Kerajaan Ismahayana Landak adalah sebuah kerajaan yang saat ini berlokasi di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Keraton Ismahayana Landak memiliki kronik sejarah yang relatif panjang, meskipun sumber-sumber tertulis yang membuktikan sejarah kerajaan ini bisa dikatakan sangat terbatas. Sama halnya dengan sumber dari cerita-cerita rakyat yang muncul di Ngabang, Kalimantan Barat, tempat di mana kerajaan ini berada.
Kendati demikian, bukti-bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan (keraton) hingga atribut-atribut kerajaan yang masih dapat kita saksikan hingga kini dan juga buku Indoek Lontar Keradjaan Landak yang ditulis oleh Gusti Soeloeng Lelanang (raja ke-19) pada tahun 1942, sesungguhnya cukup memadai untuk membuktikan perjalanan panjang kerajaan ini yang secara garis besar terbagi ke dalam dua fase, yakni fase Hindu dan fase Islam, ini telah dimulai sejak tahun 1275 M.
Awal pendirian
Diyakini oleh para ahli sejarah berdasarkan cerita masyarakat, bahwa pendiri kerajaan Landak adalah bangsawan dari Kerajaan Singasari. Nama asli bangsawan tersebut tidak diketahui.[1] Rombongan yang dipimpin bangsawan ini kemungkinan adalah anggota dari pasukan yang dikirim Kertanegara pada Ekspedisi Pamalayu yang tidak kembali ke Pulau Jawa ketika terjadi gejolak perubahan Kerajaan Singasari menjadi Kerajaan Majapahit, yang kemudian membelokkan tujuan menuju Tanjungpura. Ia kemudian mendarat di Ketapang, lalu mengikuti Sungai Kapuas hingga ke sungai Landak Kecil dan mendarat di Kuala Mandor.[2]
Di versi lain, rombongan ini singgah sementara di Padang Tikar sebelum mengikuti sungai Tenganap dan mendarat di Sekilap (sekarang disebut Sepatah).[3] Tempat ini kemudian dikenal dengan nama Anggrat Bator atau Ningrat Bator. Menurut cerita lokal, dia kemudian mendapatkan kepercayaan dan pengikut dari masyarakat lokal dengan membagikan garam.[2] Lalu kemudian mendirikan kerajaan Landak di daerah tersebut dan mengambil gelar "Ratu Sang Nata Pulang Pali" dan menjadi pendiri dinasti "Ismahayana".[2][3]
Periode pemerintahan
Periode pemerintahan kerajaan ini di bagi ke dalam empat periode dari dua fase, yaitu: Fase Hindu
Kerajaan Landak di Ningrat Batur (1292–1472)
Fase Islam
Kerajaan Landak di Mungguk Ayu (1472–1703)
Kerajaan Landak di Bandong (1703–1768)
Kerajaan Landak di Ngabang (1768–sekarang)
Wilayah kekuasaan
Wilayah kekuasaan Kerajaan Ismahayana Landak kira-kira mencakup seluruh Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Pada tiga periode awal, secara geografis wilayah yang dikuasai kerajaan ini meliputi daerah sepanjang Sungai Landak berikut sungai-sungai kecil yang merupakan cabang darinya. Sungai yang merupakan anakan Sungai Kapuas ini memiliki panjang sekitar 390 km. Dalam perkembangannya kemudian, cakupan wilayah kekuasaan Landak semakin luas hingga daerah-daerah pedalaman. Jika dibayangkan dengan kondisi saat ini, kira-kira batas wilayah Kerajaan Landak menyerupai wilayah Kabupaten Landak yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sanggau di sebelah timur; Kabupaten Mempawah di sisi barat; Kabupaten Bengkayang di bagian utara; dan bagian selatan oleh Kabupaten Ketapang.
Ditengarai bahwa alasan pokok para pendahulu Kerajaan Landak memilih bantaran Sungai Landak sebagai tempat bermukim adalah karena di sepanjang sungai ini memiliki potensi kekayaan alam yang luar biasa, yakni intan dan emas. Usman[4] mengatakan bahwa intan terbesar yang pernah ditemukan dan dimiliki oleh Kerajaan Landak bernama Palladium Intan Kubi (intan ubi) dengan berat 367 karat. Setelah penemuan itu, intan tersebut diberi nama sebagai Intan Danau Raja. Intan ini ditemukan tatkala Raden Nata Tua Pangeran Sanca Nata Kusuma Tua (1714–1764) bertahta sebagai raja Landak ke XIX di Bandong. Lebih lanjut, sebagai sebuah kerajaan, Landak tidak menutup diri dengan dunia luar. Kerajaan ini justru aktif menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di sekitar Kalimantan Barat. Relasi yang dibangun adalah hubungan kekerabatan, seperti dengan Kesultanan Sambas Alwazikhubillah, Kerajaan Mempawah Amantubillah, Kerajaan Sanggau, Kerajaan Matan, dan Kerajaan Tayan.[5]
Silsilah
Silsilah Raja-raja Kerajaan Landak dibagi menjadi empat periode pemerintahan serta dua fase keagamaan: Hindu dan Islam. Keempat periode yang dimaksud berkiblat pada keberadaan Istana Kerajaan Landak yang tercatat pernah menempati empat lokasi berbeda.
