Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Thalhah bin Ubaidillah

Infobox orangThalhah bin Ubaidillah

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(ar) طلحة بن عبيد الله
(ar) طلحة بن عبيد الله بن عثمان التيمي القرشي المدني Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran595 Edit nilai pada Wikidata
Makkah Edit nilai pada Wikidata
Kematian656 Edit nilai pada Wikidata (60/61 tahun)
Basra Edit nilai pada Wikidata
Penyebab kematianTerbunuh dalam tugas Edit nilai pada Wikidata
Tempat pemakamanBasra Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
AgamaIslam Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanpolitikus, Sahabat Nabi, pemimpin militer, pebisnis Edit nilai pada Wikidata
KonflikPertempuran Uhud, Perang Jamal dan Pertempuran Khandaq Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
Pasangan nikahHamnah binti Jahsy
Ummu Kultsum binti Abu Bakar
Khaulah binti al-Qa'qa'
Quraibah al-Kubra binti Abi Umayyah Edit nilai pada Wikidata
AnakMuhammad bin Thalhah
 ( Hamnah binti Jahsy)
Yusuf ibn Talhah (en) Terjemahkan
 ( Ummu Kultsum binti Abu Bakar)
Zachariah ibn Talha (en) Terjemahkan
 ( Ummu Kultsum binti Abu Bakar)
Ishaq bin Thalhah
 ( )
Ummu Ishaq binti Thalhah
 ( )
Ya'qub bin Thalhah
 ( )
Musa bin Thalhah
 ( Khaulah binti al-Qa'qa')
Isa bin Thalhah
 ( )
Imran bin Thalhah
 ( )
Aisyah binti Thalhah
 ( Ummu Kultsum binti Abu Bakar) Edit nilai pada Wikidata

Thalhah bin Ubaidillah (Bahasa Arab طلحة بن عبيد الله) (wafat 36 H/ 656 M) adalah seorang sahabat nabi berasal dari Quraisy, nama lengkapnya adalah Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah. Thalhah juga termasuk enam konsultan Nabi Muhammad dan sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga.[1] Thalhah berkulit coklat, berambut tebal, tidak keriting tidak lurus, berwajah tampan, cepat jalannya, bertubuh sedang, dada bidang, lebar pundaknya, besar kedua telapak kakinya, bila menoleh ia menoleh dengan seluruh badan.[2]

Masuk Islam

Thalhah bin Ubaidillah termasuk kedalam as sabiqunal awwalun, yaitu kelompok sahabat yang pertama kali masuk Islam. Suatu ketika, beliau sedang melakukan perjalanan dagang ke Basrah Irak. Beliau bertemu dengan seorang pendeta yang mengabarkan bahwa akan muncul Nabi di Tanah Haram, dan inilah masanya. Pendeta itu juga berpesan agar ia membersamai Nabi tersebut, berjuang bersama Nabi tersebut, karena ia merupakan petunjuk, rahmat dan pembebasan. [3]

Setelah berbulan-bulan di Basrah, akhirnya ia pulang ke Makkah. Sesampainya di Makkah, ramai kasak-kusuk tentang pengakuan Muhammad al Amin dan wahyu yang datang kepadanya. Maka beliau mengkonfirmasi kebenaran tersebut pada sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar memberitahukan padanya bahwa ia telah masuk Islam, membela dan menyerahkan dirinya kepada Allah subhana wata'ala. [3]

Muhammad dan Abu Bakar? demi Allah, tidak mungkin kedua orang ini bersekongkol dalam kesesatan apapun?. Nabi Muhammad telah hidup bersama mereka selama 40 tahun, dan sepanjang usia itu tidak pernah sekalipun beliau melakukan kebohongan. Maka mustahil bahwa ia berdusta hari ini terhadap Allah, lalu mengatakan bahwa Dia telah mengutusnya dan mengirimkan wahyu kepadanya, ini adalah hal yang tidak mungkin terjadi. [3]

Thalhah pun memantapkan diri menemui Muhammad dan ditemani sayyidina Abu Bakar untuk menyatakan keislamannya dan mengambil tempat dalam kafilah pertama yang diberkahi ini.[3] Ia sempat mengalami tekanan penyiksaan di awal keislaman dan kemudian hijrah.[2] Thalhah tidak mengikuti Perang Badar karena sedang berdagang ke Syam (Suriah).

