Presiden Indonesia kedua, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk kepresidenannya yang telah berlangsung selama 32 tahun. Wakil Presiden B.J. Habibie kemudian mengambil alih kursi kepresidenan.
Cengkeraman Soeharto pada kekuasaan melemah sejak munculnya krisis ekonomi dan politik yang parah yang berasal dari krisis keuangan Asia 1997. Pelarian modal asing, yang menyebabkan penurunan drastis nilai rupiah Indonesia, sangat berdampak pada ekonomi dan mata pencaharian masyarakat.
Dua bulan sebelumnya, yakni pada Maret 1998, Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan ketujuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Meningkatnya kerusuhan politik dan kekerasan menggerogoti dukungan politik dan militer yang sebelumnya kuat, yang menyebabkan pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998. "Periode Reformasi" pun dimulai di bawah pemerintahan Presiden Habibie yang baru dilantik.
Latar belakang sejarah
Perbedaan pendapat selama Orde Baru
Setelah mengonsolidasikan kekuasaan pada tahun 1967 setelah percobaan kudeta tahun 1965 yang dilancarkan oleh perwira menengah di angkatan darat dan udara Indonesia tetapi secara resmi disalahkan pada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mengakibatkan pembersihan, pemerintah Soeharto mengadopsi kebijakan yang sangat membatasi kebebasan sipil dan melembagakan sistem pemerintahan yang secara efektif membagi kekuasaan antara organisasi Golkar dan militer.[1]
Pada tahun 1970, kenaikan harga dan korupsi memicu protes mahasiswa dan penyelidikan oleh komisi pemerintah.[2] Soeharto menanggapi dengan melarang protes mahasiswa.
Soeharto mencalonkan diri sebelum pemungutan suara lembaga pemilihan setiap lima tahun, mulai tahun 1973. Menurut aturan pemilihannya, tiga entitas diizinkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan: dua partai politik dan Golkar. Semua partai politik lainnya digabungkan menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berbasis Islam atau Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berhaluan nasionalis. Golkar, sebagai kendaraan politik utama Soeharto, secara resmi bukanlah sebuah partai politik. Semua pegawai negeri sipil senior diwajibkan untuk bergabung dengan asosiasi karyawan yang terkait dengan Golkar, sementara birokrat senior dilarang bergabung dengan partai politik. Dalam kompromi politik dengan militer yang kuat, Soeharto melarang para anggotanya untuk memberikan suara dalam pemilihan tetapi menyisihkan kursi di badan legislatif untuk perwakilan mereka. Soeharto memenangkan setiap pemilihan yang diikutinya (1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998).[3][4][5]
Pada Mei 1980, sebuah kelompok bernama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih besar dan menuduh Soeharto salah menafsirkan ideologi negara Pancasila. Itu ditandatangani oleh mantan tentara, politisi, akademisi dan mahasiswa. Media Indonesia menekan berita tersebut, dan pemerintah membatasi para penandatangan, beberapa di antaranya kemudian dipenjara.[6]
Menyusul berakhirnya Perang Dingin, kepedulian Barat atas komunisme berkurang, dan catatan hak asasi manusia Soeharto berada di bawah pengawasan internasional yang lebih besar. Pada tahun 1991, pembunuhan warga sipil Timor Timur di pemakaman Dili, juga dikenal sebagai "Pembantaian Santa Cruz", menyebabkan perhatian Amerika Serikat terfokus pada hubungan militernya dengan rezim Soeharto dan pertanyaan tentang pendudukan Indonesia atas Timor Timur. Pada tahun 1992, perhatian ini mengakibatkan Kongres Amerika Serikat mengesahkan pembatasan bantuan IMET kepada militer Indonesia, atas keberatan Presiden AS George H. W. Bush. Pada tahun 1993, di bawah Presiden Bill Clinton, delegasi AS untuk Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa membantu mengeluarkan resolusi yang mengungkapkan keprihatinan mendalam atas pelanggaran hak asasi manusia Indonesia di Timor Timur.
