Cao Pi
Cáo Pī (曹丕, 187 - 226), yang secara formal dikenal sebagai Kaisar Wen dari (Cao) Wei (曹魏文帝), atau juga dikenal dengan nama Zihuan (子桓), lahir di Distrik Qiao, Wilayah Pei (sekarang dikenal dengan daerah Bozhou, Anhui). Dia adalah anak kedua dari politisi dan pengarang Tiongkok pada zaman Tiga Kerajaan yang terkenal, Cao Cao, dan juga pencetus pertama kekaisaran Tiongkok bersatu dan juga pendiri asli "Kerajaan Wei") (lihat Kisah Tiga Negara). Pada tahun 220, Cao Pi memaksa Kaisar Xian, penguasa terakhir dari Dinasti Han, untuk menyerahkan takhta kepadanya, dan dia memproklamirkan diri sebagai kaisar serta mendirikan negara Cao Wei. Cao Pi melanjutkan perang melawan negara Shu Han dan Dong Wu, yang didirikan oleh rival ayahnya, Liu Bei dan Sun Quan, tetapi perang tersebut tidak memberikan keuntungan teritorial yang signifikan. Tidak seperti ayahnya, Cao Pi lebih berkonsentrasi pada administrasi internal daripada memerangi rival-rivalnya. Selama pemerintahannya, ia secara resmi menetapkan sistem sembilan tingkat Chen Qun sebagai dasar untuk memilih pegawai pemerintah, yang menghasilkan aparat yang berkompetensi. Di sisi lain, ia secara drastis mengurangi kekuasaan para pangeran, menghilangkan kemampuan mereka untuk melawannya, tetapi pada saat yang sama, hal ini mengakibat mereka tidak dapat membantu kaisar jika krisis muncul. Setelah kematian Cao Pi, penerusnya, Cao Rui menganugerahi nama anumerta "Penguasa Wen daro (Cao) Wei" dan nama kuil "Gaozu". Seperti ayahnya Cao Cao dan adiknya Cao Zhi, Cao Pi juga merupakan seorang penyair yang cukup terkemuka. Ketiganya disebut sebagai "Tiga Cao" di sejarah sastra Tiongkok. Ia menulis Yan Ge Xing (燕歌行), puisi Tionghoa pertama yang memiliki 7 suku kata per bait (七言詩). Dia juga menulis lebih dari seratus artikel tentang berbagai topik. Latar belakang keluarga dan awal karierCao Pi lahir pada musim dingin 187 di Kabupaten Qiao, Komando Pei (sekarang Bozhou, Anhui). Cao Pi adalah seorang pria yang memiliki bakat baik di bidang sipil maupun militer. Ia menguasai panahan pada usia enam tahun, dan dapat menulis, berkuda, dan menembak pada usia delapan tahun. Cao Pi gemar bermain anggar, banyak membaca buku klasik kuno dan modern, dan menguasai teori berbagai aliran pemikiran.[4][5] Ia adalah putra sulung Cao Cao dari selirnya, Nyonya Bian, namun ia merupakan putra kedua Cao Cao. Ia memiliki seorang kakak, Cao Ang. Saat Cao Pi lahir pada 187, Cao Cao adalah seorang perwira tingkat menengah dalam pengawal kekaisaran di ibu kota Luoyang, tanpa petunjuk bahwa ia akan melanjutkan kampanye besar yang akhirnya ia lakukan setelah runtuhnya pemerintahan kekaisaran pada tahun 190. Cao Pi tercatat sebagai pendekar pedang yang hebat karena ia belajar seni bela diri dari Shi E, seorang pria dari keluarga bangsawan dari divisi "Cepat Seperti Harimau" (虎賁) dari pengawal kekaisaran.[6] Pada 197, Cao Pi mengikuti ayah dan kakaknya, Cao Ang ke Pertempuran Wancheng. Cao Ang beserta sepupunya, Cao Anmin dan pengawal pribadi ayahnya Dian Wei gugur dalam pertempuran tersebut sementara Cao Pi cukup beruntung melarikan diri dengan kuda.