Ikuanisme
![]()
Ikuanisme (Hanzi: 一貫道; Pinyin: Yīguàndào), I Kuan Tao, juga dikenal sebagai Aliran Buddha Maitreya di Indonesia, adalah agama keselamatan Tiongkok yang muncul pada akhir abad ke-19, di Shandong, dan menjadi kelompok keagamaan keselamatan terbesar di Tiongkok pada tahun 1930-an sampai 1940an.[5] "I Kuan" berarti persatuan atau kesatuan, sementara "Tao" berarti jalan, kebenaran, atau juga Ketuhanan. Menurut Sebastien Billioud, Ikuanisme dapat dilihat sebagai gabungan antara versi terbaru dari tradisi Tridharma (sinkretisme Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme) yang juga menggabungkan ajaran agama Kristen dan Islam (dengan demikian menjadi satu kesatuan dari lima ajaran) dan eskatologi mileniarisme yang menonjolkan bencana akhir zaman dan misi penyelamatan.[6] Seiring perkembangannya, terbentuk aliran Ikuanisme baru seperti Mile Dadao (彌勒大道) yang sepenuhnya memisahkan diri karena perbedaan pendapat doktrinal.[7] I Kuan Tao awalnya adalah kelompok kecil di daerah Shandong berjumlah ribuan pengikut, tetapi di bawah kepemimpinan Zhang Tianran dan Sun Suzhen melalui kegiatan misionaris, kelompok ini berkembang menjadi gerakan terbesar di Tiongkok pada tahun 1940-an dengan jutaan pengikut.[8] Pada tahun 1949, Yiguandao dilarang di daratan Tiongkok dan dianggap sebagai organisasi rahasia ilegal dan sekte sesat sebagai bagian dari kampanye anti-agama yang lebih luas yang berlangsung saat itu. Yiguandao kemudian berkembang pesat di Taiwan, meskipun mengalami penganiayaan selama puluhan tahun oleh Kuomintang yang secara resmi berakhir pada tahun 1987 dengan legalisasi Yiguandao.[9] Di Indonesia, meskipun timbul beberapa kontroversi dari berbagai aliran arus utama Buddhisme,[10][11][12][13][14][15][16] Ikuanisme secara resmi diakui oleh Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan dikenal sebagai Aliran Buddha Maitreya dengan "Jalan Ketuhanan" di bawah naungan Majelis Agama Buddha I Kuan Tao Indonesia.[17] Sementara itu, Mile Dadao juga diakui di bawah naungan Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia.[18] Ikuanisme di Indonesia berasal dari Taiwan sekitar tahun 1950-an. Akan tetapi, di Taiwan, Ikuanisme berdiri sendiri sebagai sebuah agama resmi yang diakui pemerintah dan terpisah dari agama Buddha. SejarahSebelum abad 19Kelompok-kelompok agama rakyat dan agama keselamatan sangat populer pada zaman dinasti Ming (1368-1644), dan Luo Qing / Luo Menghong (羅清 /羅夢鴻) yang menulis Wubu Liuce / "Five Books in Six Volumes" (五部六冊) pada tahun 1509 adalah salah satu tokoh yang menonjol pada kala itu.[19] Para pengikut Luo Qing mendirikan kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Luoisme (羅教) / Jalan Luo (羅道). Luoisme yang telah tersebar di banyak daerah memiliki dua cabang utama: Wuweiisme (無為教) dan sekte Kendaraan Besar / Mahayana (大乘教 Dacheng jiao).[20] Kelompok Dachengjiao dibagi menjadi dua grup, grup timur dan grup barat. Kelompok timur dipimpin oleh anak perempuan dari Luoqing, Luo Foguang (羅佛广) dan cucu menantunya Wang Sen (王森). Kelompok bagian timur terbagi menjadi sekte Longhua (龍華教), sekte Bendera Emas (金幢教) dan sekte Seroja Hijau (青蓮教). Ketiga ajaran ini dinamakan Zhaijiao (齋教 Sekte Vegetarian) yang belakangan dikenal dengan Laoguan Zhaijiao (老官斋教).