Pada tahun 1996, Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sebuah partai resmi yang telah digunakan oleh Orde Baru sebagai penyangga lunak untuk sistem pemilu Orde Baru, mulai menegaskan kemerdekaannya di bawah Megawati Soekarnoputri, putri dari bapak pendiri Indonesia, Soekarno. Sebagai tanggapan, Soeharto berusaha mendorong perpecahan atas kepemimpinan PDI, mendukung faksi terkooptasi yang setia kepada Wakil Ketua DPR Soerjadi melawan pendukung Megawati. Setelah Fraksi Suryadi mengumumkan akan diadakan kongres partai pemecatan Megawati di Medan pada 20-22 Juni, Megawati mengumumkan bahwa para pendukungnya akan melakukan demonstrasi sebagai protes. Fraksi Suryadi melakukan pemecatan, dan demonstrasi memanifestasikan dirinya di seluruh Indonesia.[7]
Pendukung Megawati kemudian mengambil alih markas PDI di Jakarta. Pada Sabtu 27 Juli, massa yang terdiri dari tentara berpakaian sipil dan preman dari ormas Pemuda Pancasila masuk secara paksa ke dalam gedung. Menurut Komnas HAM, lima orang tewas, 149 luka-luka dan 74 hilang – sebagian besar dari mereka yang ditangkap oleh militer. Serangan itu diikuti oleh kerusuhan selama dua hari, di mana para pemuda membakar sedikitnya enam bangunan, termasuk Kementerian Pertanian.[8][9] Ketegangan politik di Jakarta dibarengi dengan kerusuhan anti-Tionghoa di Situbondo (1996), Tasikmalaya (1996), Banjarmasin (1997), dan Makassar (1997); sementara bentrokan etnis pecah antara pemukim Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah pada tahun 1997.[10]
Pada paruh kedua tahun 1997, Indonesia menjadi negara yang paling terpukul oleh krisis keuangan Asia tahun 1997. Perekonomian mengalami pelarian modal asing yang menyebabkan rupiah jatuh dari Rp2.600 per dolar pada bulan Agustus 1997 menjadi lebih dari Rp14.800 per dolar pada bulan Januari 1998. Perusahaan-perusahaan Indonesia dengan pinjaman dalam mata uang dolar AS berjuang untuk melunasi hutang ini dengan pendapatan rupiah mereka, dan banyak yang bangkrut. Upaya Bank Indonesia untuk mempertahankan rezim float yang dikelola dengan menjual dolar AS tidak hanya berdampak kecil pada penurunan mata uang, tetapi juga menguras cadangan devisa Indonesia.[12] Kelemahan ekonomi Indonesia, termasuk tingkat utang yang tinggi, sistem pengelolaan keuangan yang tidak memadai, dan kapitalisme kroni, diidentifikasi sebagai penyebab mendasar. Volatilitas dalam sistem keuangan global dan liberalisasi pasar modal internasional yang berlebihan juga disebutkan. Pemerintah menanggapi dengan mengambangkan mata uang, meminta bantuan Dana Moneter Internasional, menutup beberapa bank dan menunda proyek modal besar.[13]
Pada bulan Desember 1997, Soeharto untuk pertama kalinya tidak menghadiri KTT presiden ASEAN, yang kemudian terungkap karena stroke ringan, menimbulkan spekulasi tentang kesehatannya dan masa depan kepresidenannya. Pada pertengahan Desember, ketika krisis melanda Indonesia dan sekitar $150 miliar modal ditarik dari negara itu, dia muncul di konferensi pers untuk memastikan dia bertanggung jawab dan mendesak orang untuk mempercayai pemerintah dan rupiah yang ambruk.[14]
Upaya Soeharto untuk membangkitkan kembali kepercayaan, seperti memerintahkan para jenderal untuk secara pribadi meyakinkan pembeli di pasar dan kampanye "Aku Cinta Rupiah", tidak banyak berpengaruh. Rencana lainnya adalah pembentukan dewan mata uang, yang diusulkan oleh konselor khusus Steve Hanke dari Universitas Johns Hopkins. Keesokan harinya, rupiah naik 28% terhadap dolar AS baik di pasar spot maupun satu tahun ke depan, mendengar rencana yang diusulkan. Namun, perkembangan ini membuat marah pemerintah AS dan Dana Moneter Internasional (IMF). Soeharto diberi tahu – baik oleh presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, maupun direktur pelaksana IMF, Michel Camdessus – bahwa dia harus membatalkan gagasan dewan mata uang atau melepaskan bantuan luar negeri sebesar $43 miliar.[15]
