Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Sejarah Kalimantan

Sejarah Kalimantan menggambarkan perjalanan sejarah Pulau Kalimantan dimulai sejak zaman prasejarah ketika manusia ras Australoid memasuki daratan Kalimantan pada tahun 8000 SM hingga sekarang. Sisa-sisa tengkoraknya ditemukan di Gua Babi di lereng Gunung Batu Buli, kampung Randu, Desa Lumbang, Kabupaten Tabalong dan Gua Niah di Sarawak.[1]

Etimologi

Pertama sekali, Pulau Kalimantan memperolehi namanya daripada kata Sanskrit Kalamanthana, yang bererti "pulau bercuaca terbakar" yakni pulau yang panas suhunya untuk menerangkan iklim tropikalnya yang panas dan basahnya. Iyanya mengandungi dua patah kata: kal[a] ("masa, musim, waktu") dan manthan[a] ("mendidih, memusing, membakar").[2] Sehinggakan, nama eksonim suku Dayak Bidayuh dahulunya dikenali sebagai Klemantan.[3] Keduanya, Pulau Kalimantan ini juga dikenal di seluruh dunia dengan nama Borneo yaitu sejak abad ke-15 M. Nama Borneo itu berasal dari nama pohon Borneol (bahasa Latin: Dryobalanops camphora)yang mengandung (C10H17.OH) terpetin, bahan untuk antiseptik atau dipergunakan untuk minyak wangi dan kamper, kayu kamper yang banyak tumbuh di Kalimantan,[4][5] jadinya kemudian disebut oleh para pedagang dari Eropa sebagai pulau Borneo atau pulau penghasil borneol.[6] Kerajaan Brunei yang ketika datangnya bangsa Eropa ke wilayah Nusantara ini dikenali namanya sebagai Barunah mengdagangkan banyak kampur di pelabuhannya di Muara lalu jadinya nama Pulau ini pun diidentikkan dengan nama Kerajaan Brunei[7] saat itu (Yaitu oleh para pedagang Arab, Eropa serta China) karena Kerajaan Brunei pada masa itu (selepas abad ke-14) merupakan antara kerajaan lewat yang terbesar di pulau ini. Nama Kalimantan dipakai di Kesultanan Banjar kemudian oleh pemerintah Republik Indonesia dipakai sebagai nama Provinsi Kalimantan.

Zaman prasejarah

Bangsa Austronesia memasuki pulau ini dari arah utara kemudian mendirikan permukiman komunal rumah panjang. Peperangan antar-klan menyebabkan permukiman yang selalu berpindah-pindah. Adat pengayauan yang dibawa dari Formosa (Taiwan) dan kepercayaan menghormati leluhur dengan tradisi kuburan tempayan merupakan ciri umum kebiasaan penduduknya. Perpindahan, penempatan dan kerajaan awal di Pulau Kalimantan adalah seperti berikut:

  • 107,000 SM, 65,000 SM dan 40,000 SM : penempatan awak manusia kuno di Gua Niah[8][9][9]
  • 30000 SM - Kebudayaan Lahad Datu muncul di Sabah.
  • 10000 SM - Kebudayaan Sangkulirang muncul di Kalimantan Timur. Zaman Es (Kala Pleistosen) berakhir. Zaman Modern (Kala Holosen) pun dimulai. Benua Sunda lenyap akibat kenaikan permukaan laut, dan berubah menjadi sebagian dari kepulauan yang kini dikenal sebagai Nusantara.
  • 8000 SM : Migrasi manusia pertama memasuki daratan Kalimantan, kelompok ini meneruskan migrasinya ke Papua.
  • 5630 SM : Pemukiman kuno yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang pernah ditemukan oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan terletak di halaman Masjid Banua Halat berasal dari tahun 5630 SM.[10]
  • 2500 SM : Migrasi penutur bahasa Austronesia (Formosa/Taiwan) ke Kalimantan membawa tradisi ngayau. Kebudayaan Nanga Balang muncul di Kapuas Hulu. Kebudayaan maju di Sarawak meluas hingga ke Sambas.[11]
  • 1500 SM : Migrasi bangsa Melayu Deutero ke pulau Kalimantan
  • 242 SM - Peradaban Nan Sarunai muncul di Amuntai, didirikan oleh suku Dayak Maanyan.

Zaman Hindu-Buddha

Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah atau P'ulo Chung.[12] Para pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu yang telah mendapat pengaruh budaya India memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan untuk memenuhi permintaan pasar. Lokasi pertambangan emas berkembang menjadi permukiman sehingga diperlukan adanya suatu kepemimpinan. Pengaruh India ditandai munculnya kerajaan tahap awal dengan pemakaian gelar Maharaja bagi pemimpin suatu kekerabatan (bubuhan) dan sekelompok orang lainnya yang bergabung dalam kepemimpinannya dalam kesatuan wilayah wanua (distrik), yang saling berseberangan dengan wanua-wanua tetangganya yang dihuni keluarga lainnya dengan dikepalai tetuanya sendiri. Gelar India Selatan warman (yang melindungi) dilekatkan pada penguasa wanua tersebut, yang kemudian memaksa wanua-wanua tetangganya membayar upeti berupa emas dan hasil alam yang laku diekspor. Klan-klan (bubuhan) mulai disatukan oleh suatu kekuatan politik yang memusat menjadi sebuah mandala (kerajaan) yang sebenarnya bukan tradisi Austronesia. Kerajaan awal ini sudah merupakan campuran kelompok yang datang dari beberapa daerah, tetapi di pedalaman bangsa Austronesia masih hidup dalam komunitas rumah panjang yang mandiri dan terpisah serta saling berperang untuk berburu kepala.