[21] Salah satu keturunan dari Luo Qing yang bernama Luo Weiqun (羅蔚群) / Luo Weixing (羅维行) dari sekte Mahayana Timur menyebarkan ajaran di daerah Jiangxi.[a][22][23][24][25] Kalangan I Kuan Tao meyakini Luo Weiqun mendapatkan Firman Tuhan dari Maha Guru ke 7, Bai Yuchan (白玉蟾) dan Mao Daoyi (馬道一) yang dianggap sebagai penerus garis silsilah patriark Buddhisme.[b][26][27][28][22] Luo Weiqun memiliki seorang pengikut yang menjadi penerusnya bernama Huang Dehui (黃德輝, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-9).[23] Pada masa pemerintahan kaisar Yongzheng pada Dinasti Qing, setelah Luo Weiqun dihukum mati oleh pemerintah,[29] Huang Dehui mendirikan sekte Seroja Hijau atau juga dikenal dengan nama Xiantiandao (先天道).[30] Sekte ini menyatukan tiga agama dengan mempraktikkan tata krama Konfusianisme, praktik-praktik Taoisme, dan sila-sila Buddhisme. Dinamakan Seroja Hijau untuk bersaing dengan sekte Seroja Putih yang populer saat itu.[31] Sekte ini sangat populer di Sichuan, Yunnan-Guizhou dan Hubei, dan melancarkan banyak pemberontakan demi menggulingkan dinasti Qing dan mengembalikan dinasti Ming, tapi berhasil ditekan oleh pemerintahan Dinasti Qing.[32] Pada tahun 1690, Huang Dehui ditangkap dan dihukum mati.[33][29] Kepemimpinan di lanjutkan beberapa puluh tahun kemudian oleh Wu Zixiang (吴子祥, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-10). Ia juga pada akhirnya ditangkap oleh pemerintah dan juga dihukum mati.[33] Pada tahun 1790, sebagai pemimpin kelompok, He Liaoku (何了苦, di I Kuan Tao dikenal sebagai Maha Guru ke-11), dikirim ke Longli, Guizhou menjadi tentara sebagai hukuman dari pemerintah, sehingga sekte Seroja Hijau menyebar ke Guizhou. Murid He Liao Ku, yaitu Yuan Zhiqian (袁志謙, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-12) menyebarkan ajaran dari Guizhou ke Yunnan, Sichuan, dan Hubei, dan berkembang pesat.[34] Abad 19 sampai Era Revolusi TiongkokSekte Seroja Hijau terus ditekan pemerintah pada awal abad 19 tapi berhasil bertahan. Pada tahun 1828, setelah patriak ke-13 yaitu Xu Ji'nan (徐吉南) dan Yang Shouyi (楊守一) ditangkap dan dihukum mati oleh pemerintah Qing,[35][29] sekte Seroja Hijau terpecah, dan para pemimpin bersembunyi, menyebar menjadi banyak kelompok kecil.[30] Pada tahun 1843, sekte Seroja Hijau kemudian bersatu dengan partai dan kelompok bersenjata untuk melawan para perwira dan tentara, dan menjadi kelompok agama rahasia, menyebabkan banyak kerusuhan.[30][36] Pada tahun 1845, sekte Seroja Hijau melancarkan pemberontakan di Wuchang tapi gagal.[37] Lin Yimi (林依秘), salah satu dari pemimpin 5 elemen Xiantiandao yang lolos dari tangkapan pemerintah saat itu, kemudian mendirikan Aula Surga Barat (西乾堂) sebagai tempat untuk menampung anggota-anggota sekte Seroja Hijau.[38] Pada tahun 1873, Yao Hetian (姚鶴天, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-14) diangkat sebagai pengawas Aula Surga Barat. Selanjutnya patriark Yao mengklaim bahwa dia mempunyai Firman Tuhan dan mendirikan kelompok sendiri.[38] Pada tahun 1877, Wang Jueyi (王覺一) meneruskan kepemimpinan kelompok Yao berdasarkan titah Ibu Suci yang menunjuk Wang Jue Yi sebagai maha guru ke-15.