Era Demokrasi Liberal (1950–1959) yang dikenal pula dengan Era Demokrasi Parlementer adalah era ketika Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 (sejak pembubaran Republik Indonesia Serikat) sampai 5 Juli 1959 (keluarnya Dekret Presiden). Pada masa ini terjadi sejumlah peristiwa penting, seperti Konferensi Asia–Afrika di Bandung, pemilihan umum pertama di Indonesia dan pemilihan Konstituante, serta periode ketidakstabilan politik yang berkepanjangan, dengan tidak ada kabinet yang bertahan selama dua tahun.
Seiring dengan berakhirnya perjuangan untuk mengamankan kemerdekaan Indonesia, perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia mulai muncul. Perbedaan antardaerah dalam hal adat istiadat, moral, tradisi, agama, pengaruh Marxisme, serta ketakutan akan dominasi politik Jawa, semuanya berkontribusi pada perpecahan. Sebagai negara baru, Indonesia memiliki masalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan tradisi otoriter.[1] Berbagai gerakan separatis juga muncul untuk menentang Republik Indonesia: militan Darul Islam memproklamasikan "Negara Islam Indonesia" dan bergerilya melawan Republik Indonesia di Jawa Barat dari tahun 1948 hingga 1962; di Maluku, orang-orang Ambon yang dulunya adalah Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) memproklamasikan kemerdekaan Republik Maluku Selatan; ditambah dengan pemberontakan di Sumatra dan Sulawesi antara tahun 1955 dan 1961.
Perekonomian Indonesia terpuruk setelah tiga tahun pendudukan Jepang, kemudian empat tahun perang melawan Belanda. Di tangan pemerintahan yang masih muda dan belum berpengalaman, perekonomian tidak mampu mendorong produksi pangan dan kebutuhan lain untuk mengimbangi pertambahan penduduk. Sebagian besar penduduk buta huruf, tidak terampil, dan tidak memiliki kemampuan manajerial. Inflasi meningkat, banyak penyelundupan yang merugikan pemerintah pusat yang sangat membutuhkan devisa, dan banyak perkebunan hancur selama pendudukan penjajah dan perang.[2]
Pada masa Soekarno, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer (demokrasi liberal), hingga demokrasi terpimpin. Pada masa pemerintahan Soekarno juga terjadi penyimpangan UUD 1945, di antaranya perubahan fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Salah satu hasil dari Konferensi Meja Bundar tahun 1949 adalah terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Pembentukan negara federal yang diprakasai oleh Belanda untuk melemahkan integrasi Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata tidak didukung masyarakat Indonesia. Banyak negara bagian yang menyatakan ingin kembali ke negara kesatuan dan pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS Mohammad Hatta menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Pemerintahan Republik Indonesia masih melanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan dan bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara. Sementara itu, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS) 1950 digunakan sebagai konstitusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru.
UUDS 1950 sangat berbeda dengan UUD 1945 dalam banyak hal; ia mengamanatkan sistem pemerintahan parlementer dan menetapkan secara panjang lebar jaminan konstitusional untuk hak asasi manusia, yang sangat mengacu pada Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948.[3]
Pada tahun 1955, Indonesia melaksanakan pemilihan umum nasional yang pertama. Pada bulan September, rakyat memilih wakil untuk DPR, dan pada bulan Desember pemilih kembali memilih wakil-wakil yang lebih banyak lagi sebagai anggota Konstituante.
Konstituante, setelah dipilih pada tahun 1955, mulai bersidang pada bulan November 1956 di Bandung, ibu kota Jawa Barat, untuk membuat UUD yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Perdebatan, permusyawaratan, dan penulisan draf-draf UD berlangsung selama dua setengah tahun. Perdebatan isu dasar negara (terutama antara golongan yang mendukung Islam sebagai dasar negara dan golongan yang mendukung Pancasila) terjadi sangat sengit. Walaupun para pimpinan Konstituante merasa sudah lebih dari 90% materi undang-undang dasar telah disepakati, dan walaupun ada beberapa tokoh partai politik Islam yang merasa siap berkompromi, Konstituante tidak sempat menyelesaikan tugasnya.
Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai berlarut-larut. Presiden Soekarno lalu menyampaikan konsep Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi pembubaran Konstituante serta penggantian konstitusi dari UUDS 1950 menjadi UUD 1945 kembali. Peristiwa ini menandai berakhirnya Demokrasi Parlementer dan mulainya Era Demokrasi Terpimpin. Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga MPRS dalam demokrasi terpimpin yang menerapkan sistem politik keseimbangan. Pada masa ini Soekarno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara kaum nasionalis, agama, dan komunis.