Bukti menunjukkan bahwa keluarga Soeharto dan rekan-rekannya terhindar dari persyaratan paling ketat dari proses reformasi IMF, dan ada konflik terbuka antara teknokrat ekonomi yang melaksanakan rencana IMF dan kepentingan pribadi yang terkait dengan Soeharto, yang selanjutnya merusak kepercayaan terhadap ekonomi.[16] Anggaran pemerintah tahun 1998 yang tidak realistis dan pengumuman Habibie oleh Soeharto sebagai wakil presiden berikutnya menyebabkan ketidakstabilan mata uang lebih lanjut.[17] Soeharto dengan enggan menyetujui paket reformasi struktural IMF yang jangkauannya lebih luas pada Januari 1998 dengan imbalan likuiditas $43 miliar (dengan letter of intent ketiga dengan IMF ditandatangani pada bulan April tahun itu). Namun, rupiah jatuh ke seperenam dari nilai sebelum krisis, dan desas-desus serta kepanikan menyebabkan larinya toko-toko dan mendorong harga naik.[17][16] Pada Januari 1998, pemerintah terpaksa memberikan Bantuan Likuiditas Darurat (BLBI), menerbitkan penjaminan simpanan perbankan, dan membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk mengambil alih pengelolaan bank-bank bermasalah guna mencegah runtuhnya sistem keuangan. Berdasarkan rekomendasi IMF, pemerintah menaikkan suku bunga menjadi 70% pada Februari 1998 untuk mengendalikan tingginya inflasi akibat kenaikan harga impor. Namun, tindakan ini membatasi ketersediaan kredit ke sektor korporasi.[18]
Pasangan Presiden Soeharto yang baru terpilih (kiri), dan Wakil Presiden B. J. Habibie (kanan), untuk periode ketujuh dan terakhir Soeharto
Meskipun situasi ekonomi memburuk, pada Sidang Umum MPR 1998, Soeharto dengan suara bulat terpilih kembali sebagai presiden, dengan Try Sutrisno digantikan oleh menteri B. J. Habibie sebagai wakil presiden.[10] Pilihan Soeharto atas Habibie tidak diterima dengan baik, menyebabkan rupiah terus jatuh.[19] Sementara itu, dia menumpuk Kabinet Pembangunan Ketujuh yang baru dengan beberapa keluarga dan rekan bisnisnya sendiri. Kenaikan harga BBM oleh pemerintah sebesar 70% pada Mei memicu kerusuhan di Medan, Sumatera Utara.[20] Dengan semakin dilihatnya Soeharto sebagai sumber krisis ekonomi dan politik negara yang memuncak, tokoh politik terkemuka, termasuk politikus Muslim, Amien Rais, menentang kepresidenannya, dan pada Januari 1998, mahasiswa mulai mengorganisir demonstrasi nasional.[10]
Demonstrasi di Institut Teknologi Bandung melibatkan 500 demonstran, dan pada bulan Maret, demonstrasi yang lebih besar terjadi di universitas lain. Termasuk Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.[21] Pada 9 Mei 1998, seorang anggota polisi, Dadang Rusmana, dilaporkan tewas dalam demonstrasi di Universitas Djuanda.[22] Demonstran ini memprotes kenaikan besar-besaran harga bahan bakar dan energi, dan menuntut agar Presiden Soeharto turun.[23][24]
Gambaran kasar situasi di Universitas Trisakti selama penembakan
Para perusuh membakar perabot kantor di jalan-jalan Jakarta
Pada 9 Mei, Soeharto meninggalkan Indonesia untuk menghadiri KTT Kelompok 15 di Kairo, Mesir. Sementara itu, di Universitas Trisakti Jakarta, mahasiswa berencana melakukan aksi unjuk rasa menuju Kompleks Parlemen, namun aparat keamanan melarang mereka keluar dari kampus universitas tersebut.[25] Mahasiswa kemudian melakukan aksi duduk di luar gerbang kampus, di sana pria berseragam Brimob muncul di flyover menghadap ke Trisakti. Mereka menembaki mahasiswa, menewaskan empat orang (Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie), dan melukai puluhan lainnya.[26]
