Letusan super (supereruption) Toba adalah letusan Gunung Toba, sebuah gunung berapi super, yang terjadi antara 69.000 dan 77.000 tahun yang lalu di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, Indonesia. Letusan ini diakui sebagai salah satu letusan gunung terdahsyat di Bumi. Hipotesis bencana Toba berpendapat bahwa peristiwa alam ini mengakibatkan musim dingin vulkanik di seluruh dunia selama 6–10 tahun dan masa pendinginan selama 1.000 tahun.
Peristiwa Toba merupakan letusan super yang paling sering diteliti.[2][3][4] pada tahun 1993, jurnalis sains Ann Gibbons memaparkan adanya hubungan antara letusan Toba dan penyusutan populasi manusia. Michael R. Rampino dari New York University dan Stephen Self dari University of Hawaii at Manoa mendukung ide tersebut. Tahun 1998, teori penyusutan dikembangkan lebih jauh oleh Stanley H. Ambrose dari University of Illinois at Urbana-Champaign.
Letusan Toba atau peristiwa Toba terjadi di daerah yang saat ini merupakan Danau Toba sekitar 73.000±4000 yr Sebelum Masehi (Before Christ; BC).[5][6] Letusan ini merupakan yang terakhir dan terbesar dari empat letusan Toba selama kala Kuarter. Letusan ini dikenal juga dengan sebutan Youngest Toba Tuff atau YTT.[7][8] Letusan ini memiliki Indeks Letusan Vulkanik sebesar 8 ("apokaliptik") atau magnitudo ≥ M8; efek letusan terhadap kompleks kaldera seluas 100X30 km sangat besar.[9] Perkiraan ekuivalen batuan padat (DRE) terhadap volume eruptif letusan ini berkisar antara 2000 km3 dan 3000 km3 – perkiraan DRE yang paling lazim adalah 2800 km3 (sekitar 7×1015 kg) berwujud magma letusan dan 800 km3 di antaranya mengendap dalam bentuk debu vulkanik.[10] Massa letusannya 100 kali lebih besar daripada letusan gunung terbesar dalam sejarah modern, letusan Gunung Tambora di Indonesia tahun 1815 yang mengakibatkan "Tahun Tanpa Musim Panas" 1816 di belahan utara Bumi.[11]
Letusan Toba terjadi di Indonesia dan menghasilkan lapisan endapan debu setebal kira-kira 15 sentimeter di seluruh Asia Selatan. Debu vulkanik juga mengendap di Samudra Hindia, Laut Arab, dan Laut Cina Selatan.[12] Inti laut dalam yang diambil dari Laut Cina Selatan telah membuktikan besarnya jangkauan letusan, sehingga perhitungan massa letusan sebesar 2800 km3 dianggap sebagai jumlah minimum atau bahkan terlalu kecil.[13]
Letusan Toba tampaknya terjadi bersamaan dengan munculnya periode glasial terakhir. Michael L. Rampino dan Stephen Self berpendapat bahwa letusan tersebut mengakibatkan "pendinginan singkat yang dramatis atau 'musim dingin vulkanik'" yang menurunkan suhu permukaan rata-rata dunia sebesar 3–5 °C dan mempercepat transisi dari suhu panas ke dingin dalam siklus glasial terakhir.[14] Bukti dari inti es Greenland menunjukkan adanya periode minim δ18O selama 1.000 tahun dan peningkatan endapan debu setelah letusan Toba. Letusan ini bisa jadi menghasilkan periode suhu dingin selama 1.000 tahun tersebut (stadial); dua abad di antaranya disebabkan oleh bertahannya muatan stratosfer Toba.[15] Rampino dan Self yakin bahwa pendinginan global sudah berlangsung saat letusan terjadi, namun prosesnya lambat; YTT "mungkin memberi 'tendangan' kuat sehingga sistem iklim beralih dari suhu panas ke dingin".[16] Walaupun Clive Oppenheimer menolak hipotesis bahwa letusan ini menyebabkan periode glasial terakhir,[17] ia setuju bahwa letusan Toba menyebabkan iklim dingin selama satu milenium sebelum peristiwa Dansgaard-Oeschger abad ke-19.[18]