Demokrasi Parlementer dengan banyak partai justru menimbulkan ketidakstabilan politik. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet. Tercatat ada tujuh kabinet pada masa ini. Kabinet jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percaya dari partai lawan. Di samping itu, terjadi perdebatan dalam Konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.
Kabinet Natsir merupakan kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir dari Partai Masyumi. Kabinet ini dibentuk pada 6 September 1950 dan didemisionerkan pada tanggal 21 Maret 1951. Program kerja kabinet Natsir:
Hasil kerja kabinet ini yaitu berlangsungnya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat. Sementara kendala atau masalah yang dihadapi yaitu upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan) dan timbul masalah keamanan dalam negeri berupa pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti gerakan DI/TII, gerakan Andi Azis, gerakan APRA, dan gerakan RMS.
Kabinet Natsir jatuh pada 21 Maret 1951 dalam periode 6,5 bulan dan belum sempat melaksanakan program-programnya. Jatuhnya kabinet ini karena adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Dalam program Kabinet Natsir, kemudian diterapkan Program Benteng yang didasari oleh gagasan pentingnya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Program Benteng resmi berjalan selama tiga tahun (1950–1953) dengan tiga kabinet berbeda (Natsir, Sukiman, dan Wilopo).
Kabinet ini merupakan kabinet kedua pada Era Demokrasi Parlementer. Kabinet ini bertugas pada masa bakti 27 April 1951 hingga 3 April 1952, tetapi telah didemosioner sejak 23 Februari 1952. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Program kerja kabinet Sukiman:
Hasil dari program kerja ini tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman namun selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketenteraman. Beberapa kendala atau masalah yang dihadapi, di antaranya:
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini disebabkan oleh adanya kegagalan dalam pertukaran nota keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Soebardjo dan Duta Besar AS Merle Cochran. Kesepakatan bantuan ekonomi dan militer dari AS kepada Indonesia didasarkan pada ikatan Mutual Security Act (MSA). DI dalam MSA, terdapat pembatasan terhadap kebebasan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia diwajibkan lebih memperhatikan Amerika sehingga tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negeri yang bebas aktif dan dianggap lebih condong ke blok Barat. Di samping itu, penyebab lainnya adalah semakin merebaknya korupsi di kalangan birokrat dan gagalnya Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Program kerja kabinet Wilopo:
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan, yaitu:
Kabinet Wilopo harus mengakhiri masa tugas karena tidak berhasil menyelesaikan masalah peristiwa 17 oktober 1952. Peristiwa itu dipicu oleh adanya gerakan yang diprakarsai oleh sejumlah perwira angkatan darat yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menghendaki agar Presiden Sukarno membubarkan parlemen.
Program kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo I yang disebut juga Ali-Wongsonegoro:
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Selain berhasil menyelenggarakan Konfereni Asia Afrika, pada masa ini juga terjadi persiapan pemilu untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat antara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I, diselenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 18-25 April 1955. Konferensi ini dihadiri 29 negara Asia dan Afrika yang kemudian membawa pengaruh penting bagi terbentuknya solidaritas dan perjuangan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada 1955 juga merupakan rancangan kabinet ini, tetapi pelaksanaannya kemudian dilanjutkan oleh kabinet berikutnya.
Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dari Masyumi serta Wakil Perdana Menteri yaitu R. Djanu Ismadi dari PIR-Hazairin dan Harsono Tjokroaminoto dari PSII. Presiden Soekarno sebenarnya kurang merestui kabinet ini karena yang menunjuk Burhanuddin Harahap sebagai kepala pemerintahan kabinet ini adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta. Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu
Keberhasilan kabinet ini di antaranya mengadakan perbaikan ekonomi, termasuk mengendalikan harga dengan menjaga agar tidak terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam masalah ekonomi, kabinet ini telah berhasil cukup baik. Dapat dikatakan bahwa kehidupan rakyat semasa kabinet ini cukup makmur karena harga-harga barang kebutuhan pokok tidak melonjak naik akibat inflasi. Dalam periode kabinet ini, pemilihan umum pertama tahun 1955 dilaksanakan untuk memilih anggota-anggota DPR. Selain itu, kabinet ini juga mengembalikan wibawa pemerintah Republik Indonesia di mata pihak Angkatan Darat.