Zaman Awal Kedatangan Agama Islam

Zaman Awal Kedatangan Bangsa Eropa

Zaman Awal Kerajaan Islam

  • 1383 : Awang Alak Betatar bergelar Sang Aji menjadi Sultan Brunei I sampai tahun 1402.
  • 1385 : Dara Juanti, Raja Sintang ke-9 dilamar oleh Patih Logender yang berasal dari Majapahit.
  • 1387 : Kerajaan Negara Dipa didirikan oleh Ampu Jatmika yang berasal dari Keling yang terletak di India Selatan dan berjarak dua bulan perjalanan laut dari Negara Dipa, namun menurut Veerbek (1889:10) Keling merupakan provinsi Majapahit di barat daya Kediri.
  • 1394 : Kerajaan Tidung berpusat di Pimping bagian barat dan Tanah Kuning sampai tahun 1557
  • 1400 : Koloni Hindu memasuki Kalimantan Selatan.[18]
  • 1400 : Baddit Dipattung, Raja Berau I dengan pusat pemerintahannya di Sungai Lati, Gunung Tabur, Berau.
  • 1405 : Raja kerajaan Puni (Awang Alak Betatar) dari barat Kalimantan tiba di Tiongkok dan memohon agar daerahnya mengirim upeti ke Tiongkok tidak lagi ke Jawa. Raja ini wafat di Tiongkok. Sampai tahun 1425 hubungan Puni dengan Tiongkok mulai jarang.[19]
  • 1407 : Kaisar Yongle mengutus Cheng Ho untuk melakukan lawatan ke Kalimantan. Pada tahun 1407, permukiman Tionghoa Hui Muslim Hanafi pertama didirikan di Sambas.[20]
  • 1408 : Pateh Berbai menjadi Sultan Brunei II sampai tahun 1425.
  • 1420 : Aji Raja Mandarsyah menjadi Raja Kutai Kartanegara IV sampai tahun 1475. Islam datang di Kutai pada masa pemerintahannya dibawa oleh Tuan Tunggang Parangan.
  • 1425 : Syarif Ali, seorang menantu Sultan Brunei yang berasal dari Mekkah dinobatkan sebagai Sultan Brunei III sampai tahun 1432.
  • 1429 : Bhre Tanjungpura dijabat oleh Manggalawardhani Dyah Suragharini [= Putri Junjung Buih?] puteri dari Bhre Tumapel II (= abangnya Suhita) berkuasa sampai tahun 1464.
  • 1431 : Kota Sukadana menjadi pusat Kerajaan Tanjungpura sampai dengan tahun 1724 sejak pemerintahan Pangeran Karang Tunjung (1431-1450).
  • 1432 : Adipati Agong menjadi Sultan Brunei IV sampai tahun 1485.
  • 1441 : Seorang muslim wafat dengan batu nisan dari batu andesit yang ditemukan di Keramat Tujuh, Kabupaten Ketapang bertuliskan huruf Arab bertarikh tahun 1363 Saka atau 1441 M. Bentuk nisannya berasal dari abad terakhir Majapahit.
  • 1472 : Raden Ismahayana bergelar Pangeran Dipati Karang Tanjung Tua menjadi Raja Landak sampai 1542.
  • 1475 : Berdirinya Kesultanan Demak wilayah pengaruhnya mencapai Kalimantan seperti Tanjungpura, Lawai dan Banjarmasin. Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya dari Paser dinobatkan menjadi Raja Kutai Kartanegara V sampai tahun 1545.
  • 1478 : Raden Sekar Sungsang bergelar Maharaja Sari Kaburungan menjadi raja Kerajaan Negara Daha yang berpusat di Nagara. Islam datang pada masa pemerintahannya, karena seorang anaknya menikah dengan putri dari Sunan Giri.
  • 1485 : Bolkiah menjadi Sultan Brunei V sampai tahun 1524.
  • 1504 : Antara tahun 1504-1507, Ludovico la Varthema seorang penjelajah Italia mengunjungi Kalimantan.[21]
  • 1516 : Putri Petung menjadi penguasa Paser sampai tahun 1567. Penguasa Paser yang pertama ini berasal dari Kuripan (Negara Daha).
  • 1518 : Lorenzo de Gomez mengunjungi pulau Kalimantan[22]
  • 1519 : Pangeran Adipati di Tanjungpura dan Lawai tunduk kepada Pati Unus.
  • 1520 : Magalhaens mengunjungi Kalimantan.[23]
  • 1520 : Pangeran Samudera keponakan Pangeran Tumenggung penguasa Kerajaan Negara Daha mendirikan Kesultanan Banjar dan menjadi raja Banjarmasin pertama yang bergelar Sultan.[24]
  • 1524 : Abdul Kahar menjadi Sultan Brunei VI sampai tahun 1530.
  • 1526 : Pada 24 September Suriansyah, Sultan Banjar I memeluk Islam diperingati sebagai Hari Jadi Kota Banjarmasin. Kerajaan yang baru berdiri ini melepaskan diri dari Kerajaan Negara Daha atas dukungan Kesultanan Demak.[24]
  • 1530 : Hubungan persahabatan Portugis dan Brunei[25]
  • 1533 : Saiful Rizal menjadi Sultan Brunei VII sampai tahun 1581.
  • 1538 : Kerajaan Tanjungpura dipimpin oleh Panembahan Baruh (1538-1550)
  • 1545 : Aji Raja Mahkota Mulia Alam menjadi Raja Kutai Kartanegara VI sampai tahun 1610, penguasa Kutai pertama yang memeluk Islam, namun belum bergelar Sultan.
  • 1546 : Raja Demak III Sultan Trenggana (Tung Ka lo) menyerang kawasan timur pulau Jawa.[26] Pengaruh kekuasaannya sampai ke Kalimantan. Ia menerima upeti dari Sutan Banjarmasin.
  • 1550 : Rahmatullah menjadi Sultan Banjar II sampai tahun 1570. Setelah runtuhnya Demak, Banjarmasin tidak lagi mengirim upeti kepada pemerintahan di Jawa.
  • 1557 : Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet memerintah Kerajaan Tidung sampai tahun 1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.
  • 1567 : Aji Mas Patih Indra menjadi penguasa Paser sampai tahun 1607.
  • 1570 : Hidayatullah I menjadi Sultan Banjar III sampai tahun 1595. Dalam pemerintahannya, Mataram menyerang Banjarmasin dan menawan Putra Mahkota Ratu Bagus di Tuban.
  • 1571 : Amiril Pengiran Dipati I menjabat Raja Tidung sampai tahun 1613.
  • 1581 : Shah Brunei menjadi Sultan Brunei VIII sampai tahun 1582.
  • 1582 : Muhammad Hasan menjadi Sultan Brunei IX sampai tahun 1598.
  • 1590 : Penguasa Kerajaan Tanjungpura Panembahan Giri Kusuma memeluk Islam dan mengubah nama kerajaan Hindu Tanjungpura menjadi Kerajaan Islam Sukadana-Matan.
  • 1595 : Musta'ainnu-Billah menjadi Sultan Banjar IV sampai tahun 1642. Baginda menerima upeti dari Panembahan Sambas, Batang Lawai, Sukadana dan Paser.
  • 1596 : Pedagang Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
  • 1598 : Abdul Jalilul Akbar menjadi Sultan Brunei X sampai tahun 1659. Oliver van Noord, pedagang Belanda datang ke Brunei.[27]
  • 1599 : Sultan Brunei mengadakan perhubungan dengan Spanyol di Manila.
  • 1600 : Pangeran Anom Jaya Kesuma menjadi penguasa Landak.
  • 1600 : Abang Pencin bergelar Pangeran Agung yang memerintah tahun 16001643 adalah penguasa Sintang yang pertama memeluk Islam. Pangeran ini mengirim utusan ke Banjarmasin melewati sungai Katingan untuk menyalin Kitab Suci Al-Qur'an.
  • 1603 : Pada awal 1603, ada pabrik United East India Company di Banjer-massin (Bandjermassin), yang dipimpin oleh kepala pedagang François Wittert.[28]
  • 1604 : Pada 13 Maret 1604, Raja Sukadana Panembahan Giri Kusuma mengikat perjanjian dengan Belanda (VOC),[29] yang menimbulkan kemarahan Sultan Mataram.