[7] Nyonya Ding, istri pertama Cao Cao, menceraikannya karena ia menyalahkan Cao Cao atas kematian putra angkatnya, Cao Ang. Ibu kandungnya, Nyonya Bian, dijadikan istri pertamanya, dan Cao Pi, yang awalnya adalah putra sulung seorang selir, menggantikan kakak laki-lakinya, Cao Ang, dan menjadi putra sulung. Pada 200, Cao Pi mengikuti ayahnya di Pertempuran Guandu.[8] Setelah Yuan Shao meninggal, Cao Cao melancarkan kampanye untuk melawan sisa kekuatan Yuan Shao yang terdiri dari ketiga anaknya, Yuan Tan, Yuan Xi, dan Yuan Shang. Pada 204, setelah Cao Cao mengalahkan Yuan Shang dan menduduki Ye sembari membantai penduduk sekitar, para wanita di rumah Yuan diperkosa sementara Cao Pi mengambil istri Yuan Xi,[9] Zhen Ji sebagai istrinya.[10] Pada 207, Cao Pi ikut ayahnya di Pertempuran Gunung Serigala Putih[11] dan tahun depannya ikut berperang di Pertempuran Chibi.[12] Perselisihan taktha dengan Cao ZhiReferensi langsung berikutnya mengenai aktivitas Cao Pi adalah pada tahun 211, saat ia diangkat menjadi Jenderal Rumah Tangga untuk Semua Keperluan (五官中郎將) dan Wakil Kanselir Kekaisaran (副丞相).[13] Posisi ini merupakan posisi terkuat kedua dibawah kanselir agung yang dijabat Cao Cao yang secara de facto menjadi kepala pemerintahan seluruh Tiongkok. Karena putra sulung Cao Cao, Cao Ang, meninggal muda, Cao Pi dianggap sebagai putra sulung diantara seluruh putra Cao Cao. Selain itu, karena Nyonya Ding cerai dengan Cao Cao, Nyonya Bian menjadi istri resmi Cao Cao, membuat Cao Pi menjadi pewaris dugaan untuk ayahnya. Pada 212-213, Cao Pi berpartisipasi dalam Pertempuran Ruxu.[14] Namun, status Cao Pi sebagai ahli waris tidak berlangsung mulus begitu saja karena Cao Cao memiliki keraguan dalam memilih ahli warisnya. Cao Cao awalnya menyukai Cao Chong yang terkenal pintar dan kemudian setelah Cao Chong meninggal, menyukai Cao Zhi (putra ketiga dari Nyonya Bian) yang sangat berbakat dalam bersastra. Cao Pi dan Cao Zhi keduanya merupakan sastrawan berbakat, tapi Cao Zhi lebih dihormati sebagai seorang penyair dan pembicara. Pada 215, kedua saudara tampak akur, tetapi masing-masing memiliki kelompok pendukung dan rekan dekatnya sendiri yang terlibat dalam persaingan rahasia dengan pihak lain. Awalnya, kubu Cao Zhi tampak menang, dan pada 216 berhasil menyingkirkan dua pendukung besar Cao Pi - Cui Yan dan Mao Jie. Cui Yan dieksekusi mati sementara Mao Jie disingkirkan. Namun Cao Pi mendapatkan dukungan yang lebih besar setelah Jia Xu dan Huan Jie membujuk Cao Cao dengan menggunakan Yuan Shao dan Liu Biao sebagai contoh negatif kenapa Cao Cao tidak boleh mengganti peraturan umum mengenai ahli waris (primogenitur). Yuan Shao dan Liu Biao mengangkat putra bungsu mereka sebagai pewarisnya, maka banyak yang berharap Cao Cao tidak memutuskan ke arah tersebut. Selain itu, Cao Pi juga membangun citranya di hadapan rakyat dan menciptakan kesan bahwa Cao Zhi adalah orang yang boros dan kurang memiliki bakat dalam pemerintahan. Akhirnya