Kematian mahasiswa tersebut memicu kekerasan massal dan kerusuhan di seluruh Jakarta keesokan harinya, memaksa Soeharto untuk kembali pada 14 Mei. Meskipun Soeharto kembali, kerusuhan terjadi di seluruh kota. Di Jatinegara, Jakarta Timur, sebuah department store Matahari dibarikade dan dibakar, menewaskan sekitar seribu orang. Di Glodok, Jakarta Barat, massa menyerang Pecinan Jakarta, pemilik toko dipaksa membayar preman lokal untuk melindungi mereka dari kekerasan. Kerusuhan juga terjadi di dekat pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara, kota Tangerang, Banten, dan Kebayoran Baru di Jakarta Selatan, dengan properti milik Tionghoa menjadi target utama.[27] Lebih dari seribu sampai lima ribu orang tewas selama kerusuhan di Jakarta dan kota-kota lain seperti Surakarta. Banyak korban tewas di mal dan supermarket yang terbakar, namun ada juga yang ditembak atau dipukuli hingga tewas. Kerusuhan menghancurkan 13 pasar, 2.479 ruko, 40 mal, 1.604 toko, 45 bengkel, 383 kantor swasta, 9 SPBU, 8 bus umum dan minivan, 1.119 mobil, 821 sepeda motor, dan 1.026 rumah.[28]
Muslim Indonesia yang secara fisik berpenampilan Tionghoa diserang oleh perusuh, meski sama sekali tidak mengidentifikasi sebagai Tionghoa dan hanya memiliki satu kakek buyut Tionghoa yang jauh. Seorang wanita Muslim Indonesia yang memiliki 5 anak laki-laki, Ruminah, menyebutkan bahwa dia hanya memiliki satu kakek Tionghoa yang menikah dengan seorang wanita Muslim lokal dan dia sama sekali tidak mengidentifikasi diri sebagai orang Tionghoa atau berbicara bahasa Mandarin tetapi dia dan keluarganya terus-menerus dilecehkan dan dibenci oleh tetangga mereka karena penampilan fisik Tionghoa mereka dan salon rambutnya digeledah dan salah satu putranya tewas dalam kebakaran di mal saat kerusuhan.[29]
Keterlibatan militer dalam kerusuhan
Saat itu, militer Indonesia terpecah menjadi dua faksi yang berbeda. Fraksi nasionalis "merah putih" yang dipimpin oleh Pangab Jenderal Wiranto, dan faksi Islamis "hijau" yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.[30] Prabowo, yang merupakan Panglima Kostrad (pasukan cadangan strategis, divisi di mana Soeharto sendiri berkuasa pada tahun 1960-an), berteman dengan Muchdi Purwopranjono, yang menjalankan Kopassus (pasukan khusus), dan seorang lagi, Syafrie Samsuddin, memimpin Komando Daerah Jakarta.[31] Dalam kerusuhan tersebut, baik Muchdi maupun Syafrie gagal memerintahkan pasukannya untuk memadamkan kerusuhan tersebut, dan kemudian muncul laporan bahwa Syafrie sebenarnya telah melakukan kontak radio dengan geng-geng yang meneror kota tersebut. Ada kemungkinan Prabowo berharap kerusuhan itu akan mendiskreditkan saingannya Wiranto dan mengakibatkan Soeharto menunjuk Prabowo sebagai panglima angkatan bersenjata.[32]
Sementara itu, muncul tuduhan lain bahwa militer terlibat aktif dalam kerusuhan. Seorang petugas keamanan menduga bahwa dalam kerusuhan itu, petugas Kopassus memerintahkan pembakaran sebuah bank. Seorang sopir taksi melaporkan mendengar seorang pria di helikopter militer mendorong orang-orang di lapangan untuk melakukan penjarahan. Pemilik toko di sebuah alun-alun mengklaim bahwa sebelum kerusuhan, para perwira militer mencoba untuk mengambil uang perlindungan. Seorang remaja mengklaim dia dan ribuan lainnya telah dilatih sebagai pengunjuk rasa. Seorang anak jalanan menuduh petugas Kopassus memerintahkan dia dan teman-temannya untuk menjadi perusuh. Ada laporan tentara berpakaian seperti mahasiswa dan mengambil bagian dalam kerusuhan.[33] Saksi mata berbicara tentang penghancuran yang sedang diatur, dengan sekelompok pria dengan potongan rambut pendek mengarahkan para penjarah ke toko, mal dan bank, dan para perusuh diangkut dengan truk militer. Korban pemerkosaan bersaksi bahwa wanita etnis Tionghoa menjadi sasaran, dengan serangan yang direncanakan sebelumnya.[34][35]
Pada Mei 1998, ribuan warga negara Indonesia dibunuh dan diperkosa ...
Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk untuk menyelidiki pembantaian tahun 1998 menemukan adanya pelanggaran HAM yang serius dan sistematis di seluruh Jakarta. Tim juga menemukan bahwa para perusuh didorong oleh ketidakhadiran aparat keamanan, dan bahwa militer berperan dalam kekerasan tersebut. Tim mengidentifikasi pejabat tertentu yang harus dimintai pertanggungjawaban.
Pelapor Khusus tentang kekerasan terhadap perempuan ... juga menunjukkan bukti yang menunjukkan bahwa kerusuhan telah diatur (E/CN.4/1999/68/Add.3, para. 45)
Kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di seluruh negeri, menarik perhatian pemerintah. Pada tanggal 6 Mei, Wiranto, saingan Prabowo, mengunjungi daerah yang terkena dampak, dan membantu memulihkan ketenangan di jalanan. Pada 8 Mei, dua hari kemudian, Prabowo sendiri, mengerahkan salah satu unitnya "untuk mendukung pasukan lokal dan meyakinkan publik bahwa unit lain siap untuk pergi ke daerah bermasalah jika diperlukan". Namun, tidak ada upaya yang dapat sepenuhnya menahan kekerasan, karena kerusuhan terus berlanjut di Medan, memicu spekulasi dari masyarakat bahwa sangat sedikit perintah yang dilakukan oleh satuan yang dikerahkan.[37]
Ketertiban akhirnya pulih ketika Pangdam Yuzaini meminta bantuan tokoh masyarakat dan organisasi kepemudaan untuk mengatur siskamling, untuk berpatroli bersama aparat keamanan.[38] Namun, kelambanan di pihak pemerintah terus berlanjut, dengan tanggapan terhadap kekerasan yang tidak konsisten. Di kawasan utara Mangga Besar, Jakarta, tentara diduga berdiri dan membiarkan para penjarah pergi dengan membawa barang-barang curian.[39] Selama di Slipi, Jakarta Barat, tentara dilaporkan mempertaruhkan nyawa untuk melindungi warga sipil.[40] Di Surakarta (Solo), perwakilan ABRI Kolonel Sriyanto membantah tuduhan pengabaian, mengklaim bahwa pasukan darat terbatas dan sedikit karena unit dipindahkan ke Jakarta dengan hanya beberapa tentara yang tersisa untuk membantu polisi dalam mengendalikan pengunjuk rasa di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sebagian besar, militer menggambarkan kekerasan "sebagai massa yang menjadi gila, bertindak dengan cara yang tidak terkendali dan spontan, melebihi jumlah pasukan keamanan".[41]
Pengunduran diri Soeharto
Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Di sebelah kirinya, di depan, mengenakan jubah, adalah Sarwata, dan di sebelah kanannya, di depan, adalah Wakil Presiden B.J. Habibie
B.J. Habibie dilantik sebagai presiden
Menyusul kerusuhan tersebut, pada 18 Mei, loyalis Soeharto dan Ketua DPRHarmoko menyerukan agar Soeharto mundur dari kursi kepresidenan dalam waktu lima hari, pada konferensi pers. Ini merupakan kejutan besar bagi banyak orang, termasuk bagi Soeharto sendiri, dan loyalis Soeharto lainnya. Soeharto sendiri melihat permintaan Harmoko sebagai pengkhianatan dan loyalis menyebut Harmoko sebagai "Brutus", mengacu pada Senator Romawi Marcus Junius Brutus, yang membunuh paman buyutnya Julius Caesar.[42] Sementara itu, Amien Rais, pimpinan ormas Islam Muhammadiyah, menyatakan akan menggelar aksi unjuk rasa sejuta pendukung untuk menuntut lengsernya Soeharto. Ini direncanakan pada 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia. Pada malam 18 Mei, intelektual Muslim berpengaruh Nurcholish Madjid, yang telah mengadakan berbagai pertemuan dengan para jenderal dan warga sipil, bertemu dengan Soeharto. Pertemuan diakhiri dengan Soeharto memberitahu Nurcholish tentang niatnya untuk mengundurkan diri "sesegera mungkin" setelah pertemuan dengan para pemimpin Muslim. Pertemuan dua jam ini berlangsung pada pagi hari tanggal 19 Mei. Setelah itu, Soeharto mengumumkan kepada bangsa bahwa dia akan merombak kabinet dan membentuk komite reformasi untuk merencanakan pemilu baru.[43][44]
