Ilmu atau ilmu pengetahuan (disebut juga sains; serapan dari bahasa Latin: scientia) adalah suatu usaha sistematis dengan metode ilmiah dalam pengembangan dan penataan pengetahuan yang dibuktikan dengan penjelasan dan prediksi yang teruji sebagai pemahaman manusia tentang alam semesta dan dunianya.[1][2][3] Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu diperoleh dari keterbatasannya.[4]
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi, dengan kata lain ilmu terbentuk dari 3 cabang filsafat yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi, jika ketiga cabang itu terpenuhi berarti sah dan diakui sebagai sebuah ilmu.
Ilmu alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
Kata ilmu dalam Arab: علم ("ilm")[5] yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.[6] Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
Istilah "model", "hipotesis", "teori", dan "hukum" mengandung arti yang berbeda dalam keilmuan dari pemahaman umum. Para ilmuwan menggunakan istilah model untuk menjelaskan sesuatu, secara khusus yang bisa digunakan untuk membuat dugaan yang bisa diuji dengan melakukan percobaan/eksperimen atau pengamatan.
Suatu hipotesis adalah dugaan-dugaan yang belum didukung atau dibuktikan oleh percobaan, dan hukum fisika atau hukum alam adalah generalisasi ilmiah berdasarkan pengamatan empiris.
Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi matematis. Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan diantaranya kalkulus dan statistika, meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai penerapannya, bahkan bidang "murni" seperti teori bilangan dan topologi.
Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan bahwa pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan. Sebagian lainnya tidak menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna untuk menggambarkan/menjelaskan alam semesta telah menjadi isu utama bagi filsafat matematika.
Lihat Eugene Wigner, The Unreasonable Effectiveness of Mathematics.
Richard Feynman berkata, "Matematika itu tidak nyata, tapi terasa nyata. Di manakah tempatnya berada?", sedangkan Bertrand Russell sangat senang mendefinisikan matematika sebagai "subjek yang kita tidak pernah tahu apa yang sedang kita bicarakan, dan kita tidak tahu pula kebenarannya".
Dalam filsafat, ilmu termasuk jenis aksiden dalam kategori relasi.
Dalam ilmu, terdapat subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Relasi antara kedua hal tersebut disebut sebagai ilmu. Pandangan ini didukung oleh Fakhruddin Ar-Razi.[7] Pendapat yang berbeda diberikan oleh para filsuf peripatetik. Mereka meyakini bahwa ilmu bukanlah sebuah relasi.
Pendapat mereka mengenai ilmu adalah sebuah gambaran yang diketahui melalui penalaran.[8]
Mazhab Asy'ariyah mengartikan ilmu sebagai sebuah sifat yang ada di dalam zat yang berkaitan dengan sesuatu yang diketahui. Definisi yang mewakili mazhab ini diberikan oleh Ali bin Abdul Aziz Al-Qadhi Al-Jurjani. Ia mengartikan ilmu sebagai sifat yang memperjelas sesuatu yang diketahui bagi sosok yang memiliki sifat tersebut.[8] Abu al-Hasan al-Asy'ari yang merupakan tokoh utama dalam mazhab Asy'ariyah mengartikan ilmu sebagai sesuatu yang membuat sosok yang mengetahui dapat mengetahui apa yang ia ketahui.[9]
Konseling
Penemuan baru pada ilmu sains dasar dapat mengubah dunia. Contohnya:
...modern science is a discovery as well as an invention. It was a discovery that nature generally acts regularly enough to be described by laws and even by mathematics; and required invention to devise the techniques, abstractions, apparatus, and organization for exhibiting the regularities and securing their law-like descriptions.
|url-status=
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "nb", tapi tidak ditemukan tag <references group="nb"/> yang berkaitan
<ref>
<references group="nb"/>
Lokasi Pengunjung: 44.220.249.141