pada 217, setelah Cao Cao diangkat menjadi raja vasal Raja Wei oleh Kaisar Xian dari Han, ia mengangkat Cao Pi menjadi ahli warisnya (世子). Cao Pi tetap memegang status tersebut sampai Cao Cao meninggal pada Maret 220. Raja WeiCao Cao meninggal pada musim semi 220 di Luoyang. Walaupun Cao Pi sudah ditunjuk oleh ayahnya sebagai putra mahkotanya untuk sekian tahun, terjadi kekacauan mengenai siapa yang akan menggantikan Cao Cao dan apa yang akan kemudian terjadi. Kekhawatiran ini semakin meningkat ketika setelah mendengarkan kematian Cao Cao, Korps Qingzhou pimpinan Zang Ba tiba-tiba mundur, meninggalkan Luoyang dan pulang rumah. Ini kemudian diperparah dengan Cao Zhang (adik kandungnya dari Permaisuri Bian) yang tiba-tiba bergegas kembali ke Luoyang dari Chang'an, menyebabkan rumor bahwa ia akan melancarkan kudeta melawan kakak tuanya. Setelah mendengarkan berita bahwa Cao Cao meninggal, Cao Pi dengan cepat mendeklarasikan dirinya sebagai Raja Wei dan menerbitkan titah atas nama ibunya, Ratu Permaisuri Bian sebelum mendapatkan izin resmi dari Kaisar Xian dari Han, dimana ia secara nominal masih tunduk kepadanya. Mendengarkan deklarasi itu, Cao Zhang dan saudara lainnya tidak bertindak apapun yang melawan Cao Pi. Cao Pi kemudian meminta seluruh saudaranya, termasuk Cao Zhang dan Cao Zhi, untuk kembali ke wilayah kekuasaan mereka masing-masing. Dengan bantuan Jiang Ji, situasi politik terstabilisasi. Di Kisah Tiga KerajaanDi Kisah Tiga Negara karya Luo Guanzhong, konflik warisan keluarga Cao Cao berlangsung singkat dengan Cao Pi muncul sebagai Raja Wei setelah Cao Cao meninggal. Namun di kisah ini, kejadian-kejadian yang terjadi antara Cao Pi dengan saudaranya Cao Zhang dan Cao Zhi didramatisasi. Cao ZhangTidak lama setelah Cao Cao meninggal, Cao Pi mendengar berita bahwa Cao Zhang membawa sebanyak 100,000 tentara dari Chang'an menuju ke Luoyang. Cao Pi merasa ketakutan dan merasa bahwa Cao Zhang ingin merebut kekuasaan darinya dengan kekuatan tentara yang ia miliki. Penasihat Cao Pi, Jia Kui kemudian bersukarela pergi menuju ke kamp tentara Cao Zhang untuk membujuknya untuk berhenti. Jia Kui menyambut Cao Zhang didepan kota dan menanyakannya apakah ia datang sebagai orang yang berkabung atau ingin mengambil kekuasaan. Cao Zhang menjawab bahwa ia datang untuk berkabung tanpa motif tersembunyi. "Jika itu jawabanmu, lalu kenapa bawa tentara?" Jia Kui bertanya lagi. Cao Zhang kemudian memerintah pasukannya untuk tunggu diluar kota dan ia masuk seorang diri. Saat kedua saudara itu saling bertatap muka, keduanya berpelukan dan merasa terharu. Cao Zhang memberikan kekuasaan militernya kepada Cao Pi dan kembali ke wilayah kekuasaannya. Pemerintahan Cao Pi aman dalam segi militer setelah itu. Cao ZhiCao Pi memimpin prosesi upacara kematian ayahnya dan Cao Zhi tidak hadir di acara tersebut. Pengawal yang diutus Cao Pi menemukan Cao Zhi yang mabuk di kediamannya. Cao Pi lantas memerintahnya untuk ditangkap dan awalnya ingin menghukumnya mati. Namun, Permaisuri Bian meminta Cao Pi untuk