Menyusul peringatan dari sekutu Prabowo tentang kemungkinan pertumpahan darah, Amien Rais membatalkan demonstrasi. Pada tanggal 20 Mei, terjadi "unjuk kekuatan besar-besaran" dari militer, dengan tentara dan kendaraan lapis baja di jalanan Jakarta. Prabowo menginginkan tanggapan yang keras terhadap para demonstran, tetapi Wiranto menyadari bahwa era Soeharto akan segera berakhir dan lebih menerima tuntutan mahasiswa. Menurut sumber The Jakarta Post, Wiranto mengunjungi Soeharto di rumah dan meminta presiden untuk mengundurkan diri. Pada hari yang sama, beberapa sekutu Soeharto menolak masuk kabinet baru. Menghadapi ancaman pemakzulan dari Harmoko, dan menerima surat dari 14 anggota kabinet yang menolak pembentukan kabinet baru, Soeharto memutuskan mundur. Pada pukul 09.00 tanggal 21 Mei, Soeharto menyampaikan pidato pengunduran diri singkat. Ia langsung digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.[45][46] Diduga, pada malam hari tanggal 21 Mei, Prabowo tiba di istana presiden dan menuntut agar ia diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata. Kabarnya, Habibie kabur dari istana. Keesokan harinya, Prabowo dipecat sebagai kepala Kostrad. Wiranto tetap sebagai panglima angkatan bersenjata, dan pasukannya mulai mengeluarkan mahasiswa dari gedung parlemen.[47]
Potongan pidato saat Soeharto mengundurkan diri, Kamis, 21 Mei 1998.
Bermasalah memainkan berkas ini? Lihat bantuan media.
Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.
Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.
Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.
Era pasca-Soeharto
Tidak begitu sering dilaporkan kepergian diam-diam keluarga dan kekayaan dari negara. Para emigran tidak hanya keturunan Tionghoa, tetapi juga termasuk pribumi yang kaya dan kroni-kroni Soeharto. Tujuan langsungnya adalah Singapura, di mana beberapa tinggal secara permanen sementara yang lain pindah ke Australia, AS, dan Kanada. Banyak dari keluarga ini kembali ketika situasi politik stabil beberapa tahun kemudian.
Sejak jatuhnya Orde Baru, telah ada berbagai inisiatif yang disponsori negara untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia yang meluas sejak jatuhnya Soeharto. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Pusat Internasional untuk Keadilan Transisi dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyimpulkan bahwa, “pejabat pemerintah senior secara konsisten gagal mencapai kebenaran, pertanggungjawaban, reformasi kelembagaan dan reparasi untuk kejahatan yang paling berat.[48]
Adidarma, Gibran; Saptono, Irawan (1997). Jakarta Crackdown. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen, Asian Forum for Human Rights and Development, Institut Studi Arus Informasi. ISBN974-89934-4-2.
Jusuf, Ester Indahyani; Simanjorang, Raymond R. (2005). Reka Ulang Kerusuhan Mei 1998. Jakarta: Tim Solidaritas Kasus Kerusuhan Mei 1998. ISBN978-979-96038-5-2.Parameter |name-list-style= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Colmey, John (24 June 2001). "Indonesia". Time. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 May 2005. Diakses tanggal 12 April 2010.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Tanter, Richard; Ball, Desmond; Klinken, Van Gerry; Bourchier, David; Ham, KPP.; Kammen, Douglas; Klinken, Gerry Van; McDonald, Hamish (2006). Masters of Terror : Indonesia's Military and Violence in East Timor. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers. ISBN978-1-4616-4004-2. OCLC854977782.
Van Klinken, Gerry (25 May 1998). "[Indonesia-L] Digest - The May Riot". Library.ohiou.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 March 2017. Diakses tanggal 24 November 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Chandra, Siddharth and Douglas Kammen. (2002). "Generating Reforms and Reforming Generations: Military Politics in Indonesia's Transition to Democracy". World Politics, Vol. 55, No. 1.