Kabinet ini jatuh tidak diakibatkan oleh keretakan di dalam tubuh kabinet, juga bukan karena dijatuhkan oleh kelompok oposisi yang mencetuskan mosi tidak percaya dari parlemen, tetapi karena merasa tugasnya sudah selesai. Pada tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, sekaligus menyerahkan mandatnya kepada Presiden untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Kabinet ini terus bekerja sebagai kabinet demisioner selama 20 hari sampai terbentuknya kabinet baru yakni Kabinet Ali–Roem–Idham yang dilantik tanggal 24 Maret 1956 dan serah terima dengan Kabinet Burhanuddin Harahap dilakukan tanggal 26 Maret 1956.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II disebut pula Kabinet Ali–Roem–Idham karena dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dari PNI beserta dua Wakil Perdana Menteri yakni Mohamad Roem dari Masyumi dan Idham Chalid dari NU. Program pokok kabinet ini adalah pembatalan Konferensi Meja Bundar, pemulihan keamanan dan ketertiban, dan melaksanakan keputusan Konferensi Asia–Afrika. Program kerjanya disebut rencana pembangunan lima tahun yang memuat program jangka panjang, yaitu
Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo II mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, yang hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kabinet ini pun berumur tidak lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh Kabinet Djuanda karena mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi yang membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden.
Kabinet Djuanda atau juga disebut Kabinet Karya dipimpin oleh Perdana Menteri Djoeanda Kartawidjaja dari PNI, beserta tiga orang Wakil Perdana Menteri yaitu Hardi dari PNI, Idham Chalid dari NU, serta Johannes Leimena dari Parkindo. Kabinet ini memiliki 5 program yang disebut Pancakarya yaitu
Pemerintah Indonesia harus menghadapi banyak masalah terkait dengan masalah keamanan dan pertahanan negara. Masalah tersebut di antaranya adalah kemelut yang terjadi di tubuh Angkatan Darat seperti upaya-upaya memecah integrasi bangsa dan sejumlah permasalahan ekonomi negara. Permasalahan yang muncul ini tidak lepas dari beberapa hal berikut.
Permasalahan lain yang harus dihadapi adalah ekspor Indonesia yang hanya bergantung pada hasil perkebunan dan angka pertumbuhan penduduk semakin meningkat dengan tajam. Sumitro Djojohadikusumo, ahli ekonomi Indonesia berhasil merancang gerakan Benteng sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki perekonomian negara. Tercetusnya Gerakan Benteng didasari atas gagasan penting untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Gagasan Sumitro kemudian ditetapkan dalam program Kabinet Natsir Pada bulan April 1950 dengan nama Program Benteng. Program Benteng tahap 1 resmi dijalankan selama 3 tahun (1950-1953) dengan 3 kabinet berbeda (Natsir, Sukiman, dan Wilopo). Selama 3 tahun, lebih dari 700-an bidang usaha bumiputera memperoleh bantuan kredit dari program ini. Akan tetapi, hal yang diharapkan dari program ini tidak sepenuhnya tercapai, bahkan banyak pula yang membebani keuangan negara. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan program ini, salah satunya mentalitas para pengusaha bumiputera yang konsumtif, besarnya keinginan untuk memperoleh keuntungan secara cepat, dan menikmati kemewahan.
Sebenarnya pemberian kredit impor yang diberikan kepada para pengusaha bumiputera dimaksudkan untuk memicu pertumbuhan perekonomian nasional. Akan tetapi, kebijakan ini ternyata tidak mampu meruntuhkan dominasi para pengusaha asing. Oligopoli yang dibangun oleh para pengusaha dari perusahaan Inggris, Belanda, dan Tiongkok yang pandai memanfaatkan peluang ternyata tetap menguasai pasar.
Program Benteng tahap 2 dimulai pada masa Kabinet Ali pertama. Program Benteng tahap 2 merancang pemberian kredit dan lisensi pada pengusaha swasta nasional bumiputera agar dapat bersaing dengan para pengusaha non bumiputera. Jika pada awal tahun 1943 para importir pribumi hanya menerima 37,9% dari total ekspor impor, maka mereka telah menerima 80% sampai 90% pada masa Kabinet Ali. Total dari 700 perusahaan yang menerima bantuan menjadi 4000-5000 perusahaan.