[39] Dan kelompok cabang yang dia pimpin selanjutnya dinamakan Mohou Yizhujiao / Sekte Penyelamatan Paling Akhir (末后一着教).[19] Maha Guru Wang mengubah teologis, ritual dan juga menghapus syarat "bervegetarian" dan "menjalankan pantangan" sebagai syarat untuk bergabung, sehingga membuat kelompoknya berkembang cepat saat itu. Pada tahun 1883, Mohou Yizhujiao merencanakan pemberontakan yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 bulan 3 secara serentak di beberapa kota.[40] Rencana tersebut ketahuan oleh pemerintahan Qing dan langsung menangkap para pemimpin kelompok ini sekaligus menekannya. Maha Guru Wang kabur ke Hankou kemudian ke Sichuan dan hidup bersembunyi sampai meninggal.[41][42] Mohou Yizhujiao di bawah kepemimpinan Wang Jue Yi secara signifikan banyak menggunakan ajaran Konfusius sebagai dasar ajarannya. Para praktisi harus mengikuti kitab suci Daxue (大學), sementara praktik Taoisme seperti pertapaan dan pengobatan dihapuskan. Dari patriark ke-15, silsilah Tao berlanjut ke Liu Huapu / Liu Qingxu (劉化普 / 劉清虛) sebagai patriark ke-16.[43] Pada tahun 1886, maha guru ke 16 menggunakan kata-kata Konfusius yang berkata bahwa 吴道一以贯之 "jalan yang saya ikuti adalah jalan yang menyatukan semua" yang selanjutnya menamakan kalangan Tao dengan nama I Kuan Tao (一貫道).[43][44] Pada 1905, Lao Mu melalui tulisan roh memberikan petunjuk bahwa Lu Zhongyi ditetapkan menjadi pemimpin selanjutnya dan Firman Tuhan diberikan kepadanya pada tahun itu.[c][43][45][46] Kalangan I Kuan Tao meyakini Lu Zhongyi sebagai maha guru pertama pada era Pancaran Putih, era terakhir dari Tiga Pancaran, dan merupakan reinkarnasi dari Buddha Maitreya. Para Patriark / Maha Guru I Kuan Tao Wang Jueyi dan Liu Qingxu ![]() Kepemimpinan Zhang Tianran pada tahun 1930-anI Kuan Tao mulai berkembang pesat saat sesepuh ke-18 Zhang Tianran (張天然) memegang kepemimpinan. Sesepuh Zhang masuk ke dalam I Kuan Tao sejak tahun 1915.[47] Patriark ke-17 Lu Zhongyi melihat talenta sesepuh Zhang dan menyuruhnya untuk bergabung dengannya di Jining. Dan setelah meninggalnya maha guru ke-17 pada tahun 1925, sesepuh Zhang diangkat menjadi patriark ke-18 pada tahun 1930. Sesepuh Zhang dikatakan sebagai inkarnasi Buddha Ji Gong (濟公) , atau disebut Buddha Hidup Ji Gong (濟公活佛). Sesepuh Zhang Tian Ran disebut sebagai Shi Zun 師尊 (Bapak Guru Agung). Sesepuh Zhang dan sesepuh Sun Suzhen (孫素真) berdasarkan atas mandat Lao Mu, dinyatakan bersama menjadi suami-istri dan menjabat sebagai maha guru ke-18 I Kuan Tao.[d][48][49] Sesepuh Sun disebut sebagai inkarnasi Bodhisatwa Yue Huei 月慧菩薩. Sesepuh Sun dihormati sebagai Shi Mu 師母 (Ibu Guru Suci). I Kuan Tao menyebar pesat dari tahun 1930 sampai 1936. Dari tahun 1937-1947 selama kekuasaan Jepang, I Kuan Tao juga berhasil menarik penganut dari utara, tengah sampai selatan Tiongkok. Melalui aktivitas misionaris, dalam kekacauan politik dan sosial yang disebabkan oleh invasi Jepang ke Tiongkok pada tahun 1940-an, yang membuat kepercayaan Milenarianisme I Kuan Tao menjadi meyakinkan buat masyarakat saat itu, agama ini berkembang dengan sangat cepat, hingga mencapai lebih dari 10 juta orang pengikut. Sesepuh Zhang Tianran meninggal tahun 1947 saat komunis mulai berkuasa di Tiongkok. Maha Guru ke-18 Zhang Tianran dan Sun Suzhen Penindasan di Tiongkok setelah tahun 1949Setelah meninggalnya Sesepuh Zhang, dan bangkitnya Partai Komunis Tiongkok pada tahun 1949, I Kuan Tao mengalami tekanan dari pemerintah Tiongkok waktu itu.