Dijk, Kees van. 2001. A Country in Despair. Indonesia Between 1997 and 2000. KITLV Press, Leiden, ISBN90-6718-160-9
Kammen, Douglas and Siddharth Chandra (1999). "A Tour of Duty: Changing Patterns of Military Politics in Indonesia in the 1990s". Ithaca, NY: Cornell Modern Indonesia Project Publication No. 75.
Pepinsky, Thomas B. (2009). Economic Crises and the Breakdown of Authoritarian Regimes: Indonesia and Malaysia in Comparative Perspective. Cambridge University Press, ISBN978-0-521-76793-4
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini. Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan. Mengganti markah HTML dengan markah wiki bila dimungkinkan. Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan [[ dan ]] pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut...
Pour les articles homonymes, voir Tamise (homonymie). La TamiseThames La Tamise à Londres, vue du pont du Jubilé d'or (Golden Jubilee Bridge). la Tamise sur OpenStreetMap. Caractéristiques Longueur 346 km Bassin 12 935 km2 Débit moyen 81,7 m3/s (Teddington) Régime pluvial océanique Cours Source Gloucestershire · Localisation Thames Head · Altitude 110 m · Coordonnées 51° 41′ 44″ N, 2° 01′ 49″ O Embouchure Mer du Nord ...
Bupati TanggamusPetahanaIr. Mulyadi Irsan, M.T(Penjabat)sejak 27 September 2023KediamanKantor Bupati Tanggamus Kota AgungMasa jabatan5 TahunDibentuk1997Pejabat pertamaDrs. H. Achmad Syah PutraSitus webwww.tanggamus.go.id Daftar Bupati Berikut adalah Daftar Bupati Tanggamus dari masa ke masa: No Bupati Mulai Jabatan Akhir Jabatan Wakil Bupati Keterangan 1 Drs. H. Achmad Syah Putra 1998 2003 2 Drs. H. Fauzan Sya’ie, M.Sc 2003 2008 H. Bambang Kurniawan, ST 3 H. Bambang Kurniawan, ST 2008-...
Administrative division of the late Roman Empire (324-584 CE) Praetorian prefecture of ItalyPraefectura praetorio ItaliaePraetorian prefecture of the Roman Empire324–584Praetorian prefectures of the Roman Empire in 395 AD.CapitalRavenna from 476[citation needed]Historical eraLate antiquity• Established 324• Fall of the Western Roman Empire 476• Ostrogothic conquest 493• Start of Gothic War 535• Lombard conquest 568• Foundation of Exarchate o...
Drug SCHEMBL5334361Identifiers IUPAC name 7-[(3-methoxyphenoxy)methyl]-2,3,4,5-tetrahydro-1H-3-benzazepine CAS Number959867-47-1 YPubChem CID59027940Chemical and physical dataFormulaC18H21NO2Molar mass283.371 g·mol−13D model (JSmol)Interactive image SMILES COC1=CC(=CC=C1)OCC2=CC3=C(CCNCC3)C=C2 InChI InChI=1S/C18H21NO2/c1-20-17-3-2-4-18(12-17)21-13-14-5-6-15-7-9-19-10-8-16(15)11-14/h2-6,11-12,19H,7-10,13H2,1H3Key:BFCIUKMUJQOSDE-UHFFFAOYSA-N SCHEMBL5334361 is a drug which acts as a...
Suku OganHang Ugan, Jeme Ugan (ꤺꤸ ꥆꥈ ꤱꥐ) Makmun Murod Firli Bahuri Gilang Dirga Yulius Nawawi Drs. H. Husni M.M Jimly Asshiddiqie Heri Oktavian Kuryana Azis Achmad Tarmizi Muhammad Syarifuddin Bupati M. Saleh Hasan Pangeran H.A. Wantjik Daerah dengan populasi signifikan Indonesia (Sensus 2010)720.000[1]• Sumatera Selatan (perkiraan)500.000BahasaOgan (utama), Melayu PalembangAgama Islam SunniKelompok etnik terkaitLampung, Besemah, Melayu Palembang Suku Ogan (bahasa ...