Thalhah mengikuti Perang Uhud dan menderita luka parah yang luar biasa. Dia menggunakan dirinya menjadi perisai bagi Muhammad dan mengalihkan panah yang akan menancap diri Muhammad dengan tangannya sehingga semua jari-jarinya terputus.[4][5] Tangannya lumpuh selepas Perang Uhud akibat luka yang cukup parah.[2]

Semasa Khalifah Abu Bakar, Thalhah ditugaskan bersama sahabat lain. menjaga perbatasan Madinah dari tekanan perlawanan kaum murtadin dalam konflik Riddah. Dan saat Abu Bakar sakit menjelang wafat, Talhah mempertanyakan Khalifah pengganti yang ditunjuk yaitu Umar. [6]

Saat Umar menjadi Khalifah, Thalhah terlibat dalam penaklukkan wilayah Persia sebagai komandan pasukan di bawah kepemimpinan Saad bin Abi Waqqash serta memimpin kota A'was.[6]

Pada akhir masa Khalifah Utsman bin Affan, Thalhah berusaha melindungi Utsman dari tekanan dan kepungan pemberontak, namun di hari kemarian Utsman, Thalhah sedang tidak berada di tempat penjagaan rumah Utsman sehingga Thalhah bersedih dan menuntut balas kematian untuk pelaku pembunuh Utsman bersama Zubair dan Aisyah dalam Perang Jamal.[6]

Keluarga

Sahabat Thalhah mempunyai beberapa istri dan sebelas orang anak laki-lakinya [7] yang diambil namanya dari nama-nama para nabi, antara lain:

  1. Muhammad bin Thalhah As-Sajjad, ibunya Hamnah binti Jahsy
  2. Imran bin Thalhah, ibunya Hamnah binti Jahsy
  3. Musa bin Thalhah, ibunya Khaulah binti Al-Qa'qa'
  4. Ya'qub bin Thalhah, ibunya Ummu Abban binti Utbah
  5. Ismail bin Thalhah, ibunya Ummu Abban binti Utbah
  6. Ishaq bin Thalhah, ibunya Ummu Abban binti Utbah
  7. Zakariya bin Thalhah, ibunya Ummu Kultsum binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
  8. Yusuf bin Thalhah, ibunya Ummu Kultsum binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
  9. Yahya bin Thalhah, ibunya Su'dah binti Auf
  10. Isa bin Thalhah, ibunya Su'dah binti Auf
  11. Shalih bin Thalhah, ibunya Far'ah binti 'Ali
  12. Aisyah binti Thalhah, ibunya Ummu Kultsum binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
  13. Ummu Ishaq binti Thalhah, ibunya Ummul Harits binti Qasamah
  14. Shu'bah binti Thalhah
  15. Maryam binti Thalhah, ibunya Qaribah binti Abu Umayyah saudarinya, Ummu Salamah.

Keteladanan Thalhah bin Ubaidillah

Thalhah bin Ubaidillah adalah salah satu dari 10 sahabat yang telah dijamin masuk kedalam surga. Muhammad pernah bersabda:

أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ

Abu Bakar di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsman di surga, ‘Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3747 dan Ahmad, 1:19)

Thalhah adalah seorang pedagang yang sukses, namun beliau juga memiliki tekad yang kuat untuk gugur dijalan Allah subhana wata'ala. Bahkan Muhammad pernah bersabda sambil menunjuk pada Thalhah "Barang siapa ingin melihat seorang laki-laki yang masih berjalan dimuka bumi, padahal ia telah memberikan nyawanya, maka hendaklah ia melihat Thalhah". Dan Thalhah bin Ubaidillah baru mencapai cita-citanya, sepulang dari pulang Jamal, beliau gugur sebagai Syahid.[3]

