan Negara Kalimantan menyusul Negara Indonesia Timur yang telah berdiri. Maka dibentuklah Dewan Kalimantan Barat tanggal 28 Oktober 1946, yang menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat pada tanggal 27 Mei 1947; dengan Kepala Daerah, SultanHamid II dari Kesultanan Pontianak dengan pangkat Mayor Jenderal. Wilayahnya terdiri atas 13 kerajaan sebagai swapraja seperti pada zaman Hindia Belanda yaitu Sambas, Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Tayan, Meliau, Sekadau, Sintang, Selimbau, Simpang, Sukadana dan Matan.
Pangeran Muhammad Noor
Dewan Dayak Besar dibentuk tanggal 7 Desember 1946, dan selanjutnya tanggal 8 Januari 1947 dibentuk Dewan Pagatan, Dewan Pulau Laut dan Dewan Cantung Sampanahan yang bergabung menjadi Federasi Kalimantan Tenggara. Kemudian tanggal 18 Februari 1947 dibentuk Dewan Pasir dan Federasi Kalimantan Timur, yang akhirnya pada tanggal 26 Agustus 1947 bergabung menjadi Dewan Kalimantan Timur. Selanjutnya Daerah Kalimantan Timur menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Timur dengan Kepala Daerah, Sultan Aji Muhammad Parikesit dari Kesultanan Kutai dengan pangkat Kolonel. Daerah Banjar yang sudah terjepit daerah federal akhirnya dibentuk Dewan Banjar tanggal 14 Januari 1948. Pembentukan Negara Kalimantan digagalkan rakyat Banjarmasin dengan melakukan gerilya di pedalaman di bawah pimpinan Bapak Gerilya Kalimantan Hasan Basry.
Gubernur Kalimantan dalam pemerintahan Pemerintah RI di Yogyakarta, yaitu Pangeran Muhammad Noor, mengirim Cilik Riwut dan Hasan Basry dalam misi perjuangan mempertahankan kemerdekaan untuk menghadapi kekuatan NICA. Pada tanggal 17 Mei 1949, Letkol Hasan Basry selaku Gubernur Tentara ALRI Wilayah IV Pertahanan Kalimantan memproklamirkan sebuah Proklamasi Kalimantan yang isinya bahwa "Kalimantan" tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Gubernur Militer ini merupakan upaya tandingan terhadap terbentuknya Dewan Banjar yang didirikan Belanda.
Sejak tahun 1938, Borneo-Hindia Belanda (Kalimantan) merupakan satu kesatuan daerah administratif di bawah seorang gubernur, yang berkedudukan di Banjarmasin, dan memiliki wakil di Volksrad.
Wakil Kalimantan di Volksrad :
Pangeran Muhammad Ali (sebelum 1935) digantikan anaknya,
Ir. Pangeran Muhammad Noor (2 September 1945), gubernur Kalimantan berkedudukan di Yogyakarta
dr. Moerjani (14 Agustus 1950), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
Mas Subarjo (1953-1955), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
Raden Tumenggung Arya Milono (1955-1957), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.
Pembentukan kembali provinsi Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 sesudah bubarnya RIS, diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan (dahulu bernama provinsi Kalimantan, salah satu provinsi pertama).
Hingga tahun 1956 Kalimantan dibagi menjadi 3 provinsi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat. Selanjutnya pada tanggal 23 Mei 1957, secara resmi terbentuklah provinsi Kalimantan Tengah yang sebelumnya bernama Daerah Dayak Besar sebagai bentuk pemisahan diri dari Kalimantan Selatan, berdiri menjadi provinsi ke-17 yang independen.
17 Oktober 1945 : Penerjunan pertama pasukan payung Republik Indonesia di Desa Sambi, Arut Utara, Kotawaringin Barat (Palagan Sambi). Tanggal ini menjadi Hari Jadi Paskhas TNI AU.
9 November 1945 : Pertempuran di Banjarmasin melawan Belanda.
31 Januari 1946 : Di Yogyakarata, Presiden Soekarno menerima 32 pemuda Kalimantan[85]
1946 : Pemerintahan perusahaan British North Borneo Company berakhir dan Sabah menjadi koloni dari British North Borneo sampai menjadi Federasi Malaysia pada 1963.
2007 : Bulan Agustus, sebuah ekspedisi penelitian pulau Kalimantan menemukan spesies katak yang langka.[96]
Kerajaan yang pernah ada
Daftar kerajaan-kerajaan sejak masa zaman Hindu sampai kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh kolonial Belanda, diantaranya masih eksis yang sekarang disebut keraton saja, kecuali Brunei adalah :
^(Inggris) Royal Geographical Society (Great Britain), Norton Shaw, Hume Greenfield, Henry Walter Bates (1853). The Journal of the Royal Geographical Society ... Vol. 23. J. Murray. hlm. 85. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)