[50] I Kuan Tao ditindas, karena dianggap sebagai kelompok reaksioner terbesar (反動會道門). Pada bulan Desember 1950, The People's Daily (人民日报) menerbitkan editorial “Melarang Keras I Kuan Tao” (堅決取締一貫道), yang menyatakan bahwa gerakan ini telah digunakan sebagai alat kontrarevolusi oleh kaum imperialis dan Kuomintang.[51] Editorial tersebut menandai dimulainya kampanye nasional pemberantasan I Kuan Tao di China. Target utama dari kampanye ini adalah untuk menghancurkan organisasi dan kepemimpinan gerakan tersebut sampai ke akarnya. Para pemimpin tertinggi dieksekusi atau dikirim ke penjara, para anggota dipaksa untuk menjalani pendidikan ulang politik dan mereka diawasi dengan ketat.[52] Sebuah pameran yang mengecam I Kuan Tao diadakan di Beijing pada bulan Januari 1951. Pada tahun 1952, pemerintah merilis “Sang Jalan yang terus menerus merugikan masyarakat” (一贯害人道 Yiguan Hairen Dao), sebuah film yang menentang I Kuan Tao.[53] Sejumlah penganut I Kuan Tao, termasuk Sun Suzhen, melarikan diri ke Hong Kong dan kemudian ke Taiwan, di mana agama tersebut berkembang pesat.[53] Sementara itu, para murid Sesepuh Zhang secara individual juga menyebarkan ajaran I Kuan Tao di Taiwan, sehingga muncul kelompok-kelompok I Kuan Tao dengan sesepuh atau pemimpin yang berbeda-beda.[54] Penyebaran Ajaran di TaiwanDi Taiwan, I Kuan Tao juga dilarang sejak tahun 1952. Tapi kelompok-kelompok I Kuan Tao tetap bergerak secara sembunyi-sembunyi dan menyebarkan ajaran. Selama tiga dekade, I Kuan Tao terus mendapatkan kritik dari agama Buddha ortodoks dan mendapatkan stigma yang kurang baik dari masyarakat. Saat itu, banyak yang menyebut kalangan I Kuan Tao dengan sebutan 鴨蛋教 Agama Telur Bebek.[55] Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Taiwan pada tahun 1960 membawa banyak perubahan pada I Kuan Tao. Beberapa pemimpin I Kuan Tao bisnisnya sukses dan menjadi konglomerat yang memiliki perusahaan raksasa. Mereka mengkombinasikan usaha bisnis mereka dengan kegiatan misionaris.[56] Perusahaan-perusahaan mereka merekrut karyawan yang kemudian menjadi pengikut kalangan Tao. Seringkali, mereka menambahkan beberapa aktivitas keagamaan ke dalam kursus pelatihan perusahaan, mempromosikan I Kuan Tao pada para pekerja, dan kemudian mendorong para pekerja untuk dilintasi. I Kuan Tao juga banyak masuk ke dalam universitas-universitas, dengan membentuk adanya kelompok makan (伙食團). Pada awal tahun 1980an, I Kuan Tao telah membentuk ratusan kelompok makan di berbagai universitas di Taiwan.[57] Walaupun saat itu pemerintah masih berusaha menekan dan menghalangi segala kegiatan I Kuan Tao, dengan masuk ke dalam lingkungan perusahaan-perusahaan dan universitas-universitas, I Kuan Tao telah menemukan cara yang efektif untuk menarik umat dalam skala besar. Pada tanggal 13 Januari 1987, pemerintah Kuomintang di Taiwan pada akhirnya secara resmi melegalkan I Kuan Tao. I Kuan Tao menjadi agama pertama yang bertransformasi dari kelompok yang ditindas menjadi kelompok agama yang sah di kalangan masyarakat Tiongkok modern.