  • 1606 : Pada 14 Februari 1606, ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba pertama kali di Banjarmasin, karena perangainya yang buruk nakhoda ini terbunuh dalam suatu kericuhan.[30]
  • 1607 : Aji Mas Anom Indra menjadi penguasa Paser sampai tahun 1644.
  • 1607 : 7 Juni 1607 Ekspedisi VOC dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, semua ABK dibunuh sebagai pembalasan atas perampasan kapal jung Banjar di Banten tahun 1596.[31]
  • 1609 : Pada 1 Oktober, VOC melakukan pakta kerja sama dengan Pangeran Adipati Sambas.[32]
  • 1610 : Aji Dilanggar menjadi Raja Kutai VII sampai tahun 1635.
  • 1610 : Raja Kudung menjadi penguasa Landak yang berpusat di Pekana, Karangan.
  • 1612 : Bulan Mei 1612, Kompeni Belanda menembak hancur Banjar Lama ibu kota Kesultanan Banjar, sehingga ibu kotanya dipindahkan ke Pemakuan.
  • 1612 : Kongsi Perdagangan Inggris yang diketuai oleh Sir Hendry Middleton datang ke Brunei.
  • 1613 : Amiril Pengiran Singa Laoet menjabat Raja Tidung sampai tahun 1650.
  • 1615 : Pangeran Dipati Anta-Kasuma mendirikan Kadipaten Kotawaringin, pecahan wilayah Kesultanan Banjar paling barat yang berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura.
  • 1618: Ekspedisi dagang kesultanan Makassar tiba di Kutai dan Berau sehingga keduanya menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Makassar dan melepaskan diri dari pengaruh Kesultanan Banjar.
  • 1622 : Kesultanan Mataram mengirim Tumenggung Bahureksa, Bupati Kendal menyerang Sukadana yang berada di bawah kekuasaan Putri Bunku/Ratu Mas Jaintan (ibu Giri Mustika), serangan ini mengkhawatirkan Kesultanan Banjar akan serangan Mataram. Giri Mustaka (Raden Saradewa) menantu raja Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma.[33] Ia dinobatkan menjadi raja Sukadana-Matan bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1622-1659) yang merupakan raja pertama bergelar Sultan, sebelumnya raja Sukadana hanya bergelar Panembahan.
  • 1625 : Muhammad Ali menjadi Sultan Brunei XII sampai 1660.
  • 1626 : Produksi lada Banjar sangat meningkat, sehingga VOC berusaha untuk memperoleh monopoli lada, dan berusaha menghilangkan kejadian tahun 1612 yaitu penyerbuan Belanda terhadap kesultanan Banjar. Belanda juga meminta maaf atas perbuatannya merampok kapal kesultanan Banjar dalam pelayaran perdagangan ke Brunei 4 Juli 1626. Perdagangan kesultanan Banjar masih diarahkan ke Cochin China (Vietnam) belum ke Batavia.
  • 1629 : Raja Tengah bin Sultan Muhammad Hasan tiba di Kesultanan Sukadana. Raja Sukadana Giri Mustika/Mustafa (menantu Raja Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma) kemudian menikahkan Raja Tengah dengan adiknya yang bernama Putri Surya Kesuma.
  • 1634: VOC mengirim 6 kapal dagang ke Banjarmasin dipimpin Gijsbert van Londensteijn, kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Barentsz.[34]
  • 1635 : Aji Pangeran Adipati Sinum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Raja Kutai Kartanegara VIII sampai tahun 1650. Raja ini menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura.
  • 1635 : 17 Juni 1635 Kapal Pearl Inggris tiba di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory.
  • 1635 : 4 September 1635 Sultan Banjar diwakili oleh Syahbandar Ratna Diraja Goja Babouw mengadakan kontrak dagang pertama di Betawi dengan Kompeni Belanda yang wakili oleh : Hendrik Brouwer, Antonio van Diemen, Jan van der Burgh, Steven Barentszoon. VOC juga membantu Banjar untuk menaklukan kembali raja-raja Kalimantan Timur.[32]
  • 1635 : Perjanjian yang ditanda tangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda saja. Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi di wilayah kesultanan Kutai.
  • 1636 : Kesultanan Banjar mengklaim daerah sepanjang Sambas sampai Berau serta Karasikan sebagai wilayahnya karena saat itu Banjarmasin sudah memiliki kemampuan militer untuk menghadapi serangan dari Mataram.
  • 1636: Pertama kali Belanda mulai berdiam di Banjarmasin ketika VOC mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollenbrant Gelijnsen.[34]
  • 1637 : Banjarmasin mengadakan hubungan perdamaian dengan Mataram.[35]
  • 1638 : Contract Craemer menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah perang anti VOC sebanyak 108 orang Belanda, 21 orang Jepang dibunuh, dan loji VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC di Banjarmasin.
  • 1638 : Sultan Banjarmasin mengirim utusan kepada Sultan Makassar.
  • 1638 : Sultan Muhammad Zainudin dari Kesultanan Matan memindahkan ibu kota kerajaan dari sungai Matan ke negeri Indra Laya yang disebut Kerajaan Indra Laya.
  • 1640 : Gubernur Jenderal VOC Antonio van Diemen memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan dan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi atas tragedi pada tahun 1638.
  • 1641 : Sekitar pertengahan bulan Oktober 1641 Pangeran Tapesana dan Kiai Narangbaya sebagai utusan Sultan Mustain Billah dari Banjar tiba di Jepara beserta pengiring 500 orang untuk menghantarkan persembahan (bukan upeti) berupa intan Si Misim (= intan yang dulu sebagai upeti dari Raja Panembahan Sambas) kepada Sultan Mataram.[34][35][36] Kesultanan Banjar sendiri menganggap dirinya sejajar dengan Kesultanan Mataram dan Kesultanan Makassar.
  • 1642 : Inayatullah menjadi Sultan Banjar V sampai tahun 1646
  • 1643 : Belanda mendirikan benteng dan pabrik di pulau Tatas (sekarang Banjarmasin Tengah).[37]
  • 1644 : Aji Anom Singa Maulana menjadi penguasa Paser sampai tahun 1667.
  • 1646 : Saidullah menjadi Sultan Banjar VI sampai tahun 1660.
  • 1648 : Belanda mendapatkan monopoli lada yang dipaksakan kepada Sultan Banjarmasin.[38]
  • 1650 : Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura menjadi Raja Kutai Kartanegara IX sampai tahun 1665. Amiril Pengiran Maharajalila I menjabat Raja Tidung sampai tahun 1695.
  • 1659 : Sultan Muhammad Zainuddin I (Marhum Negeri Laya) memerintah Kesultanan Sukadana-Matan (1659-1724). Abdul Jalilul Jabbar menjadi Sultan Brunei XI sampai tahun 1660.
  • 1660 : Rakyatullah menjadi Sultan Banjar VII sampai 1663, ia membuat perjanjian dengan VOC 18 Desember 1660. Abdul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673.
  • 1661 : Abdul Hakkul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673. Utusan kesultanan Sukadana-Matan datang di Kesultanan Banjar untuk melaporkan bahwa Sukadana kembali menjadi daerah pegaruh dari Kesultanan Banjar semenjak sebelumnya pada tahun 1638.