Fase Hindu
Kerajaan Landak di Ningrat Batur (1292–1472)
Ratu Sang Nata Pulang Pali I
Ratu Sang Nata Pulang Pali II
Ratu Sang Nata Pulang Pali III
Ratu Sang Nata Pulang Pali IV
Ratu Sang Nata Pulang Pali V
Ratu Sang Nata Pulang Pali VI
Ratu Sang Nata Pulang Pali VII
Fase Islam
Kerajaan Landak di Mungguk Ayu (1472–1703)
Raden Iswaramahayan Raja Adipati Karang Tanjung Tua atau Raden Abdul Kahar (1472–1542) (Islam masuk pada periode ini di Kerajaan Landak)
Raden Pati Karang Raja Adipati Karang Tanjung Muda (1542–1584)
Raden Cili (Tjili) Pahang Tua Raja Adipati Karang Sari Tua (1584–1614)
Raden Karang Tedung Tua (wakil raja) Raja Adipati Karang Tedung Tua (1614–1644)
Raden Cili (Tjili) Pahang Muda Raja Adipati Karang Sari Muda (1644–1653)
Raden Karang Tedung Muda (wakil raja) Raja Adipati Karang Tedung Muda (1679–1689)
Raden Mangku Tua (wakil raja) Raja Mangku Bumi Tua (1679–1689)
Raden Kusuma Agung Tua (1689–1693)
Raden Mangku Muda (wakil Raja) Pangeran Mangku Bumi Muda (1693–1703)
Kerajaan Landak di Bandong (1703–1768)
Raden Kusuma Agung Muda (1703–1709)
Raden Purba Kusuma (wakil raja) Pangeran Purba Kusuma (1709–1714)
Raden Nata Tua Pangeran Sanca Nata Kusuma Tua (1714–1764)
Raden Anom Jaya Kusuma (wakil raja) Pangeran Anom Jaya Kusuma (1764–1768)
Kerajaan Landak di Ngabang (1768–sekarang), dengan kepala negara bergelar Paduka Panembahan dan kepala pemerintahan bergelar Paduka Pangeran[6]
Raden Nata Muda Pangeran Sanca Nata Kusuma (1768–1798)
Raden Bagus Nata Kusuma (wakil raja) Ratu Bagus Nata Kusuma (1798–1802)
Gusti Husin (wakil raja) Gusti Husin Suta Wijaya (1802–1807)
Panembahan Gusti Muhammad Aliuddin (1807–1833)
Haji Gusti Ismail (wakil panembahan) Pangeran Mangkubumi Haji Gusti Ismail (1833–1835)
Panembahan Gusti Mahmud Akamuddin (1835–1838)
Ya Mochtar Unus (wakil panembahan) Pangeran Temenggung Kusuma (1838–1843)
Panembahan Gusti Muhammad Amaruddin Ratu Bagus Adi Muhammad Kusuma (1843–1868)
Gusti Doha (wakil panembahan) (1868–1872)
Panembahan Gusti Abdulmajid Kusuma Adiningrat (1872–1875)
Haji Gusti Andut Muhammad Tabri (wakil panembahan) Pangeran Wira Nata Kusuma (1875–1890)
Gusti Ahmad (wakil panembahan) Pangeran Mangkubumi Gusti Ahmad (1890–1895)
Panembahan Gusti Abdulazis Kusuma Akamuddin (1895–1899)[7]
Gusti Bujang Isman Tajuddin (wakil panembahan) Pangeran Mangkubumi Gusti Bujang (1899–1922)
Panembahan Gusti Abdul Hamid (1922–1943)
H. Gusti Mustafa Sotol (wakil panembahan) (1943–1945)
Haji Gusti Mohammad Appandi Ranie (wakil panembahan) Pangeran Mangkubumi Gusti Mohammad Appandi Ranie Setia Negara (1946, hanya sekitar 4 bulan berkuasa)
Pangeran Ratu Haji Gusti Amiruddin Hamid (?)
Drs. Gusti Suryansyah Amiruddin, M.Si. Pangeran Ratu Keraton Landak (2000–sekarang)
^ abcRachman, Ansar (1971). Tandjungpura berdjuang, sedjarah Kodam XII/Tandjungpura, Kalimantan Barat (dalam bahasa Indonesian). Semdam.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^ abUsman, Syarifuddin; Sotol, H. Gusti Syafiudin Mustafa; Aliamin, Ya' Jafar (2002). Susur galur Kerajaan Landak : sejarah perkembangan bekas kerajaan Landak dari pertumbuhan tahun 1292 hingga restrukturisasi dan refungsionalisasi budaya tahun 2000 / dihimpun dan ditulis kembali oleh Syafaruddin Usman M.H.D. ; editor, H. Gusti Syafiudin Mustafa Sotol, Ya' Jafar Aliamin (dalam bahasa Indonesian). Romeo Grafika.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)