لمعانٍ أخرى، طالع كليرفيلد (توضيح). كليرفيلد الإحداثيات 41°06′23″N 112°01′27″W / 41.106388888889°N 112.02416666667°W / 41.106388888889; -112.02416666667 [1] تاريخ التأسيس 1877 تقسيم إداري البلد الولايات المتحدة[2][3] التقسيم الأعلى مقاطعة دافيز خصائص جغرافي...
This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Continental Center New York City – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (July 2013) (Learn how and when to remove this template message) Office skyscraper in Manhattan, New York Continental CenterGeneral informationStatusCompletedTypeOfficeLocationN...
Sasanian King of Kings of Iran from 293 to 303 For other uses, see Narses (disambiguation). Narseh𐭭𐭥𐭮𐭧𐭩King of Kings of Iran and non-Iran[a]Rock relief of Narseh in Naqsh-e RostamKing of ArmeniaReign271 – 293PredecessorHormizd IShahanshah of the Sasanian EmpireReign293 – 303PredecessorBahram IIISuccessorHormizd IIBornBetween 228–233Died303 (aged 70–75)SpouseShapurdukhtakIssueHormizd IIHormizddukhtakHouseHouse of SasanFatherShapur IReligionZoroastrianism Narseh (...
Một chiếc đĩa agar nuôi cấy vi sinh vật Một phần trong loạt bàiSinh họcKhoa học sự sống Mục lục Sơ lược Chú giải Lịch sử (dòng thời gian) Thành phần chính Hệ sinh thái Học thuyết tế bào Phát sinh chủng loại Tiến hóa Đặc tính của sự sống Cân bằng nội môi Phản ứng với môi trường Phát triển Thích nghi Trao đổi chất Trật tự Sinh sản Giới và vực của sự sống Cổ khuẩn Sinh vật ...
This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Ranks of the Republic of Fiji Military Forces – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (January 2022) (Learn how and when to remove this message) The Military ranks of Fiji are the military insignia used by the Republic of Fiji Military Forces. Being a fo...
Disambiguazione – Francoforte rimanda qui. Se stai cercando altri significati, vedi Francoforte (disambigua). Francoforte sul MenoCittà extracircondariale(DE) Frankfurt am Main Francoforte sul Meno – VedutaLo skyline con il centro finanziario e il fiume Meno LocalizzazioneStato Germania Land Assia DistrettoDarmstadt CircondarioNon presente AmministrazioneSindacoMike Josef (SPD) dall'11-5-2023 TerritorioCoordinate50°06′38″N 8°40′56″E50°06′38″N, 8°...
John ActonFunçõesSecretário de Estado, Reinos de Nápoles e Sicília (d)a partir de 1789Domenico Caracciolo (en)Comandante em chefeReino de NápolesMinistro das finançasReino de NápolesComandante em chefeMarinha do Grão-Ducado da Toscana (d)Títulos de nobrezaBaronetes Acton (en)Baronete (Aldenham Park (en))20 novembro de 1791 - 12 agosto de 1811Predecessor Richard Acton, 5.º Baronete (en)Sucessor Ferdinand Dalberg-Acton (en)BiografiaNascimento 3 ...
Movie theater in Manhattan, New York This article is about the New York City movie theater. For the integrated commercial development in Hong Kong's Central district, see International Finance Centre (Hong Kong). This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: IFC Center – news · newspapers · books · scholar ...
List of events ← 1947 1946 1945 1948 in the United States → 1949 1950 1951 Decades: 1920s 1930s 1940s 1950s 1960s See also: History of the United States (1945–1964) Timeline of United States history (1930–1949) List of years in the United States 1948 in the United States1948 in U.S. states and territories States Alabama Arizona Arkansas California Colorado Connecticut Delaware Florida Georgia Idaho Illinois Indiana Iowa Kansas Kentucky Louisiana Maine Maryland Massachusetts Mi...
Involucro di brattee dell'infiorescenza a capolino della pratolina. Non è un calice in quanto il capolino non è un fiore ma un insieme di fiori, ognuno con il suo proprio calice. In botanica la bràttea (o ipsofillo) è una foglia modificata[1] che accompagna fiori o infiorescenze. Se di piccole dimensioni viene definita bratteola. Indice 1 Descrizione 2 Galleria d'immagini 3 Note 4 Voci correlate 5 Altri progetti 6 Collegamenti esterni Descrizione Dalla attaccatura ascellare della ...