  • 1662 : Menurut Barra pada tahun 1662 hanya ada 12 jung orang Melayu, Inggris, Portugis mengangkut lada dan emas ke Makassar, sementara di Pelabuhan Banjarmasin dipenuhi lebih dari 1000 perahu layar, baik perdagangan interinsuler maupun perdagangan inter-kontinental.
  • 1663 : Sultan Amrullah Bagus Kasuma menjadi Sultan Banjar VIII, tetapi ia kemudian dikudeta oleh pamannya yaitu Sultan Dipati Anom menjadi kemudian Sultan Banjar IX sampai tahun 1679, dengan bantuan suku Biaju dan memindahkan ibu kota ke Sungai Pangeran, Banjarmasin.[39]
  • 1665 : Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura menjadi Raja Kutai Kartanegara X sampai tahun 1686.
  • 1766 : Sultan Sulu menyerahkan pulau Balambangan kepada Inggris.[40]
  • 1667 : Panembahan Sulaiman I menjadi Raja Paser sampai tahun 1680. Ia penguasa Paser pertama yang bergelar Panembahan.
  • 1672 : Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’idul Khairiwaddien, sebagai penguasa Sintang yang pertama memakai memakai gelar yang lebih tinggi Sultan, memerintah sampai tahun 1737.
  • 1673 : Muhyiddin menjadi Sultan Brunei XIV sampai tahun 1690.
  • 1675 : Raden Sulaiman, seorang menantu dari penguasa Kerajaan Panembahan Sambas mendirikan kerajaan baru yang bernama Kesultanan Sambas berpusat di Lubuk Madung. Raden Sulaiman kemudian bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin.
  • 1680 : Amirullah Bagus Kusuma naik tahta kembali menjadi Sultan Banjar X sampai tahun 1700. Panembahan Adam I menjadi Panembahan Paser sampai tahun 1705. Raja Senggauk menjadi Panembahan Mempawah.
  • 1686 : Ratu Agung, wanita pertama memimpin Kerajaan Kutai Kartanegara hingga tahun 1700.
  • 18 Januari 1689 : Penyebar agama Katolik, Fr. Antonino Ventimiglia tiba di Banjarmasin dari Goa, India.[41]
  • 25 Juni 1689 : Kapal Portugis di bawah pimpinan Kapten Luigi Francesco Cottigno memasuki daerah Pulau Petak di kabupaten Kapuas dan menjalin hubungan dengan suku Dayak Ngaju.[42]
  • 1690 : Nassaruddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1705.
  • 1695 : Amiril Pengiran Maharajalila II menjabat penguasa Tidung sampai tahun 1731.
  • 1698 : Sultan Banjarmasin, Saidilah menjalin kontrak dengan Inggris. Sultan Saidillah wafat tahun 1700.
  • 1699 : Pada bulan April, dua orang bangsa Inggris Henry Watson dan Captain Cotesworth diinstruksikan mendirikan factory/gudang di Banjarmasin.[43]
  • 1700 : Hamidullah menjadi Sultan Banjar XI sampai tahun 1734. Aji Pangeran Dipati Tua menjadi Sultan Kutai Kartanegara XII yang sampai tahun 1710. Tahun 1700 terjadi perang antara Landak dan Matan,karena perebutan pewarisan intan kobi. Landak dibantu oleh Banten dan VOC, karena itu kemudian Banten menyatakan Landak dan Matan di bawah kuasa Kesultanan Banten.
  • 1701 : Sesudah kekalahan orang-orang Banjar dalam Perang Inggris-Banjar I pada Oktober 1701, orang-orang Tiongkok kehilangan tempat dan hak mereka dalam pasar lada. Karena sebagian besar tindakan raja Banjar diatur oleh Inggris sebagai pemenang perang, maka diperintahkanlah semua rakyatnya untuk menjual ladanya kepada orang-orang di bawah pengawasan Inggris, yang mendirikan tempat penjagaan yang terletak di muara sungai Barito.
  • 1703 : Sultan Aji Muhammad Alamsyah menjadi Sultan Paser I sampai tahun 1726, untuk pertama kalinya Paser menjadi kesultanan.
  • 1705 : Hussin Kamaluddin menjadi Sultan Brunei (periode I) sampai tahun 1730.
  • 1706 : Inggris diijinkan mendirikan pabrik di Banjar.[44]
  • 1707 : Pada 27 Juni 1707, permukiman pedagang Inggris di Banjarmasin tiba-tiba diserang oleh penduduk asli, kebanyakan orang Inggris tewas, dan yang selamat melarikan diri ke kapal. Harta milik Perusahaan EIC yang hilang di tempat ini, diperkirakan mencapai 50.000 dolar.[45] Orang-orang Inggris diusir dari Banjar dalam Perang Inggris-Banjar II tahun 1707, sehingga orang-orang Tiongkok dapat bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang lada Banjar dan Biaju. Jumlah orang-orang Tiongkok yang berkumpul di daerah Kesultanan Banjar makin hari makin besar terdiri atas pedagang-pedagang jung dan pedagang-pedagang menetap.
  • 1708 : Umar Akamuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1732.
  • 1709 : Kota Belanda di Banjarmasin yaitu Fort Tatas dibangun tahun 1709.[46]
  • 1710 : Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Raja Kutai Kartanegara XIII sampai tahun 1735.
  • 1724 : Pemerintahan Kerajaan Matan/Sukadana oleh Sultan Ma’aziddin (1724-1762).
  • 1726 : Sebagai menantu dari Raja Paser, La Madukelleng (Pahlawan Nasional) menjabat Raja Paser sampai tahun 1736.
  • 1730 : Muhammad Alauddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1745.
  • 1731 : Wira Amir menjadi penguasa Bulungan I sampai tahun 1777. Amiril Pengiran Dipati II menjabat penguasa Tidung sampai tahun 1765.
  • 1732 : Abubakar Kamaluddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1762. Ibu kota Kesultanan Kutai dipindah dari Kutai Lama ke Pemarangan. Kota Samarinda difungsikan sebagai bandar niaga dan kota pelabuhan Kesultanan Kutai.[47]
  • 1733 : Seorang panglima perang anak buah La Madukelleng menyerang Banjarmasin tetapi mengalami kegagalan.
  • 1733 : Puana Dekke pemimpin suku Bugis meminjam tanah kepada Sultan Banjar Tahlilullah untuk mendirikan permukiman di Pagatan dengan penduduknya yang kelak dikenal sebagai orang Bugis Pagatan.[48]
  • 1734 : Mangkubumi Banjar Tamjidillah I yang pro-VOC mengangkat dirinya menjadi Sultan Banjar XII sampai tahun 1759.
  • 1735 : Sultan Aji Muhammad Idris menjadi Sultan Kutai pertama (Raja Kutai Kartanegara XIV) sampai tahun 1778. Untuk pertama kalinya Kutai menjadi kesultanan dibawah pengaruh mertuanya: Raja Wajo La Madukelleng yang anti VOC .
  • 1736 : Sultan Sepuh I Alamsyah menjadi Sultan Paser II sampai tahun 1766.
  • 1740 : Panembahan Mempawah Opu Daeng Manambung mendatangkan pekerja tambang dari daratan Tiongkok.
  • 1745 : Hussin Kamaluddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1762 untuk kedua kalinya.
  • 1746 : Kapal Dragon dan Onflow memuat lada di Banjarmasin.[49][50]
  • 1747 : Kompeni Belanda mendirikan benteng di Pulau Tatas (Banjarmasin Tengah) merupakan permukiman Eropa pertama di Kalimantan hingga tahun 1810 kemudian ditinggalkan oleh Marshall Daendels sesuai perjanjian dengan Sultan Banjar.[31]
  • 1750 : Suku Bugis meminjam tanah kepada Sultan Banjar untuk mendirikan permukiman di Tanjung Aru (perbatasan daerah Tanah Bumbu dengan Paser).