Pada pertempuran Uhud, beliau melihat Muhammad dikepung oleh pasukan Musuh. Beliau maju tanpa ragu kekepungan musuh untuk melindungi Muhammad. Beliau membabat pasukan musuh seola-olah satu barisan perang. Beliau mengangkat Muhammad yang kakinya terperosok dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengayun-ayunkan pedang menangkis serbuan kaum kafir Quraisy. Beliau mendekap Muhammad dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya terus terayun-ayun membabat serbuan pedang kafir Quraisy. Hingga akhirnya berhasil membawa Muhammad ketempat yang aman. [2]

Abu Bakar berkata tentang Thalhah di perang Uhud, "Itu semua adalah hari milik Thalhah. Aku adakah orang pertama yang mendapatkan Muhammad (Setelah kecamuk perang uhud). Beliau pun bersabda kepadaku dan Abu Ubaidah bin Jarrah, "Tolonglah saudaramu itu (Thalhah)." Kami lalu menengoknya, dan ternyata pada sekujur tubuhnya terdapat lebih dari tujuh puluh luka tusukan tombak, sabetan pedang, dan tancapan anak panah. jari-jarinya pun putus. Kami segera merawatnya dengan baik".[2]

Thalhah bin Ubaidillah juga sangat terkenal sebagai orang kaya yang sangat dermawan. Bahkan Muhammad menggelari Thalhah si Dermawan, Atau

Peta
Lokasi Makam Thalhah di Basrah

Thalhah Si Baik Hati, Atau Thalhah si Pemurah. Pernah suatu ketika, Istrinya Thalhah, Su'da binti Auf pernah melihat Thalhah sedang gelisah karena mendapatkan keuntungan dagang dari Yaman 400.000 dirham (sekitar 1,6 miliar rupiah), ia pun bertanya, "Ada apa denganmu?". Maka Thalhah menjawab, "Harta yang ada padaku ini semakin banyak, hingga menyusahkanku dan menyempitkanku". Jadi Thalhah gelisah bukan karena kekurangan harta, tapi bingung karena hartanya kebanyakan. Istrinya yang juga sangat dermawan berkata, "Tidak usah khawatir, bagi-bagikan saja". Maka Thalhah memanggil orang-orang, membagi-bagikannya semua hartanya sampai habis, tidak bersisa sedikitpun.[2]

Suatu ketika Thalhah bin Ubaidillah pernah menjual tanah miliknya dengan harga yang tinggi. Ia memandangi tumpukan harta yang banyak, hingga menangislah beliau. ia berkata, "Bila seseorang dibebani harta sekian banyaknya dan tidak tahu apa yang akan terjadi, ini pasti akan mengganggu ketentraman ibadah kepada Allah.". Maka iapun memanggil sebagian sahabatnya dan bersama-sama mereka membawa hartanya berkeliling melalui jalan-jalan Madinah dan rumah-rumahnya untuk membagi-bagikannya hingga habis tak bersisa. [3]

Jabir bin Abdullah juga menjadi saksi betapa dermawannya Thalhah. Ia menyampaikan, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih dermawan dengan memberikan hartanya tanpa diminta lebih dahulu, daripada Thalhah bin Ubaidullah". Beliau menanggung nafkah seluruh keluarga dan kaum kerabatnya yang membutuhkan.orang-orang bercerita, "Tidak ada seorangpun dari Bani Taim yang mempunyai tanggungan, melainkan dicukupi perbelanjaannya oleh Thalhah. Ia menikahkan anak-anak yatim mereka, memberikan pekerjaan untuk keluarga mereka dan melunasi hutang-hutang mereka."[3] Thalhah juga memberikan 10.000 dirham (sekitar 40 juta rupiah) kepada Aisyah setiap tahun dari hasil kebunnya.[2]

Akhir Kehidupan Thalhah bin Ubaidullah

Pertempuran Jamal.

Ketika perang Jamal tahun 36 H, yaitu peperangan yang dipimpin oleh Sayyidina Aisyah, melawan Ali bin Abi Thalib untuk menuntut kejelasan atas Kematian Sayyidina Utsman, Thalhah berada dalam pasukan Sayyidina Aisyah bersama Zubair bin Awwam. Maka kedua sahabat mulia tersebut dipanggil Khalifah ali bin Abi Thalib. Ali berkata pada Thalhah, "Wahai Thalhah, pantaskah engkau membawa-bawa istri Muhammad untuk berperang, sedangkan istrimu engkau tinggalkan dirumah". Maka Thalhah pun menyadari kesalahannya, dan menarik diri dari peperangan. [3]

Ali kemudian berkata pada Zubair bin Awwam, "Hai Zubair, aku minta engkau menjawab karena Allah, tidakkah engkau ingat, suatu hari ketika Muhammad lewat dihadapanmu sedang ketika itu kita sedang berada ditempat si fulan. Beliau berkata padamu, "Wahai Zubair, tidakkah engkau cinta kepada Ali?" Maka engkau menjawab, "Bagaimana mungkin aku tidak cinta kepada saudara sepupuku, anak bibi dan anak pamanku, serta orang yang satu agama denganku". Maka beliau bersabda, "Wahai Zubair, demi Allah, bila engkau memeranginya, itu berarti engkau berlaku zalim kepadanya". [3]

Makam Talhah di Basrah, Irak

Zubair pun menjawab, "Ya sekarang aku ingat. Aku hampir saja lupa soal itu. Demi Allah aku tidak akan memerangimu". Zubair bin Awwam sudah mengundurkan diri dari peperangan. Sayyidina Aisyah juga menyadari kesalahannya dan bersedia meninggalkan medan peperangan dan kembali ke Madinah. Sayyidina Ali membekalinya dengan semua fasilitas sebagai penghormatan kepada Istri yang paling dicintai Muhammad. [3]

Namun mundurnya Thalhah, Az Zubair dan Aisyah ini bukannya tanpa risiko. Mereka akhirnya harus menemui kesyahidannya karena ada orang-orang yang tidak suka atas keputusan mereka. Zubair syahid ditangan Amr bin Jurmuz tatkala beliau sedang sholat. Sedangkan Thalhah bin Ubaidullah menemui Syahidnya dengan dipanah oleh Marwan bin Al Hakam. [3] Selepas konflik Jamal mereda, Ali mendapati jasad Thalhah, merangkulnya dan mendoakan dengan kesedihan mendalam.

Thalhah meninggalkan kekayaan 200.000 dinar (sekitar 600 miliar rupiah) di usia 62 tahun dan dimakamkan di Basra, Irak.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Sunan At-Tirmidzi, Kitab Al-Manaqib, Manaqib Thalhah bin Ubaidillah, no. 3739
  2. ^ a b c d e f g h Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. 32. ISBN 9786022362708. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  3. ^ a b c d e f g h i j k Muhammad Khalid, Khalid (Januari 2018). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta: Ummul Qura. hlm. 358–367. ISBN 9786029896886. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  4. ^ Roqib, Abdul (2022-11-30). "Kisah Thalhah bin Ubaidillah, Perisai Rasul di Perang Uhud". Blog. Diakses tanggal 2024-02-04.
  5. ^ "Kisah-Kisah Heroik Dalam Perang Uhud | Almanhaj". almanhaj.or.id. 2014-04-17. Diakses tanggal 2024-02-04.
  6. ^ a b c Tabari, Imam (1992). History of al-Tabari. New York: State University of New York Press. ISBN 0-7914-0851-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  7. ^ Ibnu Sa'ad, Thabaqat Al-Kabir, Juz 3, Hal. 196, tahun 2018


Kembali kehalaman sebelumnya