meringankan hukumannya. Kanselir Hua Xin membujuk Cao Pi untuk mengampuni Cao Zhi dengan menguji bakatnya sebagai seorang cedekiawan. Jika Cao Zhi gagal di ujian ini, maka Cao Pi diperbolehkan mengeksekusi Cao Zhi. Setelah Cao Zhi memohon Cao Pi untuk mengampuni kesalahannya, Cao Pi memandang lukisan dua banteng yang sedang bertarung, salah satunya terlihat akan jatuh ke suatu sumur. Cao Pi lantas meminta Cao Zhi untuk membuatkan sebuah puisi setelah tujuh langkah, tetapi puisi itu tidak boleh ada referensi dari lukisan tersebut. Cao Zhi membuat puisi tersebut namun Cao Pi belum tertampak puas. Ia kemudian memintanya untuk membuat satu syair lagi dengan tema "persaudaraan" tetapi ia tidak boleh menggunakan kata "saudara". Ini kemudian menjadi Ayat Tujuh Langkah, puisi terkenal karya Cao Zhi. Cao Pi yang mendengarkan puisi tersebut terisak air mata dan meringankan hukumannya dari hukuman mati menjadi turun pangkat. Kaisar TiongkokMerebut takhta dari Kaisar XianPada musim dingin 220, Cao Pi mulai bermanuver untuk merebut kursi Kaisar, dengan lantang menyarankan Kaisar Xian dari Han bahwa sang kaisar harus mundur. Kaisar Xian mengajukan pengunduran dirinya namun Cao Pi tiga kali menolak pengunduran diri tersebut (sebuah model yang diterapkan oleh perebut kekuasaan selanjutnya di sejarah Tiongkok) dan akhirnya menerimanya pada 25 November 220, mendirikan negara Cao Wei dan mengakhiri Dinasti Han, serta memulaikan Zaman Tiga Negara. Kaisar Xian yang turun takhta diberi gelar Adipati Shanyang (山陽公). Ia kemudian memberikan gelar anumerta kepada ayahnya Cao Cao sebagai Kaisar Wu dari Wei dan kakeknya, Cao Song juga sebagai kaisar anumerta sementara menunjuk ibunya, Permaisuri Bian menjadi janda permaisuri. Ia juga memindahkan ibukota dari Xuchang menuju ke Luoyang. Kegagalan melawan Sun QuanSetelah berita tiba di Provinsi Yi (wilayah Sichuan dan Chongqing masa kini) bahwa Cao Pi naik taktha (dan juga berita hoax bahwa Cao Pi membunuh Kaisar Xian), Liu Bei juga mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar pada Mei 221, mendirikan Shu Han. Sun Quan yang menguasai wilayah Tiongkok timur dan tenggara tidak langsung mendeklarasikan dirinya kaisar dan membuka segala opsi negosiasi. Titah pertama Liu Bei sebagai kaisar adalah mendeklarasikan perang melawan Sun Quan. Ini karena pada 219, Sun Quan mengirim Lü Meng untuk menginvasi Provinsi Jing dan merebut wilayah tersebut dari Liu Bei, serta membunuh Guan Yu. Untuk menghindari kemungkinan pertempuran dua sisi, Sun Quan mulai secara formal bertekuk lutut kepada Cao Pi, mengungkapkan keinginannya sebagai vasal untuk Cao Wei. Strategis Cao Pi Liu Ye menyarankan agar Cao Pi menolak permintaan Sun Quan dan ikut bergabung menginvasi Sun Quan bersama Liu Bei. Ini secara efektif membagi wilayah Dong Wu dengan Shu Han dan pada akhirnya Wei bisa menaklukkan Shu untuk menyatukan Tiongkok kembali. Namun, usulan ini ditolak Cao Pi dan keputusan ini menjadi kesalahan fatalnya menurut para sejarahwan karena kekaisarannya tersangkut hanya memerintah