Amir bin Hidzyam (ayah) Arwa binti Abi Mu'aith (ibu)
Sa'id bin Amir bin Hidzyam al-Jumahi al-Qurasyi al-Kinani (bahasa Arab: سعيد بن عامر بن حذيم الجُمَحِي القُرَشي الكِناني; meninggal 20 H/641 M) adalah salah seorang sahabat NabiMuhammad senior, paling menonjol dan terhormat. Ia masuk Islam sebelum Pertempuran Khaibar, lalu ikut serta dalam Pertempuran Khaibar bersama Nabi Muhammad dan turut serta dalam pertempuran-pertempuran sesudahnya. Khalifah Umar bin Khattab mengangkatnya sebagai gubernur Aleppo dan daerah-daerah sekitarnya di Syam hingga meninggal saat menjabat pada tahun 20 H selama kekhalifahan Umar.
Biografi
Sa'id bin Abdurrahman al-Jumahi berkata: "Ketika Iyadh bin Ghanam al-Fihri meninggal, Umar mengangkat Sa'id bin Amir untuk menggantikannya. Ia diangkat untuk memerintah wilayah Homs[1] dan daerah sekitarnya di Syam. Umar menulis surat kepadanya yang di dalamnya menasihati Sa'id untuk takut kepada Allah, serius dalam urusan-Nya, melaksanakan hak yang dituntut darinya, dan memerintahkannya untuk mengenakan pajak dan bersikap baik kepada rakyatnya".[2]Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: "Sa'id merupakan salah satu sahabat senior dan terhormat. Ibunya adalah Arwa binti Abi Mu'aith al-Umawiyah al-Qurasyiyah. Ia masuk Islam sebelum Pertempuran Khaibar, lalu hijrah dan ikut serta dalam pertempurannya, serta ikut serta dalam pertempuran-pertempuran sesudahnya. Umar mengangkatnya sebagai gubernur Homs serta terkenal karena kebaikan dan kezuhudannya".[3]
Syamsuddin adz-Dzahabi meriwayatkan bahwa Umar mengirim Sa'id untuk memperkuat pasukan muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah dalam Pertempuran Yarmuk. Atas pertolongan Allah, pasukan musuh dikalahkan dan wilayah Syam berhasil ditaklukkan.[4]Khalifah bin Khayyath berkata: "Kaisarea ditaklukkan di bawah pimpinan Sa'id bin Amir dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Masing-masing dari mereka menjadi komandan pasukannya. Atas pertolongan Allah, mereka berhasil mengalahkan pasukan musuh dan membunuh sebagian besar dari mereka".[5]Al-Baladzuri berkata: "Sa'id bin Amir adalah seorang yang baik, berbudi luhur, dan saleh. Umar mengangkatnya sebagai gubernur Ar-Raqqah, distrik-distriknya, dan Homs, namun ia tidak berumur panjang hingga meninggal pada tahun 20 H".[6]
Sa'id meninggal di Homs pada tahun 20 H (641 M) di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Riwayat lain mengatakan bahwa ia meninggal di Kaisarea. Ada pula yang mengatakan bahwa ia meninggal di Ar-Raqqah dan dimakamkan di sana.[9]
Keistimewaan Sa'id bin Amir
Berikut adalah keistimewaan dari sahabat Sa'id bin Amir:
Dipilih Umar bin Khattab menjadi Gubernur Homs,[1] Suriah karena kezuhudan dia akan dunia. Awalnya dia menolak, dengan berkata, "Janganlah engkau menjerumuskan diriku kedalam fitnah, wahai amirul mukminin". Maka dengan nada keras Umar bin Khattab berkata: "Tidak, Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu menolak. Apakah kalian hendak membebankan amanah dan khalifah diatas pundakku, lalu kalian meninggalkan diriku begitu saja?"[10]
Memiliki kedermawanan yang luar biasa. Dikisahkan ketika akan berangkat ke Homs, Suriah untuk menunaikan tugasnya sebagai wali kota, dia bersama Istrinya diberi bekal yang cukup banyak. Ketika sampai di Homs, istrinya berniat ingin membelanjakan bekal tersebut untuk membeli pakaian yang layak dan kebutuhan hidup di sana. Maka Sa'id berkata, "Maukah aku tunjukkan yang lebih baik dari rencana mu ini? Kita berada di suatu negeri yang sangat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya. Lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan mengembangkannya." Istrinya pun setuju setelah suaminya sanggup menjamin jika perdagangannya nanti rugi. Maka Sa'id pun mengambil bekal dari Umar bin Khattab, dia belikan keperluan dirinya dan istrinya, juga pakaian yang sederhana. Setelah itu, sisanya yang masih cukup banyak dia berikan kepada fakir miskin hingga habis. Karena perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan akhirat yang pasti untung. Akhirnya setelah beberapa lama, istrinya pun tahu bahwa harta yang dulu dibawa suaminya habis disedekahkan, tidak jadi untuk perdagangan dunia. Istrinya pun menangis sedih. Maka Sa'id pun berkata, "Aku mempunyai rekan-rekan yang telah lebih dulu menemui Allah, saya tidak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya". Hingga akhirnya, istri Sa'id pun meniti jalan kezuhudan terhadap dunia sebagaimana suaminya, Sa'id bin Amir.[10]
Menjadi pemimpin yang baik dan dicintai rakyatnya. Sampai pada suatu saat Umar berkata pada Sa'id, "Orang-orang Suriah mencintaimu".[10]
Tetap sederhana meski sudah menjadi seorang pejabat. Dikisahkan Sa'id diprotes rakyatnya karena baru keluar menemui rakyatnya ketika sudah menjelang siang. Maka Sa'id menjawab, "Keluarga kami tidak punya pelayan, sehingga sayalah yang membuat adonan tepung dan membiarkannya sampai mengembang, lalu saya membuat roti dan kemudian wudhu untuk sholat dhuha, baru kemudian menemui mereka".[10]
Memilih hidup miskin, padahal tunjangan sebagai Pemimpin Homs cukup besar. Ketika dia didesak agar menggunakan tunjangannya untuk lebih melonggarkan kehidupan keluarganya, dia menolak dan berkata, "Aku tidak ingin ketinggalan dari rombongan yang pertama, yakni setelah saya mendengar Rosulullah sholallahu alaihi wasallam, "Allah azza wajalla menghimpun manusia untuk dihadapkan ke pengadilan. Kemudian datanglah orang-orang miskin yang beriman, berdesak-desakan maju kedepan tidak ubahnya bagai kawanan burung merpati. Lalu ada yang berseru kepada mereka, "Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan!" Mereka menjawab, "Kami tidak punya apa-apa untuk diperiksa." Allah pun berfirman, 'Hamba-hamba-Ku itu benar" lalu mereka masuk surga sebelum orang lain masuk".[10]