Kesultanan Limboto (sebelumnya dikenal sebagai Kerajaan Limboto; Gorontalo: Pohala'a Limutu) adalah sebuah kesultanan yang pernah menguasai sebagian wilayah di Semenanjung Utara, Sulawesi, Indonesia. Limboto merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di kawasan tersebut bersama dengan Kesultanan Gorontalo.[1]
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Limboto
Menurut Hikayat Leluhur Gorontalo, wilayah Limutu (sekarang Limboto) diduduki oleh lima sub-suku Gorontalo atau Linula (kerajaan kecil) yang masing-masing mempunyai Olongia atau rajanya sendiri-sendiri. Pohala'a yang telah bermukim di wilayah Limutu saat itu diantaranya:[2]
Lumohedaa dengan Raja Mainua
Dunggala dengan Raja Jilobua
Tomilito dengan Raja Hemuto
Hungayo dengan Raja Wonggodu
Dunito dengan Raja Talango
Kerajaan-kerajaan kecil atau inilah yang kemudian membentuk Kerajaan Limboto pada sekitar tahun 1330 dengan raja pertamanya yang bernama Mainua.
Kemudian pada masa pemerintahan Tolangohula, kerajaan-kerajaan kecil tersebut bertambah yang kemudian bersatu dan semakin memperkokoh terbentuknya Kerajaan Limboto. Adapun Linula (Kerajaan kecil) yang bergabung tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok, diantaranya:
Buleme Olowala, bertugas sebagai kelompok keamanan kerajaan.
Linula Lumohedaa
Linula Dunggala
Linula Hungayo
Linula Dunito
Linula Botu
Linula Yipilo
Buleme Oloyihi, bertugas sebagai kelompok legislatif yang dapat mengangkat dan memberhentikan Olongia.
Linula Tomilito
Linula Tunggulo (Huntu Lo Tiopo)
Linula Loloato
Linula Timbu'u
Linula Lupoyo
Masa penyebaran Islam
Ketika masuknya Islam ke Tanah Gorontalo, Kesultanan Limboto dianggap sebagai "kesultanan kembar" dengan Kesultanan Gorontalo. Keduanya terikat dalam perjanjian perserikatan, dimana kedua kesultanan tersebut berbagi pengaruh hingga ke seluruh kawasan Teluk Tomini dan Semenanjung Utara, Sulawesi.
Kerajaan Limboto diketahui lebih dahulu terbentuk dibandingkan dengan Kesultanan Gorontalo, yakni sekitar pada tahun 1330 M.[3] Luas wilayah Kesultanan Limboto meliputi bagian tengah Semenanjung Gorontalo hingga ke bagian utara Semenanjung Gorontalo (saat ini Kabupaten Gorontalo Utara).[4]
Pada masa berkuasanya, Kesultanan Limboto bersama dengan Kesultanan Gorontalo
menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam yang paling berpengaruh dan disegani di kawasan tersebut.[5]
Ibu kota kerajaan
Dalam catatan Hikayat Leluhur Gorontalo, ibu kota Kesultanan Limboto awalnya berada di Tomilito, kemudian berpindah ke Bongo. Terakhir, ibu kota Kesultanan Limboto kembali berpindah ke Hunggaluwa (saat ini Kabupaten Gorontalo).[6]
Berpindah-pindahnya lokasi ibukota Kesultanan Limboto biasanya mengikuti domisili seorang sultan atau raja yang terpilih. Reruntuhan Istana Kesultanan Limboto sendiri dipastikan telah hancur karena kondisi alam atau ditinggalkan saat bangsa Belanda datang ke wilayah Gorontalo. Saat ini, replika Istana Kesultanan Limboto dapat dijumpai di pusat Kota Limboto yang dikenal dengan nama Bantayo Po Boide.[7]
Daftar penguasa
Berikut ini adalah daftar penguasa Limboto yang bergelar Olongia (Raja) dan Tulutani (Sultan).
Kemudian setelah berkuasanya Kerajaan Limboto yang penguasanya bergelar Olongia, beralihlah gelar tersebut sebagai Tulutani (Sultan), dimana Kerajaan Limboto akhirnya dikenal dengan nama Kesultanan Limboto. Masa peralihan tersebut dikenal sebagai Olongia to Tilayo.
^Wantogia, H.D.; Wantogia, H.J. (1980). "Sejarah Gorontalo: Asal-usul dan Terbentunya Kerajaan Suwawa, Limboto, dan Gorontalo".
^Daulima, F. (2006). "Terbentuknya Kerajaan Limboto Gorontalo: Bahan Pembelajaran Muatan Lokal". Gorontalo: Forum Suara Perempuan LSM Mbu’I Bungale.
^Bilontalo, R.A. (2015). "Tolitihu Makna dan Simbol Dalam Aadati Lo Limutu (Upacara Adat Limboto)". Skripsi, 1 (231411093).
^Samsudin, F.Y.; Musadad, A.A.; Pelu, M. (2022). "Islamisasi dan Peninggalannya di Gorontalo'. Penerbit Lakeisha.
^Saptaningrum, I.; Anwar, H.; Sari, V.S.; Handoko, W. (2021). "Benteng Kota Mas di Gorontalo Utara dalam Jaringan Perniagaan di Wilayah Perairan Sulawesi Abad 17-19 M". Tumotowa, 4(1), pp. 33–44.
^Eka, R. (2022). "Pengembangan Rumah Adat Bantayo Pobo’ide di Kabupaten Gorontalo". RADIAL: Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa dan Teknologi, 10(2), pp. 192–201.
Daulima, Farha (2006). Terbentuknya Kerajaan Limboto, Gorontalo. Forum Sura Perempuan, LSM Mbu'i Bungale.
Bagtayan, Z.A. (2021). "Cerita Rakyat Gorontalo Janjia Lo U Duluwo". Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Budaya, 7(4), pp. 331–338.
Bakung, D.A. (2020). "Pemetaan Sosio Yuridis Kewarisan pada Masyarakat Adat Ulipu Lo Tomilito To Uwanengo di Daerah Gorontalo". Al Ahkam. 16(2), pp. 75–91.
Yustini, A.S.; Baruadi, M.K.; Muslimin, M. (2022). "Sejarah, Unsur Kebudayaan, dan Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Gorontalo Janjia Lo U Duluwo dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia". Reduplikasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Indonesia. 2(1), pp. 92–106.
Hunowu, M. (2020). Linula Molalahu: Sejarah, Tradisi dan Kearifan. Insan Cendekia Mandiri.
Muhammad, A.; Baruadi, M.K.; Fatsah, H.; Djou, D.N. (2023). "Makna Simbolik Istilah Konstruksi Bangunan Adat Bantayo Poboide Gorontalo". Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal. 9(1), pp. 355–372.
Samsuni, S. (2009). "Asal mulai danau limboto. Cerita Rakyat Nusantara".
Idji, B. (2016). "Analisis Letak Lokasi dan Bentuk Benteng Otanaha Gorontalo". PROSIDING, 10(681).
Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo, B.P.C. (2021). Rempah-Rempah Bandar Gorontalo Abad XVI-XVIII.
Eka, R.; Imran, M. (2022). "Makna Filosofis Rumah Adat Gorontalo (Dulohupa Dan Bantayo Pobo’ide)". RADIAL: Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa dan Teknologi. 10(1), pp. 95–105.