Zaman VOC

Orang-orang Italia merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Kalimantan pada abad ke-14, kemudian disusul orang Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kerajaan Sambas merupakan daerah pertama yang berada di bawah pengaruh Belanda semenjak kontrak dengan VOC yang dibuat oleh Ratu Sapudak (Raja Sambas) pada tanggal 1 Oktober 1609. Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjar membuat kontrak perdagangan yang pertama dengan VOC dan VOC akan membantu Banjar menaklukan Paser. Sejak 1636, Banjarmasin berusaha menjadi pusat mandala bagi kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Kalbar, Kalteng, dan Kaltim. Hikayat Banjar mencatat adanya pengiriman upeti kepada Sultan Banjarmasin dari Sambas, Sukadana, Paser, Kutai, Berau, Karasikan (Buranun/Sulu), Sewa Agung (Sawakung), Bunyut dan negeri-negeri di Batang Lawai. Sukadana (dahulu bernama Tanjungpura) merupakan induk bagi kerajaan Tayan, Meliau, Sanggau dan Mempawah. Pada tahun 1638 di Banjarmasin terjadi tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang sehingga Belanda mengirim ekspedisi penghukuman dan membuat ancaman terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Tahun 1700 Sukadana (Matan) mengalami kekalahan dalam perang dengan Landak (vazal Banten). Landak dibantu Banten dan VOC, sehingga Banten mengklaim Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) sebagai wilayahnya. Tahun 1756 VOC berusaha mendapatkan Lawai, Sintang dan Sanggau dari Banjarmasin. Daerah awal di Kalimantan yang diklaim milik VOC adalah wilayah sepanjang pantai dari Sukadana sampai Mempawah yang diberikan oleh Kesultanan Banten pada 26 Maret 1778. VOC sempat mendirikan pabrik di Sukadana dan Mempawah tetapi 14 tahun kemudian ditinggalkan karena tidak produktif (Sir Stamford Rafless, The History of Java). Pendirian Kesultanan Pontianak yang didukung VOC di muara sungai Landak semula diprotes Landak karena merupakan wilayahnya tetapi akhirnya mengendur karena tekanan VOC. Pada 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar menjadi daerah protektorat VOC dan vazal-vazal Banjarmasin diserahkan kepada VOC meliputi Kaltim, Kalteng, sebagian Kalsel, dan pedalaman Kalbar, yang ditegaskan lagi dalam perjanjian 1826. Hindia Belanda kemudian membentuk Karesidenan Sambas dan kemudian disusul pembentukan Karesidenan Pontianak dengan diangkatnya raja-raja sebagai regent dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Belakangan Karesidenan Sambas dilebur ke dalam Karesidenan Pontianak beserta daerah pedalaman Kalbar menjadi Karesidenan Borneo Barat. Tahun 1860 Hindia Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar, kemudian terakhir wilayahnya menjadi bagian dari Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo.

Zaman Penjajahan Britania Raya

Pembagian daerah Kalimantan tahun 1930

Zaman Hindia Belanda

Zaman Penjajahan Jepang

  • 21 Januari 1942 : Jepang menembak jatuh pesawat Catalina-Belanda di sungai Barito perairan Alalak, Barito Kuala.
  • 8 Februari 1942 : Jepang memasuki Muara Uya, Tabalong, Gubernur Haga mengungsi ke Kuala Kapuas selanjutnya menuju pedalaman Barito yaitu Puruk Cahu, dengan rencana untuk merebut kembali ibu kota Borneo (Banjarmasin) dengan perang gerilya.
  • 10 Februari 1942 : Tentara Jepang memasuki Banjarmasin, ibu kota provinsi Borneo.[82]
  • 12 Februari 1942 : Tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Banjarmasin dan daerahnya diserahkan kepada Pimpinan Pemerintahan Civil.
  • 13 Februari 1942 : Sakaguchi Detachment menduduki kota Banjarmasin.[83]
  • 3 Maret 1945 : Misi operasi Platypus mulai dijalankankan di Balikpapan.[84]
  • 5 Maret 1942 : A.A Hamidhan menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya di Banjarmasin.
  • 18 Maret 1942 : Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma ditunjuk Jepang sebagai Ridzie, penguasa tertinggi pemerintah sipil meliputi wilayah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito.
  • 1944 : Syarif Thaha Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VII sampai tahun 1945.Muhammad Taufik menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1984.
  • 17 April 1945 : Rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.