Program Benteng gagal karena salah sasaran. Banyak perusahaan bumiputera yang menjual lisensi impor yang diberikan oleh pemerintah kepada para pengusaha non bumiputera. Hal ini menimbulkan istilah perusahaan "Alibaba". Sebutan "Ali" merepresentasikan bumiputera sedangkan "Baba" merepresentasikan non bumiputera. Bantuan kredit dan pemberian kemudahan dalam menerima lisensi impor kemudian dinilai tidak efektif. Padahal pemerintah telah menambah beban keuangannya sehingga menjadi salah satu sumber defisit. Selain itu, Program Benteng diterapkan ketika industri Indonesia masih lemah dan tingginya persaingan politik program ini dimanfaatkan oleh sebagian partai politik untuk memperoleh dukungan.
Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951) berintikan Masyumi dan PSI dengan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri. Kebijakan-kebijakan Natsir yang mengutamakan pembangunan perekonomian negara dianggap telah mengabaikan masalah kedaulatan Papua oleh partai oposisi. Soekarno pun menyetujui bahwa masalah kedaulatan Papua (yang melalui perundingan tidak mengalami kemajuan) tidak boleh disepelekan. Kondisi ini membuat Natsir bersikeras agar Soekarno membatasi dirinya dalam peran presiden yang hanya sebagai lambang saja. Puncaknya, Natsir menyerahkan jabatannya yang kemudian digantikan oleh Sukiman pada April 1951.
Jatuhnya Kabinet Sukiman disebabkan oleh adanya kegagalan dalam pertukaran nota keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Soebardjo dan Duta Besar AS Merle Cochran. Kesepakatan bantuan ekonomi dan militer dari AS kepada Indonesia didasarkan pada ikatan Mutual Security Act (MSA) yang di dalamnya terdapat pembatasan terhadap kebebasan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia diwajibkan lebih memperhatikan AS sehingga tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negeri yang bebas aktif dan dianggap lebih condong ke blok Barat. Selain itu, penyebab lainnya adalah semakin meluasnya korupsi di kalangan birokrat dan gagalnya Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Lain halnya dengan Kabinet Ali I (kabinet koalisi antara PNI dan NU), kabinet ini jatuh karena tidak dapat menyelesaikan kemelut yang ada di tubuh Angkatan Darat dan pemberontakan DI/TII yang berkobar di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Selain itu, ada pula konflik antara PNI dan NU yang mengakibatkan NU menarik semua menterinya yang duduk di kabinet.
Jatuh bangunnya kabinet dalam waktu yang singkat menimbulkan ketidakstabilan politik yang mengakibatkan program-program kabinet tidak berjalan dengan baik. Kondisi ini yang kemudian membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Kata dekrit berasal dari bahasa Latin decemere yang berarti mengakhiri atau memutuskan. Kata dekrit, kemudian digunakan untuk menunjukkan adanya perintah dari kepala negara atau kepala pemerintahan untuk mengakhiri atau memutuskan sesuatu yang terkait dengan sistem pemerintahan yang berjalan. Dekrit yang dikeluarkan Presiden Soekarno berisi:
Beberapa alasan mengapa Presiden Soekarno harus mengeluarkan dekrit adalah sebagai berikut.
Sisi positif dari adanya dekrit ini:
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin.
Abang None JakartaLogo Abang None JakartaPembuatUsmar IsmailNegara asal IndonesiaRilisRilis asli1968 –Sekarang Abang None Jakarta adalah kontes pencarian duta pariwisata DKI Jakarta yang diadakan sejak tahun 1968 dan rutin berlangsung hingga kini. Acara ini bertujuan untuk mempromosikan pariwisata dan kebudayaan provinsi DKI Jakarta. Dan pemenang terpilih akan mendampingi Gubernur DKI Jakarta atau Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam acara kebudayaan. Pemegang gelar terkini adalah Eckle …
Beauty contest Miss Brazil WorldFormation1958TypeBeauty pageantHeadquartersRio de JaneiroLocationBrazilMembership Miss WorldMiss SupranationalMiss Grand InternationalMiss Charm InternationalMiss United ContinentsMiss Eco InternationalReina HispanoamericanaReinado del CaféReinado de la GanaderíaOfficial language PortuguesePresidentHenrique FontesWebsiteCNB Miss Brazil World (or Miss Mundo Brasil, in Portuguese) is a beauty contest held annually which aims to choose the best candidate to represe…