di Tiongkok utara dan tengah; kesempatan seperti itu tidak pernah datang kembali. Melawan saran Liu Ye, Cao Pi memberikan gelar "Raja Wu" kepada Sun Quan dan sembilan anugerah. Sun Quan tidak lama kemudian mulai memerdekakan diri. Setelah pasukannya yang dipimpin oleh Lu Xun berhasil mengalahkan Liu Bei di Pertempuran Xiaoting pada 222, Sun Quan mulai menjauhkan diri dari Cao Wei. Saat Cao Pi memerintah agar Sun Quan mengirimkan putra sulungnya, Sun Deng ke Luoyang sebagai tahanan, Sun Quan menolak dan mematahkan hubungannya dengan Cao Wei, mendirikan Dong Wu (namun masih memerintah sebagai raja sebelum mendeklarasikan dirinya kaisar pada 229). Dalam waktu ini, moril pasukan Wu berada di puncak setelah berhasil mengalahkan Shu dan diperkuat oleh kepemimpinan efektif dari Sun Quan, Lu Xun dan beberapa perwira lainnya. Dinasti Han secara efektif terbagi menjadi tiga, khususnya setelah kematian Liu Bei pada 223. Kanselir agung Shu Zhuge Liang yang menjabat sebagai wali penguasa bagi anak Liu Bei, Liu Shan, menghidupkan kembali aliansi Sun-Liu, menyebabkan Cao Wei harus bertahan dari serangan dua sisi dan tidak bisa hanya menaklukan salah satu dari mereka. Merasa jengkel, Cao Pi secara terkenal mengeluh bahwa "Tuhan menciptakan Sungai Yangtse untuk membagi utara dan selatan".[15] Urusan internalCao Pi pada umumnya dilihat sebagai kaisar yang kompeten dalam memerintah, namun tidak begitu bagus. Ia mengangkat beberapa pejabat yang berbakat untuk menjabat posisi penting di berbagai bidang dalam kekaisaranya, mengikuti kaidah pemerintah yang dicanangkan ayahnya dengan menimbangkan bakat dibandingkan status. Namun, Cao Pi juga kadang menunjukkan sikap anti-kritik, dimana pejabat yang mengkritiknya langsung diberikan hukuman turun pangkat, dipecat, dan pada kasus langka, hukuman mati. Cao Pi mereformasi sistem seleksi dan atas saran Chen Qun, mengadopsi Sistem Sembilan Tingkat. Sejarahwan Tiongkok Yi Zhongtian percaya bahwa Sistem Sembilan Tingkat membentuk dan mengkonsolidasikan hak istimewa politik para bangsawan dan memperoleh dukungan mereka terhadap rezim Cao Wei.[16] Ia sangat mementingkan budaya dan pendidikan, dan juga menghargai para sarjana Konghucu sebagai pejabat.[17] Pada 221, Cao Pi mengeluarkan titah kepada semua kabupaten dan prefektur dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 jiwa untuk memilih satu pejabat yang berbakti dan jujur setiap tahun. Jika ada orang yang memiliki bakat luar biasa, mereka tidak akan dikenakan pembatasan pendaftaran rumah tangga. Pada tahun kelima Huangchu, keturunan Konghucu, Kong Xian diberikan gelar Marquis Zongsheng. Kuil Konfusius dibangun kembali, Konfusianisme dipromosikan di berbagai tempat, Universitas Kekaisaran didirikan, sistem ujian Lima Klasik dilembagakan, dan Doktor Guliang Musim Semi dan Musim Gugur didirikan sehingga dapat menghidupkan kembali budaya ortodoks feodal dalam jangka pendek. Ia menghapuskan larangan, mengurangi tarif, melarang dendam pribadi, membahas pengurangan hukuman, dan mengizinkan masyarakat beristirahat dan memulihkan diri, sehingga memulihkan stabilitas dan kemakmuran di wilayah utara. Jika petani dibiarkan mengelola mata pencahariannya, maka efektivitas pemukiman akan terpengaruh dan akan muncul berbagai kerugian.