Zaman NICA dan Federalisme

Setelah mengambil alih Kalimantan dari tangan Jepang, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) mendesak kaum Federal Kalimantan untuk segera mendirikan Negara Kalimantan menyusul Negara Indonesia Timur yang telah berdiri. Maka dibentuklah Dewan Kalimantan Barat tanggal 28 Oktober 1946, yang menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat pada tanggal 27 Mei 1947; dengan Kepala Daerah, Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak dengan pangkat Mayor Jenderal. Wilayahnya terdiri atas 13 kerajaan sebagai swapraja seperti pada zaman Hindia Belanda yaitu Sambas, Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Tayan, Meliau, Sekadau, Sintang, Selimbau, Simpang, Sukadana dan Matan.

Pangeran Muhammad Noor

Dewan Dayak Besar dibentuk tanggal 7 Desember 1946, dan selanjutnya tanggal 8 Januari 1947 dibentuk Dewan Pagatan, Dewan Pulau Laut dan Dewan Cantung Sampanahan yang bergabung menjadi Federasi Kalimantan Tenggara. Kemudian tanggal 18 Februari 1947 dibentuk Dewan Pasir dan Federasi Kalimantan Timur, yang akhirnya pada tanggal 26 Agustus 1947 bergabung menjadi Dewan Kalimantan Timur. Selanjutnya Daerah Kalimantan Timur menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Timur dengan Kepala Daerah, Sultan Aji Muhammad Parikesit dari Kesultanan Kutai dengan pangkat Kolonel. Daerah Banjar yang sudah terjepit daerah federal akhirnya dibentuk Dewan Banjar tanggal 14 Januari 1948. Pembentukan Negara Kalimantan digagalkan rakyat Banjarmasin dengan melakukan gerilya di pedalaman di bawah pimpinan Bapak Gerilya Kalimantan Hasan Basry.

Gubernur Kalimantan dalam pemerintahan Pemerintah RI di Yogyakarta, yaitu Pangeran Muhammad Noor, mengirim Cilik Riwut dan Hasan Basry dalam misi perjuangan mempertahankan kemerdekaan untuk menghadapi kekuatan NICA. Pada tanggal 17 Mei 1949, Letkol Hasan Basry selaku Gubernur Tentara ALRI Wilayah IV Pertahanan Kalimantan memproklamirkan sebuah Proklamasi Kalimantan yang isinya bahwa "Kalimantan" tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Gubernur Militer ini merupakan upaya tandingan terhadap terbentuknya Dewan Banjar yang didirikan Belanda.

Di masa Republik Indonesia Serikat, Kalimantan menjadi beberapa satuan-kenegaraan yaitu :

  1. Daerah Istimewa Kalimantan Barat dengan ibu kota Pontianak.
  2. Federasi Kalimantan Timur dengan ibu kota Samarinda.
  3. Dayak Besar dengan ibu kota sementara Banjarmasin.
  4. Daerah Banjar dengan ibu kota Banjarmasin.
  5. Federasi Kalimantan Tenggara dengan ibu kota Kotabaru.

Sejak tahun 1938, Borneo-Hindia Belanda (Kalimantan) merupakan satu kesatuan daerah administratif di bawah seorang gubernur, yang berkedudukan di Banjarmasin, dan memiliki wakil di Volksrad. Wakil Kalimantan di Volksrad :

  1. Pangeran Muhammad Ali (sebelum 1935) digantikan anaknya,
  2. Pangeran Muhammad Noor (1935-1939) digantikan oleh,
  3. Mr. Tadjuddin Noor (1939-1945)
  • Gubernur Borneo
  1. Dr. A. Haga (1938-1942), gubernur dari Kegubernuran Borneo berkedudukan di Banjarmasin
  2. Pangeran Musa Ardi Kesuma (1942-1945), Ridzie Kalimantan Selatan dan Tengah
  3. Ir. Pangeran Muhammad Noor (2 September 1945), gubernur Kalimantan berkedudukan di Yogyakarta
  4. dr. Moerjani (14 Agustus 1950), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
  5. Mas Subarjo (1953-1955), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
  6. Raden Tumenggung Arya Milono (1955-1957), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.

Pembentukan kembali provinsi Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 sesudah bubarnya RIS, diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan (dahulu bernama provinsi Kalimantan, salah satu provinsi pertama). Hingga tahun 1956 Kalimantan dibagi menjadi 3 provinsi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat. Selanjutnya pada tanggal 23 Mei 1957, secara resmi terbentuklah provinsi Kalimantan Tengah yang sebelumnya bernama Daerah Dayak Besar sebagai bentuk pemisahan diri dari Kalimantan Selatan, berdiri menjadi provinsi ke-17 yang independen.

Zaman Modern

Kerajaan yang pernah ada

Daftar kerajaan-kerajaan sejak masa zaman Hindu sampai kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh kolonial Belanda, diantaranya masih eksis yang sekarang disebut keraton saja, kecuali Brunei adalah :

Lihat pula

Referensi

[97]