Menurut Alan Robock,[19] yang pernah menerbitkan sejumlah makalah tentang musim dingin nuklir, letusan Toba tidak mendahului periode glasial terakhir. Namun dengan asumsi adanya emisi sulfur dioksida sebesar enam miliar ton, simulasi komputernya menunjukkan bahwa pendinginan global maksimum sebesar 15 °C terjadi selama tiga tahun setelah letusan, dan pendinginan tersebut bertahan selama beberapa dasawarsa dan bersifat mematikan. Karena tingkat selang adiabatik jenuh untuk suhu di atas titik beku adalah 4,9 °C/1.000 m,[20] garis pohon dan garis salju pada waktu itu lebih rendah 3.000 m (9.900 ft). Iklim kembali pulih setelah beberapa dasawarsa, dan Robock tidak menemukan bukti bahwa periode dingin 1.000 tahun yang tercatat di inti es Greenland diakibatkan oleh letusan Toba. Berbeda dengan Robock, Oppenheimer percaya bahwa perkiraan penurunan suhu permukaan sebesar 3–5 °C mungkin terlalu tinggi. Ia berpendapat bahwa suhu turun sebesar 1 °C saja.[21] Robock mengkritik Oppenheimer karena analisisnya didasarkan pada hubungan T-forcing yang sederhana.[22]
Meski ada berbagai macam perkiraan, para ilmuwan sepakat bahwa letusan super sebesar letusan Toba pasti menghasilkan lapisan debu yang sangat luas dan pelepasan gas beracun dalam jumlah besar ke atmosfer, sehingga memengaruhi iklim dan cuaca di seluruh dunia.[23] Selain itu, data inti es Greenland memperlihatkan perubahan iklim yang mendadak pada masa letusan Toba,[24] tetapi tidak ada konsensus bahwa letusan ini secara langsung menciptakan periode dingin 1.000 tahun yang tercatat di Greenland atau periode glasial terakhir.[25]
Para arkeolog yang menemukan lapisan debu vulkanik kaca mikroskopik di sedimen Danau Malawi pada tahun 2013, dan menghubungkan debu tersebut dengan letusan super Toba 75.000 tahun yang lalu, melihat tidak adanya perubahan jenis fosil yang dekat dengan lapisan debu yang terbentuk pasca musim dingin vulkanik. Bukti ini membuat arkeolog menyimpulkan bahwa letusan gunung berapi terbesar sepanjang sejarah umat manusia tidak mengubah iklim Afrika Timur.[26][27]
Letusan Toba telah dikaitkan dengan penyusutan genetik evolusi manusia sekitar 50.000 tahun yang lalu[28][29] yang terjadi akibat berkurangnya jumlah manusia karena efek letusan terhadap iklim global.[30]
Menurut teori penyusutan genetik, antara 50.000 dan 100.000 tahun yang lalu, populasi manusia berkurang tajam menjadi 3.000–10.000 orang.[31][32] Teori ini didukung oleh bukti genetik yang menunjukkan bahwa umat manusia masa kini adalah keturunan dari sedikit sekali manusia, antara 1.000 sampai 10.000 pasangan, sekitar 70.000 tahun yang lalu.[33]
Pendukung teori penyusutan genetik berpendapat bahwa letusan Toba mengakibatkan bencana ekologi global, termasuk kehancuran tanaman diiringi kekeringan parah di sabuk hutan hujan tropis dan kawasan monsun. Contohnya, musim dingin vulkanik selama 10 tahun yang diakibatkan letusan telah melenyapkan sebagian besar sumber makanan manusia dan menyebabkan berkurangnya populasi manusia.[22] Perubahan lingkungan seperti ini bisa jadi menghasilkan penyusutan populasi beberapa spesies, termasuk hominid;[34] penyusutan ini mempercepat diferensiasi dari populasi manusia yang sedikit. Karena itu, perbedaan genetik di kalangan manusia modern merupakan cerminan perubahan yang terjadi pada 70.000 tahun terakhir, bukan diferensiasi bertahap selama jutaan tahun.[35]
Penelitian lain memunculkan keraguan terhadap teori penyusutan genetik. Misalnya, peralatan batu kuno di India selatan ditemukan di atas dan di bawah lapisan debu tebal dari letusan Toba dan bentuknya serupa, artinya awan debu dari letusan tersebut tidak memusnahkan populasi di daerah ini.[36][37][38] Bukti arkeologi lain dari India selatan dan utara juga menunjukkan sedikitnya bukti dampak letusan terhadap penduduk setempat, sehingga para peneliti berkesimpulan bahwa "banyak makhluk hidup yang selamat dari letusan super ini, bertentangan dengan penelitian lain yang menunjukkan kepunahan hewan dan penyusutan genetik dalam jumlah besar".