[58] ![]() Doktrin dan AjaranDewa dan DewiLao Mu![]() Pemujaan tertinggi kalangan I Kuan Tao tertuju pada Ibu Tua Tanpa Batas / Ibu Suci Tanpa Batas / Ibu Mulia Tanpa Batas (舞極母 Wujimu), disebut juga Ming Ming Shangdi (明明上帝), yang juga dikenal sebagai Ibu Mulia Abadi (無生老母 Wusheng Laomu) atau disingkat Lao Mu, sosok yang menjadi ciri khas dari agama-agama rakyat Tiongkok lainnya.[59] Lao Mu di sini dianggap sebagai sumber dari segala sesuatu, bukan laki-laki maupun perempuan, meskipun disebut “Ibu” atau “Ibu Surgawi”.[60] Di kalangan I Kuan Tao Indonesia, Lao Mu ini sering diterjemahkan sebagai "Tuhan". Pada abad ke-16, sebuah mitologi seputar Lao Mu mulai terbentuk, diintegrasikan kepercayaan tentang Maitreya, yang telah tersebar luas sejak dinasti Yuan. Kepercayaan Maitreya bersifat milenarian, yang menyatakan bahwa dunia akan segera berakhir dan Maitreya akan menjelma di alam fisik untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam keyakinan terhadap Lao Mu, Maitreya adalah salah satu dari tiga makhluk yang tercerahkan yang dikirim oleh Ibu Suci untuk membawa misi penyelamatan.[60] Sosok Lao Mu berasal dari sosok Xiwangmu, “Ibu Ratu dari Barat”, dewi ibu kuno Tiongkok, yang terkait dengan mitos Kunlun, poros dunia, dan dengan demikian juga dengan Hundun.[61] Ibu Mulia Tanpa Batas dianggap sebagai mahakuasa, dan dianggap oleh pengikut I Kuan Tao sebagai sosok yang penuh welas asih, yang mengkhawatirkan putra-putrinya yang sudah kehilangan sifat aslinya, dan karena itu berusaha membawa mereka kembali ke surga yang merupakan kampung halaman mereka.[62] Buddha MaitreyaSetelah Lao Mu, pemujaan tertinggi kedua para pengikut Ikuanisme ditujukan kepada Buddha Maitreya yang sering mereka sebut dengan nama Mile Zushi (彌勒祖師, Patriark / Eyang Guru / Maha Guru Maitreya). Sosok patung yang digunakan dan dianggap sebagai Buddha Maitreya di dalam vihara-vihara I Kuan Tao adalah Budai. I Kuan Tao meyakini bahwa Maitreya sudah turun ke dunia beberapa kali dan telah mencapai Kebuddhaan dan yang terakhir adalah saat bereinkarnasi menjadi Lu Zhongyi sebagai patriark yang ke-17. Dimulai sejak masa itulah, masa pancaran merah telah berakhir dan dimulainya masa pancaran putih, yang juga berarti bahwa masa Buddha Sakyamuni sudah berakhir dan dimulainya masa Buddha Maitreya. Buddha Maitreya diyakini menjadi pemimpin kuasa alam (天盤), sedangkan Buddha Jigong menjadi pemimpin kuasa Tao (道盤).[63] Ini sesuai dengan eskatologi tiga masa pancaran Ikuanisme di mana sekarang manusia ini sudah memasuki masa akhir dari dunia ini. Pada masa pancaran terakhir, Tao yang agung yang sebelumnya merupakan rahasia langit diturunkan secara global kepada masyarakat biasa.[64] Sutra Buddha Maitreya Menyelamatkan dari Penderitaan (彌勒救苦真經 mile jiuku zhenjing) yang dihasilkan pada 3 Maret 1926, di Shandong menjadi dasar dari keyakinan ini.