  1. ^ "New pre-history timeline discovered for Borneo". Borneo Post Online (dalam bahasa American English). 2018-10-22. Diakses tanggal 2020-05-03.
  2. ^ Suwarno, Aritta. "Optimising land use in Central Kalimantan Province, Indonesia". Wageningen University and Research.
  3. ^ Hose, Charles; Haddon, Alfred C.; Hose, Charles; McDougall, William (1912). The pagan tribes of Borneo; a description of their physical, moral intellectual condition, with some discussion of their ethnic relations,. London: Macmillan.
  4. ^ borneo
  5. ^ borneol definition
  6. ^ Wallerant, Frédéric (1921). "Sur le polymorphisme des composés chlorés et bromés du camphre". Bulletin de la Société française de Minéralogie. 44 (1): 6. doi:10.3406/bulmi.1921.3754. ISSN 0366-3248.
  7. ^ "'Baru nah'". Diarsipkan dari asli tanggal 2009-09-30. Diakses tanggal 2009-03-17.
  8. ^ Lam, Tania (2019-09-29). "Humans lived in Niah Caves 100,000 years ago". New Sarawak Tribune (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2020-05-03.
  9. ^ a b "History of Sarawak". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2020-05-03.
  10. ^ https://naditirawidya.kemdikbud.go.id/index.php/nw/article/viewFile/39/162
  11. ^ Sejarah Kalimantan Borneo 45 000 SM 2017 M, diakses tanggal 2020-05-03
  12. ^ "Political entities known in the archipelago, ca A.D. 250". Diarsipkan dari asli tanggal 2011-09-25. Diakses tanggal 2011-07-24.
  13. ^ http://print.kompas.com/baca/english/2016/07/16/Ancestors-of-Malagasy-Came-from-Banjar
  14. ^ http://syx-gf.blogspot.co.id/2016/07/leluhur-orang-madagaskar-dari-banjar.html
  15. ^ http://news.detik.com/berita/d-3345069/misteri-suku-banjar-yang-bermigrasi-dan-jadi-nenek-moyang-orang-madagaskar
  16. ^ https://en.wikisource.org/wiki/Catholic_Encyclopedia_(1913)/Odoric_of_Pordenone
  17. ^ (Indonesia) Slamet Muljana, Tafsir sejarah Nagarakretagama, PT LKiS Pelangi Aksara, 2006 ISBN 979-25-5254-5, 9789792552546
  18. ^ (Belanda)Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië". 23 (1–2): 218.
  19. ^ Yamin, Muhammad (1945). Gadjah Mada, pahlawan persatoean Noesantara. Balai Poestaka. ISBN 9789794073230. ; ; ISBN 979-666-195-0 Diarsipkan 2015-04-05 di Wayback Machine.
  20. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 61. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
  21. ^ (Inggris) MacKinnon, Kathy (1996). The ecology of Kalimantan. Oxford University Press. ISBN 9780945971733. ; ISBN 0-945971-73-7
  22. ^ (Inggris) Townsend, George Henry (1867). A manual of dates: a dictionary of reference to the most important events in the history of mankind to be found in authentic records (Edisi 2). Warne. hlm. 160.
  23. ^ (Inggris) Keppel, Sir Henry (1846). The expedition to Borneo of H.M.S. Dido for the suppression of piracy: with extracts from the journal of James Brooke, esq. of Sarāwak. Vol. 2 (Edisi 2). Chapman and Hall.
  24. ^ a b (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  25. ^ (Inggris) Crawfurd, John (1856). A descriptive dictionary of the Indian islands & adjacent countries. Bradbury & Evans. hlm. 65.
  26. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
  27. ^ (Inggris) Crawfurd, John (1856). A descriptive dictionary of the Indian islands & adjacent countries. Bradbury & Evans. hlm. 65.
  28. ^ https://www.vocsite.nl/geschiedenis/handelsposten/bandjarmasin.html
  29. ^ (Belanda) Blume, Carl Ludwig (1843). De Indische Bij. Vol. 1. H.W. Hazenburg. hlm. 333.
  30. ^ (Belanda) L. C. van Dijk, Ne©erland's vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Camobdja, Siam en Cochin-China, Scheltema, 1862
  31. ^ a b (Indonesia)Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. Diarsipkan dari asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2011-04-07. ; ;
  32. ^ a b (Belanda)van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neêrlands vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Cambodja, Siam en Cochin-China: een nagelaten werk. J. H. Scheltema. hlm. 137. ;
  33. ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1857). "Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde". 6. Lange & Co.: 241.
  34. ^ a b c d (Indonesia)Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Fadjar. Pemeliharaan CS1: Lokasi penerbit (link)
  35. ^ a b (Indonesia) Hermanus Johannes de Graaf, Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung, Grafitipers, 1986
  36. ^ ["(Indonesia) Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228". Diarsipkan dari asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2011-03-26. (Indonesia) Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228]
  37. ^ (Inggris) Popular encyclopedia (1862). The Popular Encyclopedia: Or, Conversations Lexicon. Blackie. hlm. 631.
  38. ^ (Inggris) Thorn, Sir William (2004). The conquest of Java. Tuttle Publishing. ISBN 0794600735.ISBN 978-0-7946-0073-0
  39. ^ (Inggris) Souza, George Bryan (2004). The Survival of Empire: Portuguese Trade and Society in China and the South China Sea 1630-1754. Cambridge University Press. hlm. 126. ISBN 0-521-53135-7.ISBN 978-0-521-53135-1
  40. ^ (Inggris) (1830)The Edinburgh Encyclopaedia. Vol. 3. Printed for W. Blackwood. hlm. 732.
  41. ^ Characteristics of the Diocese Diocese of Palangka Raya
  42. ^ (Inggris) "Brunei Museum journal". 2. 1971. ;
  43. ^ R. Suntharalingam, The British in Banjarmasin: An Abortive Attempt in Settlement 1700-1707
  44. ^ (Inggris) De Bow, James Dunwoody Brownson (1853). De Bow's review. Vol. 15. J.D.B. De Bow. hlm. 244.
  45. ^ (Inggris) MacGregor, M. P., John (1848). Commercial Statistics. hlm. 340.
  46. ^ (Inggris) Jedidiah Morse, Aaron Arrowsmith, Samuel Lewis (1819). The American universal geography: or, A view of the present state of all the kingdoms, states and colonies in the known world... (Edisi 7). Published by Lincoln & Edmands, S.T. Armstrong, West, Richardson & Lord. hlm. 687. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  47. ^ Sarip, Muhammad; Sheilla, Nanda Puspita (2024). Historipedia Kalimantan Timur dari Kundungga, Samarinda, hingga Ibu Kota Nusantara. Samarinda: RV Pustaka Horizon. ISBN 978-623-6805-66-4. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  48. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-07-17.
  49. ^ (Inggris) (1751)The Gentleman's magazine, vol. 21, hlm. 562
  50. ^ (Inggris)(1752)The True Briton. hlm. 63.
  51. ^ (Indonesia)Tomi (2014). Pasak Negeri Kapuas 1616-1822. Indonesia: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 232. ISBN 602961357X.ISBN 978-602-96135-7-5
  52. ^ (Indonesia) Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 55.
  53. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2018-02-22. Diakses tanggal 2018-02-21.