[39] Akan tetapi, bukti dari analisis serbuk sari memperlihatkan adanya deforestasi panjang di Asia Selatan. Sejumlah peneliti berpendapat bahwa letusan Toba mungkin memaksa manusia menggunakan strategi adaptasi yang baru, sehingga mereka dapat menggantikan manusia Neanderthal dan "spesies manusia kuno lainnya".[40] Pendapat tersebut tidak sejalan dengan bukti keberadaan Neanderthal di Eropa dan Homo floresiensis di Asia Tenggara yang masing-masing selamat dari letusan ini selama 50.000 dan 60.000 tahun.[41]
Kekurangan lain dalam teori penyusutan pasca-Toba adalah sulitnya memperkirakan dampak iklim global dan regional letusan ini dan sedikitnya bukti pasti letusan ini sebelum penyusutan.[42] Selain itu, analisis genetik urutan Alu di seluruh genom manusia memperlihatkan bahwa ukuran populasi manusia yang efektif kurang dari 26.000 orang pada 1,2 juta tahun yang lalu. Penjelasan yang memungkinkan untuk rendahnya jumlah leluhur manusia meliputi penyusutan populasi yang terjadi berulang-ulang atau peristiwa penggantian periodik dari subspesies Homo lain.[43]
Teori bencana Toba berpendapat bahwa penyusutan populasi manusia terjadi sekitar 70.000 tahun yang lalu. Jumlah manusia berkurang menjadi kurang lebih 15.000 orang ketika Toba meletus dan mengakibatkan perubahan lingkungan besar, termasuk musim dingin vulkanik.[44] Teori ini didasarkan pada bukti geologi perubahan iklim mendadak pada waktu itu dan penggabungan beberapa gen (termasuk DNA mitokondria, kromosom Y, dan sejumlah gen inti)[45] serta variasi genetik yang relatif rendah pada manusia modern.[44] Misalnya, menurut sebuah hipotesis, DNA mitokondria manusia (diwariskan dari garis ibu/maternal) dan DNA kromosom-Y (diwariskan dari garis bapak/paternal) masing-masing bergabung sekitar 140.000 dan 60.000 tahun yang lalu. Ini menunjukkan bahwa leluhur perempuan semua manusia modern berasal dari satu perempuan (Eva mitokondria) sekitar 140.000 tahun yang lalu, dan leluhur laki-lakinya berasal dari satu laki-laki (Adam kromosom-Y) sekitar 60.000 sampai 90.000 tahun yang lalu.[46]
Namun, gabungan seperti itu dapat diperkirakan secara genetik dan tidak benar-benar menentukan penyusutan populasi karena DNA mitokondria dan DNA kromosom Y hanya merupakan sebagian kecil dari genom manusia. Keduanya bersifat tidak biasa (atipikal) sehingga diwariskan secara eksklusif melalui ibu atau bapak. Kebanyakan gen diwariskan secara acak dari bapak atau ibu, jadi tidak bisa dilacak sampai ke leluhur matrilineal atau patrilineal.[47] Gen-gen lain memiliki jumlah gabungan sejak 2 juta sampai 60.000 tahun yang lalu, sehingga memunculkan keraguan terhadap peristiwa penyusutan manusia dalam jumlah besar.[44][48]
Penjelasan lain yang memungkinkan mengenai sedikitnya variasi genetik manusia modern adalah model transplantasi atau "penyusutan panjang", bukan perubahan lingkungan akibat bencana.[49] Ini konsisten dengan pendapat bahwa populasi manusia di Afrika sub-Sahara berkurang hingga 2.000 orang selama 100.000 tahun, kemudian bertambah pada Zaman Batu Terakhir.[50]
Salah satu hambatan studi lokus tunggal adalah besarnya keacakan proses penentuan (fixation process), dan studi yang mempertimbangkan keacakan ini memperkirakan populasi manusia yang efektif sekitar 11.000–12.000 orang.[51][52]
Sejumlah bukti menunjukkan adanya penyusutan genetik pada hewan lain pasca letusan Toba. Simpanse Afrika Timur,[53] orangutan Kalimantan,[54] monyet India tengah,[55] cheetah, harimau,[56] dan pemisahan kelompok gen inti gorila daratan rendah timur dan barat[57] berhasil mengembalikan populasinya dari jumlah yang sangat sedikit sekitar 70.000–55.000 tahun yang lalu.