[65] Dewa-Dewa LainI Kuan Tao juga melakukan pemujaan kepada banyak dewa dan dewi dalam ritual sembahyang mereka yang secara umum disebut dengan nama Zhutian Shensheng (諸天神聖) atau sering disebut dengan istilah Xianfo (仙佛, "Buddha abadi"). Beberapa dewa-dewi yang disembahyangi dalam ritual sembahyang persembahan dupa (獻香) antara lain adalah Dewi Guanyin yang disebut dengan nama Nanhai Gufo (南海古佛, Buddha Kuno Nanhai), Jigong yang disebut dengan nama Huofo Shizun (活佛師尊, Buddha Hidup Jigong), Yueguang yang disebut dengan nama Yuehui Pusa (月慧菩薩, Bodhisatwa Kebijaksanaan Bulan), Guangong yang disebut dengan nama Guansheng Dijun (關聖帝君) atau sebagai Guan Falüzhu (關法律主, Dewa Penjaga Guan), Lü Dongbin yang disebut dengan nama Fuyou Dijun (孚佑帝君) atau sebagai Lü Falüzhu (呂法律主, Dewa Penjaga Lü), Nanji Laoren yang disebut dengan nama Changshen Dadi (長生大帝, Dewa Umur Panjang), Dewa Dapur yang disebut dengan nama Zaojun (灶君), 5 Nabi Agama (Laozi, Konfusius, Sakyamuni, Yesus dan Muhammad), para patriark / maha guru masa pancaran putih (Lu Zhongyi, Zhang Tianran, Sun Suzhen), serta senior-senior kalangan masing-masing yang diyakini telah mencapai kesempurnaan (成道).[66][67] Senior-senior yang masuk dalam kategori ini diberi gelar tertentu melalui tulisan roh (扶乩) dengan sebutan seperti “bodhisattva” (菩薩), shengdi (聖帝), dadi (大帝), zhenjun (真君), zhenxian (真仙), daxian (大仙), tianxian (天仙). Umat I Kuan Tao meyakini gelar-gelar tersebut diberikan oleh Laomu dan merupakan bukti bahwa mereka telah mencapai Kebuddhaan. ![]() EskatologiIkuanisme meyakini bahwa pencipta alam semesta, bumi, dan seluruh mahluk hidup adalah Lao Mu. Satu lingkaran (元) siklus dunia terbentuk sampai musnah kembali adalah selama 129.600 tahun.[68] Satu lingkaran tersebut dibagi 12 fase (會) yang tiap fasenya adalah selama 10.800 tahun, dan I Kuan Tao meyakini bahwa kita kini berada dalam zaman terakhir dimana manusia telah hidup 60.000 tahun.[69] Manusia sebagai anak-anak dari Lao Mu karena telah terlalu lama di bumi, tersesat dalam hidup duniawi, terjerumus dalam dosa menyebabkan mereka hidup dalam roda reinkarnasi dan tidak bisa kembali ke Surga. Lao Mu sangat merindukan anak-anaknya di bumi ini, dan mengutus 10 Buddha untuk menyelamatkan anak-anaknya di bumi. 7 Buddha pertama telah datang saat bermulanya kebudayaan manusia, dan 3 Buddha terakhir mengemban tugas penyelamatan. Sehingga dibagi 3 Masa Pancaran (三陽): Masa Pancaran Hijau, Pancaran Merah, dan Pancaran Putih.[10] Buddha Dipankara diutus saat Masa Pancaran Hijau (sekitar 3000 SM) sampai masa Jiang Taigong (姜太公). Pada Masa Pancaran Merah diutus Buddha Siddharta Gautama sebagai pemegang kuasa alam. Dan terakhir Masa Pancaran Putih adalah masa di mana Buddha Maitreya diutus turun ke dunia. Kalangan I Kuan Tao meyakini Buddha Maitreya telah datang ke dunia sebagai Patriark ke-17 Lu Zhongyi.[70] ![]() Sejarah resmi I Kuan Tao membagi perkembangan Tao dalam 3 periode silsilah Tao. Periode pertama disebut sebagai 18 Patriark dari Timur Awal (前東方十八代祖師), yang bermula dari awal adanya manusia. Patriark pertama adalah Fu Xi, tokoh legenda dari Tiongkok, pencipta Pa Kua (8 triagram).