Argentine footballer In this Spanish name, the first or paternal surname is Dubarbier and the second or maternal family name is Bruschini. Sebastián Dubarbier Dubarbier as a Lorient playerPersonal informationFull name Sebastián Rakán Dubarbier BruschiniDate of birth (1986-02-19) 19 February 1986 (age 37)[1]Place of birth La Plata, Argentina[1]Height 1.77 m (5 ft 10 in)[1]Position(s) Midfielder, left backYouth career GimnasiaSenior career*Yea…
يفتقر محتوى هذه المقالة إلى الاستشهاد بمصادر. فضلاً، ساهم في تطوير هذه المقالة من خلال إضافة مصادر موثوق بها. أي معلومات غير موثقة يمكن التشكيك بها وإزالتها. (نوفمبر 2019) الدوري الإسباني الدرجة الثانية 1972–73 تفاصيل الموسم دوري الدرجة الثانية الإسباني البلد إسبانيا البط…
In this list of presidents of the United States by age, the first table charts the age of each president of the United States at the time of presidential inauguration (first inauguration if elected to multiple and consecutive terms), upon leaving office, and at the time of death. Where the president is still living, their lifespan and post-presidency timespan are calculated up to December 4, 2023. Age of presidents Age of presidents when assuming office The median age at inauguration of incoming…
Islamic view of Moses This article covers the views on Moses specific to Islamic theology. For a general overview, see Moses. ProphetMusaموسىMosesKnown forSplitting the Red Sea and seeing IblisPredecessorShu'aybSuccessorHarunSpouseṢaffūrahRelativesYūkābid (mother)Asiya (adoptive mother)Miriam (sister)Hārūn (brother) Mūsā ibn ʿImrān (Arabic: موسى ابن عمران, lit. 'Moses, son of Amram')[1] is a prominent prophet and messenger of God and is the most …
Pour les articles homonymes, voir Le Bœuf sur le toit (homonymie). Le Bœuf sur le toit Vue sur la tribune du Bœuf sur le toit en fond de salle, avec escaliers latéraux d'accès (2007). Présentation Coordonnées 48° 52′ 17,2″ nord, 2° 18′ 37,2″ est Pays France Ville Paris, 8e Adresse 34, rue du Colisée Fondation 1922 Site web http://www.boeufsurletoit.com Informations Chef cuisinier Adrien Garnier Spécialité(s) Huîtres d'Utah Beach - Homard Breton …
Frankfurter KranzAsalNegara asalTurki RincianJeniskue sponge Bahan utamakue sponge lbs Frankfurter Kranz atau Frankfurt Wreath adalah kue berbentuk bundar yang berasal dari Frankfurt, Jerman.[1] Kue ini terdiri dari bolu yang dipanggang dalam bentuk bundar, lalu dipotong menjadi 2-4 lapisan dan direkatkan bersama dengan krim mentega dan selai lalu didekorasi lagi dengan krim mentega dan ditaburi Krokant yaitu campuran kacang yang telah disangrai sampai kecoklatan dengan mentega dan gula.…
Gebäude der Außenstelle des Franz-Mehring-Instituts und des Wilhelm-Griesinger-Krankenhauses in Berlin-Biesdorf (2008) Die Außenstelle des Franz-Mehring-Instituts in Berlin-Biesdorf war eine Bildungsinstitution der Deutschen Demokratischen Republik (DDR) in Ost-Berlin. Sie wurde 1970 vom Ministerrat der DDR eingerichtet und diente dazu, Funktionäre der westdeutschen Deutschen Kommunistischen Partei (DKP) in Marxismus-Leninismus zu schulen. Organisatorisch gehörte die Außenstelle zum Franz-…
For the main celebration held in Bangladesh and West Bengal, see Pohela Boishakh. Boishakhi Melaবৈশাখী মেলা2009 Boishakhi Mela in LondonObserved byBengalis (Bangladeshi diaspora)TypeSocial and cultural festival celebrated by the Bengali diaspora.FrequencyAnnualRelated toBengali New Year Part of a series on theBritishBangladeshis History History of Bangladeshis in Britain Brick Lane History of Asians in Britain Statistics Demographics of Bangladeshis Demographics of …
Historic district in North Dakota, United States United States historic placeNorth Side Fargo Builder's Residential Historic DistrictU.S. National Register of Historic PlacesU.S. Historic district LocationRoughly bounded by Benjamin Franklin School area and Golf Course, First St., Twelfth Ave. N, and Fourth St., Fargo, North DakotaArea25.4 acres (10.3 ha)Built1925ArchitectJones, Paul W.; Et al.Architectural styleColonial Revival, Tudor RevivalMPSNorth Side Fargo MRANRHP reference&…