  54. ^ (Inggris) Pinkerton, John (1806). Modern geography: A description of the empires, kingdoms, states, and colonies; with the oceans, seas, and isles in all parts of the world... (Edisi 2). T. Cadell. hlm. 479.
  55. ^ (Inggris) Tegg, Thomas (1829). London encyclopaedia; or, Universal dictionary of science, art, literature and practical mechanics: comprising a popular view of the present state of knowledge. Vol. 4. Printed for Thomas Tegg. hlm. 339.
  56. ^ "Buginese on Borneo". Diarsipkan dari asli tanggal 2010-01-08. Diakses tanggal 2009-12-22.
  57. ^ (Inggris) Smedley, Edward (1845). Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge. hlm. 717.
  58. ^ "British expansion in the archipelago, 1786-1797". Diarsipkan dari asli tanggal 2012-05-13. Diakses tanggal 2011-07-24.
  59. ^ "British possessions in Indonesia, 1810-1817". Diarsipkan dari asli tanggal 2012-05-12. Diakses tanggal 2011-07-24.
  60. ^ (Indonesia) Anwar, Rosihan (2004). Sejarah kecil "petite histoire" Indonesia. Vol. 2. Penerbit Buku Kompas. hlm. 137. ISBN 979-709-141-4.ISBN 978-979-709-141-5
  61. ^ Padoeka Ratoe IMAN OEDDIN, Pangeran jang bertachta karadja'an KOTARIENG'AN (Belanda) Philippus Pieter Roorda van Eysinga, Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie. 3 boeken (in 5 pt.), 1841
  62. ^ (Inggris) Hamilton, Walter (M. R. A. S.) (1828). The East Indian gazetteer: containing particular descriptions of the empires, kingdoms, principalities, provinces, cities, towns, districts, fortresses, harbours, rivers, lakes, &c. of Hindostan, and the adjacent countries, India beyond the Ganges, and the Eastern archipelago; together ... Vol. 1 (Edisi 2). Printed for Parbury, Allen and Co. hlm. 283.
  63. ^ (Inggris) Royal Geographical Society (Great Britain), Norton Shaw, Hume Greenfield, Henry Walter Bates (1853). The Journal of the Royal Geographical Society ... Vol. 23. J. Murray. hlm. 85. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  64. ^ (Inggris) McCulloch, John Ramsay (1841). A Dictionary, Geographical, Statistical, and Historical: Of the Various Countries, Places and Principal Natural Objects in the World. Vol. 1. Longman, Orme, Brown, Green and Longmans. hlm. 414.
  65. ^ (Indonesia) Th. van den End, Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1987, ISBN 979-415-188-2, 9789794151884
  66. ^ (Inggris) Britain. Parliament, Great (1851). The Parliamentary debates (Authorized edition). Vol. 118. H. M. Stationery Office. hlm. 118.
  67. ^ (Indonesia)Poesponegoro (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19. Indonesia: PT Balai Pustaka. hlm. 275. ISBN 979-407-410-1. Diarsipkan dari asli tanggal 2014-01-04. Diakses tanggal 2011-06-22. ; ; ISBN 978-979-407-410-7
  68. ^ (Belanda) J. B. J Van Doren (1860). Bydragen tot de kennis van verschillende overzeesche landen, volken, enz. Vol. 1. J. D. Sybrandi. hlm. 241.
  69. ^ (Inggris) Cilacap (1830-1942): bangkit dan runtuhnya suatu pelabuhan di Jawa. Kepustakaan Populer Gramedia. 2002. ISBN 9789799023698. ; ; ; ISBN 979-9023-69-6
  70. ^ (Indonesia) Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Volume 2, Bulan Bintang, 1966
  71. ^ (Indonesia) Mayur, Gusti (1979). Perang Banjar. Rapi. hlm. 27.
  72. ^ http://www.antarakalbar.com/berita/313094/kesultanan-banjar-miliki-kaitan-dengan-sarawak-dan-landak Kesultanan Banjar Miliki Kaitan Dengan Sarawak dan Landak
  73. ^ Manuskrip surat Sultan Banjar ditemukan di Brunei
  74. ^ Relasi Kesultanan Banjar dengan Brunei Darussalam
  75. ^ ["(Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992 ISBN 979-407-410-1, 9789794074107". Diarsipkan dari asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2011-03-27. (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992 ISBN 979-407-410-1, 9789794074107]
  76. ^ (Inggris) Rottman, Gordon L. (2002). World War 2 Pacific island guide. Greenwood Publishing Group. hlm. 205. ISBN 0313313954. 9780313313950
  77. ^ (Inggris) Olson, James Stuart (1991). Historical dictionary of European imperialism. hlm. 70. ISBN 0313262578. ; ISBN 978-0-313-26257-9
  78. ^ suluhbanjar.blogspot.co.id/2011/09/ratu-jaleha-srikandi-gagah-berani-dalam.html
  79. ^ http://www.indonesianhistory.info/map/discoverethnic.html?zoomview=1 Diarsipkan 2012-05-13 di Wayback Machine.[ Adatrechtskringen (customary law circles) in the Netherlands Indies, 1918]
  80. ^ ["(Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda, PT Balai Pustaka, 1992 ISBN 979-407-411-X, 9789794074114". Diarsipkan dari asli tanggal 2013-07-31. Diakses tanggal 2011-03-20. (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda, PT Balai Pustaka, 1992 ISBN 979-407-411-X, 9789794074114]
  81. ^ (Indonesia) Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda. PT Balai Pustaka. 1992. hlm. 38. ISBN 979407411X. Diarsipkan dari asli tanggal 2013-07-31. Diakses tanggal 2011-03-20. ; ISBN 978-979-407-411-4
  82. ^ (Inggris) Keat Gin Ooi, The Japanese Occupation of Borneo, 1941-45 Routledge Studies in the Modern History of Asia, Taylor & Francis, 2011 ISBN 0-415-45663-0, 9780415456630
  83. ^ (Inggris) Rottman, Gordon L. (2002). World War 2 Pacific island guide. Greenwood Publishing Group. ISBN 0-313-31395-4.ISBN 978-0-313-31395-0
  84. ^ (Inggris) A. B. Feuer, Australian commandos: their secret war against the Japanese in World War II, Stackpole Military history series, Stackpole Books, 2006, ISBN 0-8117-3294-0, 9780811732949
  85. ^ (Indonesia) Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, Kronik revolusi Indonesia, Volume 1, Kepustakaan Populer Gramedia, 1999 ISBN 979-9023-27-0, 9789799023278. Diakses 3 September 2010]
  86. ^ "Digital Atlas - Regional rebellions and provincial boundaries, 1950-1954". Diarsipkan dari asli tanggal 2012-05-13. Diakses tanggal 2011-07-24.
  87. ^ "Digital Atlas - National elections, 1955: proportion of voters by province". Diarsipkan dari asli tanggal 2012-05-13. Diakses tanggal 2011-07-24.
  88. ^ The Malaysian Federation, Indonesia and the Philippines: A Study in Political Geography, The Geographical Journal, Sep., 1963
  89. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2011-10-14. Diakses tanggal 2011-10-14.
  90. ^ Indonesia, Malaya, and the North Borneo Crisis, Asian Survey, Apr., 1963
  91. ^ (Inggris) Davidson, Jamie (1995). From rebellion to riots: collective violence on Indonesian Borneo. NUS Press. hlm. 54. ISBN 9971694271. ; ISBN 978-9971-69-427-2
  92. ^ Hooliganism Continues in Indonesia
  93. ^ The Sarawak-Indonesia Border Insurgency
  94. ^ "City growth, 1930-1971". Diarsipkan dari asli tanggal 2012-05-13. Diakses tanggal 2011-07-24.
  95. ^ (Indonesia) van Klinken, Gerry (2007). Perang Kota Kecil. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 93. ISBN 9794616524. ISBN 978-979-461-652-9
  96. ^ Kalimantan - Indonesia
  97. ^ Tempat Wisata di Pangkalan Bun Kotawaringin Barat koranfakta.net

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya