Tamim ad-Dari
Tamim ad-Dari, bernama lengkap Tamim bin Aus bin Kharijah bin Sud bin Dzira' bin Adi bin ad-Dar bin Hani` bin Habib bin Nammarah bin Lakhm bin Adi bin al-Harits bin Murrah bin Udad ad-Dari (bahasa Arab: تميم بن أوس بن خارجة بن سود بن ذراع بن عدي بن الدار بن هانئ بن حبيب بن نمارة بن لخم بن عدي بن الحارث بن مرة بن أدد الداري). Ia adalah sahabat Nabi yang sangat terkenal karena kisah pertemuannya dengan al-Masih Dajjal di sebuah pulau terpencil yang kemudian diceritakan panjang lebar dalam sebuah hadits. Nama panggilan atau kunyah-nya adalah Abu Ruqayyah, yang dinisbatkan kepada nama anak perempuannya.[2] BiografiAwalnya ia adalah seorang pendeta Nasrani, ia tinggal di Palestina dan daerah tersebut dikuasai oleh keluarga besarnya dari klan Bani ad-Dar (klan dari suku Bani Lakhm). Pertemuan pertama dengan Nabi Muhammad pada tahun 628 M atau 9 Hijriyah, ketika ia memimpin sepuluh delegasi (wufud) dari para anggota Bani ad-Dar. Sebelumnya Nabi Muhammad memberikan sebagian pendapatan tanah yang telah ditaklukan oleh pihak muslim di Pertempuran Khaibar kepada Bani ad-Dar. Tamim bertemu dengan Muhammad untuk menerima pendapatan dan setelah bertemu dengannya, Tamim kemudian memeluk Islam dan tinggal di Madinah.[3] Peran dan Keutamaan dalam IslamSetelah ia memeluk Islam, Tamim menjadi penasihat Muhammad, khususnya pada ibadah umum. Saran-sarannya termasuk pengenalan penggunaan lampu minyak di Masjid Nabawi sebagai penerangan atau pencahayaan. Selain menjadi seorang penasihat, ia secara tradisional dianggap sebagai narator pertama cerita agama Islam. Banyak cerita termasuk tentang di pengadilan terakhir, binatang melata akhir zaman (ad-Dabbah) dan kedatangan Dajjal.[3] Sebagai bentuk penghormatan dan pembenaran atas kisah pertemuannya dengan Dajjal, Nabi Muhammad bahkan naik ke atas mimbar Masjid Nabawi dan menceritakan kembali kisah yang disampaikan oleh Tamim. Tamim ad-Dari tercatat sebagai sahabat yang memiliki gairah dan kesungguhan dalam beribadah. Bahkan ia termasuk dalam kelompok sahabat yang mampu mengkhatamkan al-Qur'an dalam satu rakaat. Ia juga tercatat pernah melaksanakan shalat malam semalam penuh hanya membaca satu ayat, yaitu bacaan Surah Al-Jasiyah ayat 2.[4] Sebelum wafatnya Nabi Muhammad, Tamim al-Dari diberikan sebuah wilayah kekuasaan besar untuk menguasai Hebron, Bayt 'Anun, dan daerah sekitarnya, meskipun saat itu Palestina masih di bawah kendali Bizantium.[3] Tanah tersebut baru diberikan kepadanya pada masa kekhilafahan Abu Bakar melalui surat. Tanah ini ia bagi dengan saudaranya yang bernama Barr bin Aus ad-Dari atau yang biasa dipanggil Abu Hindun ad-Dari. KematianPada tahun 655 M, Tamim ad-Dari meninggalkan Madinah untuk tinggal di Palestina di mana ia berasal. Ia kemudian wafat pada 661 M atau sekitaran tahun 40 Hijriyah.[3] Menurut tradisi, ia dimakamkan di kota Bayt Jibrin (sekitar Hebron).[5] Lihat pulaPranala luar
Referensi
|