[18] Dalam hal keuangan, Cao Pi mengeluarkan koin saat naik takhta, namun koin tersebut gagal. Kemudian, karena harga gandum yang tinggi, ia menghapus koin lima koin (uang Han). Sejak saat itu, "barter" menjadi bentuk ekonomi utama di utara sepanjang dinasti Cao Wei.[19] Hubungan dengan keluarga kaisarWilayah kekuasaan raja-raja bawahan Cao Wei sering berubah-ubah, mereka tidak memiliki kekuatan administratif atau militer, dan tindakan-tindakan mereka diawasi dengan ketat, yang sama saja dengan dipenjara. Meskipun kebijakan ini belajar dari pelajaran pemberontakan negara-negara bawahan selama Dinasti Han, kebijakan ini juga meninggalkan bahaya tersembunyi, yang menyebabkan klan Cao dan Xiahou menjadi lemah dan tidak mampu mencegah pejabat asing merebut kekuasaan di masa mendatang. Ahli waris dan kematianSebuah masalah muncul setelah Cao Pi naik taktha pada 220 mengenai siapa yang menjadi permaisuri. Zhen Ji merupakan istri pertamanya, tetapi saat Cao Pi memanggilnya ke Luoyang, Zhen Ji menolak panggilannya karena jatuh sakit. Pada 221, Zhen Ji meninggal dan posisi permaisuri diberikan kepada Guo Nüwang.[20] Namun, Guo Nüwang tidak bisa melahirkan anak kepada Cao Pi. Cao Rui merupakan putra sulungnya, tetapi karena kematian ibunya, posisi Cao Rui sebagai putra makhota tidak begitu bisa dipastikan. Malah, Cao Pi memberi gelar "Pangeran Pingyuan" kepadanya setelah ia naik taktha menjadi kaisar. Cao Pi tidak begitu memikirkan untuk menempatkan putra lain sebagai ahli warisnya (Ini mungkin karena putranya selain Cao Rui masih muda, walaupun usia mereka tidak begitu dicatat dalam sejarah). Pada musim panas 226, Cao Pi sedang sakit kronis dan pada akhirnya menunjuk Cao Rui sebagai putra makhota. Pada akhir hayatnya, Cao Pi menunjuk Cao Zhen, Cao Xiu, Chen Qun dan Sima Yi sebagai wali penguasa Cao Rui. Cao Rui bakal naik taktha pada usia 21 tahun setelah ayahnya meninggal. Pada 29 Juni 226, Cao Pi meninggal dengan usia 40 tahun. Cao Pi menyatakan dalam "Peraturan Akhir" bahwa Makam Shouling harus dibangun di atas dasar gunung, tidak boleh ada pohon yang ditanam di atasnya, tidak boleh ada kuil yang didirikan, tidak boleh ada taman atau jalan suci yang dibangun, tidak boleh ada mutiara atau batu giok yang terkandung, dan pemakamannya akan dibuat dari pakaian dan tembikar kontemporer. Cao Pi mengusulkan bahwa "Pemakaman adalah hal yang tersembunyi, dan orang tidak ingin orang lain melihatnya. Tulang tidak memiliki rasa sakit atau gatal, dan makam bukanlah tempat tinggal roh" dan "Dari zaman dahulu hingga sekarang, tidak ada negara yang tidak binasa, dan tidak ada makam yang tidak digali." Ia sangat dipengaruhi oleh suasana sosial pada saat itu dan ayahnya, Cao Cao. Setelah kematian Cao Pi, ia dimakamkan di Mausoleum Shouyang menurut "Zhongzhi". Keluarga
Referensi
|