Persebaran geografis populasi manusia saat letusan terjadi tidak diketahui secara pasti. Manusia yang selamat mungkin tinggal di Afrika dan bermigrasi ke wilayah lain di dunia. Analisis DNA mitokondria memperkirakan bahwa migrasi besar dari Afrika terjadi 60.000–70.000 tahun yang lalu.[58] Jumlah tersebut konsisten dengan perkiraan waktu letusan Toba sekitar 66.000–76.000 tahun yang lalu.
Akan tetapi, temuan arkeologi terbaru menunjukkan bahwa populasi manusia di Jwalapuram, India Selatan, mungkin selamat dari efek letusan.[59] Selain itu, dipaparkan pula bahwa populasi hominid terdekat, seperti Homo floresiensis di Flores, selamat karena mereka tinggal di daerah yang membelakangi angin dari Toba.[60]
|first10=
|last10=
|coauthors=
|author=
|url=
|coauthor=
Памятник градостроительства и архитектурыДом архитектора А. Д. Крячкова 56°27′58″ с. ш. 84°57′23″ в. д.HGЯO Страна Россия Город Томск Местоположение проспект Кирова, 7 Архитектурный стиль Рациональный модерн Автор проекта А. Д. Крячков Строительство 1910—1911 годы
ПосёлокБарабка 54°39′32″ с. ш. 83°25′49″ в. д.HGЯO Страна Россия Субъект Федерации Новосибирская область Муниципальный район Искитимский Сельское поселение Тальменский сельсовет История и география Площадь 0,66 км² Часовой пояс UTC+7:00 Население Население ↘294[1]&…
This article's factual accuracy is disputed. Relevant discussion may be found on the talk page. Please help to ensure that disputed statements are reliably sourced. (November 2023) (Learn how and when to remove this template message) Dialect of Dutch Hollandic (in dark red) within the Low Franconian-speaking area in Belgium, the Netherlands, France and Germany Hollandic or Hollandish (Dutch: Hollands [ˈɦɔlɑnts]) is the most widely spoken dialect of the Dutch language. Hollandic is am…
Чин — термін, який має кілька значень. Ця сторінка значень містить посилання на статті про кожне з них.Якщо ви потрапили сюди за внутрішнім посиланням, будь ласка, поверніться та виправте його так, щоб воно вказувало безпосередньо на потрібну статтю.@ пошук посилань саме сю…
ستيتش (بالإنجليزية: Stitch) معلومات شخصية عائلة جامبا جوكيبا (مخترع/شخصية والد) ليلو بيليكاي (مالك وأفضل صديق; الأفلام والمسلسلات) ناني بيليكاي (ناظرة; الأفلام والمسلسلات) ويندي بليكلي (صديق) ريوبن (التجربة 625) (ابن عم) أكثر من 600 تجربة أخرى ابناء عم ليروي (أخ توأم) الحياة العملي…
Shire of Wakool Local Government Area van Australië Ligging van Shire of Wakool in Nieuw-Zuid-Wales Situering Staat Nieuw-Zuid-Wales Hoofdplaats Moulamein Coördinaten 35°5'ZB, 144°2'OL Algemene informatie Oppervlakte 7519,7[1] km² Inwoners 4427 (juni 2009)[2] Overig Wards 3 Portaal Australië Shire of Wakool is een Local Government Area (LGA) in Australië in de staat Nieuw-Zuid-Wales. Shire of Wakool telt 4427 inwoners. De hoofdplaats is Moulamein. Plaatsen Shi…