Indian reality show Bigg BossYears2006 – presentFilms and televisionTelevision seriesBigg Boss(independent language versions and special editions - see below)MiscellaneousLanguagesHindiKannadaBengaliTamilTeluguMarathiMalayalamProduced by Endemol Shine India(2006–20) Banijay(2021–present) Based onBig BrotherOriginal network Viacom 18 Network(Hindi, Kannada, Bangla, Marathi) Disney Star Network(Tamil, Telugu, Malayalam) Bigg Boss is an Indian reality show franchise based on the Dutch reality…
TACV Cabo Verde Airlines Transportes Aéreos de Cabo Verde IATA VR ICAO TCV Indicativo de chamada Caboverde Fundada em 1958 Principais centrosde operações Aeroporto Internacional Amílcar Cabral Outros centrosde operações Aeroporto Internacional da Praia Programa de milhagem TACV Club Frota 2 Destinos 16 Sede Praia, Cabo Verde Pessoas importantes Sara Helena Pires (CEO) João Alberto Pereira (COO) Carlos Salgueiral (CCO) Sítio oficial http://caboverdeairlines.com B757 Transportes Aéreos de…
State of matter with properties of both conventional liquids and crystals Schlieren texture of liquid crystal nematic phase Condensed matter physics PhasesPhase transitionQCP States of matterSolidLiquidGasPlasmaBose–Einstein condensateBose gasFermionic condensateFermi gasFermi liquidSupersolidSuperfluidityLuttinger liquidTime crystal Phase phenomenaOrder parameterPhase transitionQCP Electronic phasesElectronic band structurePlasmaInsulatorMott insulatorSemiconductorSemimetalConductorSupercondu…
Railway station in Ginan, Gifu Prefecture, Japan This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Ginan Station – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (December 2017) (Learn how and when to remove this template message) Ginan Station岐南駅Ginan Station, September 2009General informationLocation4 Chome …
Upazila in Chittagong Division, BangladeshSarail সরাইলUpazilaCoordinates: 24°7.1′N 91°7.5′E / 24.1183°N 91.1250°E / 24.1183; 91.1250Country BangladeshDivisionChittagong DivisionDistrictBrahmanbaria DistrictArea • Total239.52 km2 (92.48 sq mi)Population (2011) • Total315,208 • Density1,300/km2 (3,400/sq mi)Time zoneUTC+6 (BST)Postal code3430WebsiteOfficial Website of Sarail Sarail (Bengali:…
Politics of the Isle of Man Lord of Mann Charles III Lieutenant governor John Lorimer Deputy governor Andrew Corlett Isle of Man Government Council of Ministers Chief minister Alfred Cannan Departments Statutory Boards Offices Other Agencies Tynwald Act of Tynwald List President of Tynwald Laurence Skelly Legislative Council President President of Tynwald ex officio House of Keys Speaker Juan Watterson Members (MHKs) Officials of state Judiciary Local government Parish captains Elections House o…
Airport in Krumovo, BulgariaPlovdiv AirportЛетище ПловдивIATA: PDVICAO: LBPDSummaryAirport typePublicOperatorPlovdiv Airport JSCServesPlovdivLocationKrumovo, BulgariaOpened1928 (1928)Elevation AMSL182 m / 597 ftCoordinates42°04′04″N 024°51′53″E / 42.06778°N 24.86472°E / 42.06778; 24.86472Websitewww.plovdivairport.comMapPDVLocation of airport in BulgariaRunways Direction Length Surface m ft 12/30 2,500 8,202 Concrete Statistics …
Roman catholic secondary school in Hong Kong For other uses, see Marymount (disambiguation). This article has multiple issues. Please help improve it or discuss these issues on the talk page. (Learn how and when to remove these template messages) This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Marymount Secondary School – news ·…
Israeli footballer Dudu Biton Personal informationFull name Dudu BitonDate of birth (1988-03-01) 1 March 1988 (age 35)Place of birth Netanya, IsraelHeight 1.85 m (6 ft 1 in)[1]Position(s) StrikerTeam informationCurrent team Hapoel Kfar SabaYouth career Beitar Nes Tubruk0000–2006 Maccabi Haifa2006–2007 Beitar Nes TubrukSenior career*Years Team Apps (Gls)2006 Maccabi Haifa 1 (0)2007–2008 Maccabi Tel Aviv 10 (0)2008–2010 Hapoel Ra'anana 61 (17)2010–2011 Hapoel …
Lokasi Pengunjung: 3.21.244.137