Wereldduits(Weltdeutsch) Auteur Wilhelm Ostwald Jaar 1915 Classificatie Algemeen Kunsttaal Taalcodes ISO 639-2(B) art Portaal Taal Wilhelm Ostwald Het Wereldduits (Weltdeutsch) is een op basis van het Duits ontworpen kunsttaal. Deze taal moest op cultuuroverstijgend niveau gebruikt worden en dienen als lingua franca, bijvoorbeeld binnen de Duitse koloniën (hiervoor werd later een andere kunsttaal ontworpen, het Koloniaal Duits). Geschiedenis In 1915 stelde de Duitse taalkundige Wil…
نمط الفشل وتحليل الآثار (بالإنجليزية: Failure mode and effects analysis) اختصاراً FMEA يعد واحداً من أوائل الأدوات المنهجية المستخدمة من أجل تحليل الإخفاق. طوّرت هذه الأداة من قبل مهندسي الوثوقية في خمسينيات القرن العشرين لدراسة المشاكل التي يمكن أن تنشأ من التصنيع الخاطئ في المجال العسكر
Die Grundrententheorie ist eine Theorie der klassischen Nationalökonomie, die erklärt, warum und in welcher Form im Wirtschaftskreislauf eine Grundrente anfällt. Die Grundrente (auch Bodenrente, Differentialrente oder einfach nur Rente) ist der Teil des Ertrages, den ein Pächter dem Eigentümer des von ihm als Ackerboden, Baugelände, zur Forstwirtschaft, im Bergbau oder wie auch immer genutzten Bodens regelmäßig zu entrichten hat. In spezifischem Sinn bezeichnet Grund- oder Bodenrente die…
1913 economics book by Rosa Luxemburg This article is about the book by Rosa Luxemburg. For the gathering of objects of value, see Accumulation of capital. For the book by Joan Robinson, see Joan Robinson's growth model. Part of a series aboutImperialism studies Theories Dependency theory Intercommunalism Neo-Gramscianism Neocolonialism Social imperialism Super-imperialism Three Worlds Theory Ultra-imperialism World-systems theory Concepts Ecologically unequal exchange North–South model Unequa…
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini.Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala.Tag ini diberikan pada Desember 2022. Kees BrusseBrusse pada 1978Lahir26 Februari 1925Rotterdam, BelandaMeninggal9 Desember 2013(2013-12-09) (umur 88)Laren, BelandaPekerjaanPemeranSutradaraTahun aktif1936–2004 Kees Brusse (pengucapan bahasa Belanda: [ˈbrɵsə]; 26 Februari …
Peta menunjukkan lokasi Taytay Data sensus penduduk di Taytay Tahun Populasi Persentase 1995144.748—2000198.1836.97%2007262.4853.95% Taytay adalah munisipalitas yang terletak di provinsi Rizal, Filipina. Pada tahun 2010, munisipalitas ini memiliki populasi sebesar 306.036 jiwa dan 60.051 rumah tangga. Pembagian wilayah Secara administratif Taytay terbagi menjadi 5 barangay, yaitu: Nama barangay Jumlah penduduk Kepala pemerintahan Dolores (Pob.) 59,914 Jhune Macabuhay Muzon 23,837 Aniel Cruz Sa…
This article includes a list of references, related reading, or external links, but its sources remain unclear because it lacks inline citations. Please help to improve this article by introducing more precise citations. (December 2011) (Learn how and when to remove this template message) A Reverie for Mister Ray AuthorMichael BishopMichael H. Hutchins (editor)Cover artistJamie BishopCountryUnited StatesLanguageEnglishGenreNonfictionPublisherPS PublishingPublication dateMay 2005Media t…
Cet article est une ébauche concernant le Colorado. Vous pouvez partager vos connaissances en l’améliorant (comment ?) selon les recommandations des projets correspondants. L'Alamo Placita est un quartier de Denver dans le Colorado, également connu sous le nom d'Alamo Placita Park. Les limites du quartier sont dessinées par les rues Downing Street (Est), Speer Boulevard (Sud), Pennsylvania Street (Ouest), 6th Avenue (Nord) et 7th Avenue (nord). Entrée du parc Alamo Placita qui donne …
English bishop (1375 – 1447) Cardinal Beaufort redirects here. For the racehorse, see Cardinal Beaufort (horse). For other people named Henry Beaufort, see Henry Beaufort (disambiguation). Henry BeaufortCardinal, Bishop of WinchesterImaginary depiction by James Parker, 1791ChurchRoman Catholic ChurchProvinceCanterburyDioceseWinchesterInstalled1404Term ended1447PredecessorWilliam of WykehamSuccessorWilliam WaynfleteOther post(s) Lord Chancellor of England Cardinal Priest of Sant'Eusebio OrdersC…
Dravidian ethnic group of southwestern India TuluvasTotal populationc. 1.8 millionRegions with significant populations India1,846,427 (2011 census)[1]LanguagesTuluReligionMajority: HinduismMinority: Jainism[2]Related ethnic groupsPancha-Dravida, Dravidian, Kannadigas, Konkanis, Kodavas, Malayali[3] PersonTuḷuvaPeopleTuḷuvarŭLanguageTuḷuCountryTuḷu Nāḍŭ The Tulu people or Tuluvas are an ethno-linguistic and ethno-cultural group from Southern India. T…
Political party in Vietnam Daiviet Populist Revolutionary PartyĐại-việt Duy-dân Cách-mệnh Đảng FounderLý Đông AFoundedJanuary 1, 1943IdeologyPopulismVietnamese nationalismAnti-communismParty flagWebsitehttps://thangnghia.orgPolitics of VietnamPolitical partiesElections Daiviet Populist Revolutionary Party (Chinese: 大越維民革命黨), Vietnamese: Đại-việt Duy-dân Cách-mệnh Đảng, Việt Duy-dân Đảng), was a nationalist and anti-communist political party …
G.B.J. Hiltermann Gustavo Bernardo José Hiltermann (born 1 May 1914 in Buenos Aires, died 15 July 2000 in Amsterdam) was a Dutch journalist, jurist, political commentator, publisher and, since receiving his Ph.D. in 1972 with a dissertation on 'Eastern Europe and the German partition', also a historian. Given names Hiltermann was born from Dutch parents in Argentina. As told by himself his parents wanted to name him Gustaaf Bernard Jozef but Argentinian law only allowed Spanish given names. Hil…
Toma AudoArcheparki UrmiaTakhtaUskup Agung Eparki UrmiaMasa jabatan1 Mei 1892—27 Juli 1918PendahuluPierre Elie XII AbboloyonanPenerusIsaac-Jesu-Yab KhoudabacheInformasi pribadiLahir(1854-10-10)10 Oktober 1854AlqoshMeninggal27 Juli 1918(1918-07-27) (umur 63)UrmiaJabatan sebelumnyaPendeta Mar Toma Audo (bahasa Suryani: ܬܐܘܡܐ ܐܘܕܘ), atau dieja Thomas Audo (Oktober 10, 1854 - Juli 27, 1918) adalah Uskup Agung dari Archeparky Urmia Katolik Kaldea (1890-1918), dalam Gereja Kato…
Цветовая субдискретизация (англ. Chroma subsampling) — технология кодирования изображений, при которой показатели яркости сохраняются для каждого пикселя, а данные о цвете — для групп пикселей, так частота выборки цветоразностных сигналов может быть меньше частоты выбор…
Lokasi Pengunjung: 107.21.137.184