[70] Kemudian berlanjut ke Shen Nong (penemu pertanian), Huang Di (Kaisar Kuning), diteruskan ke raja-raja Tiongkok, sampai dengan Lao Zi (Penulis Tao Te Ching), Kong Hu Cu dan terakhir adalah Mengzi. Dikatakan bahwa karena perang saudara di daratan Tiongkok, menyebabkan silsilah Tao berpindah ke barat (India) dan Tao dilanjutkan oleh Siddharta Gautama.[70] Di sini bermula periode ke-2 yang disebut 28 Patriark dari Barat (西方二十八代祖師), bermula dari Siddharta Gautama, diteruskan ke Mahakassapa, Ananda, sampai dengan yang terakhir Bodhidharma. Bodhidharma dikatakan membawa Tao kembali ke Tiongkok, dan bermulalah periode ke-3: 18 Patriark dari Timur Akhir (後東方十八代祖師). Bermula dari Bodhidharma sampai Maha Guru ke-6 Hui Neng (sama seperti aliran Zen). Dari Patriark ke-7 sampai ke-18 dimulainya periode rumah api di mana Tao diturunkan secara rahasia dan berakhir di Maha Guru ke-18 yaitu Zhang Tianran dan Sun Huiming.[70] Garis silsilah turun temurun ini di kalangan umat I Kuan Tao disebut sebagai seutas "benang emas" (金線) yang menjadi bagian penting dari legitimasi Tao atau Firman Tuhan sejati yang diemban untuk bisa menyelamatkan umat manusia dari lautan penderitaan. Tao sebagai Jalan Keselamatan untuk terlepas dari Tumimbal LahirI Kuan Tao meyakini bahwa di dunia ini ada yang dinamakan Tao (道) atau Jalan Ketuhanan. Tao adalah Kebenaran Mutlak / Sejati (真理). Tao sudah ada sebelum Langit dan Bumi diciptakan. Tao bakal tetap ada setelah hancurnya langit dan bumi. Tao adalah sumber dari segalanya. Tao ada di manapun. Tao adalah inti dari segalanya.[71] Di dalam tubuh manusia, Tao ini adalah titik suci yang merupakan jalur kelahiran dan kematian. Tao ini diyakini merupakan rahasia langit yang dicari oleh para Buddha dan orang suci untuk mencapai kesucian pada zaman dahulu. Dengan berkembangnya zaman, moralitas telah menurun dan hati manusia tidak lagi murni. Bencana turun di mana-mana.[72] Untuk menyelamatkan manusia dari bencana akhir zaman, Lao Mu menurunkan guru-guru penerang yang memiliki Firman Tuhan (天命) turun ke dunia untuk menurunkan Tao ini kepada umat manusia. Setelah orang mendapatkan Tao, maka roh sejati-nya akan terselamatkan dari bencana akhir.[73] Setelah manusia mendapatkan Tao, maka namanya akan dicoret dari Neraka dan terdaftar di alam Surga Abadi (理天 Li Tian), sehingga terbebas dari kekuasaan Giam Loo Ong.[74] Pada masa pancaran terakhir, diyakini bahwa manusia bisa "mendapatkan dahulu, membina kemudian" (先得後修), yang artinya orang-orang yang mendapatkan Tao akan mendapatkan akses jalan menuju ke surga terlebih dahulu, baru pelan-pelan melatih dan membina diri.[75][76] Sejak zaman dahulu, Tao jarang sekali ditunjukkan kepada manusia. Oleh karena itu melampaui siklus kelahiran dan kematian sangat sulit dicapai. Pada masa itu, seseorang harus melatih diri selama banyak kehidupan dan melakukan perjalanan jauh untuk mencari Guru Penerang untuk menerima Tao. Saat ini, umat manusia mendekati Masa Penghakiman Terakhir. Untuk menyelamatkan yang baik, Lao Mu membuat Tao bisa didapatkan oleh semua orang.[70] Pada masa pancaran terakhir ini, keselamatan dapat dicapai dengan cara mendapatkan Tao dalam bentuk "tiga mustika" pada saat upacara memohon Tao (求道 qiudao), yaitu "pintu suci" (玄關), "ucapan suci" (口诀), "pertanda suci" (合同).[77] Ketiga mustika ini memungkinkan para pengikut I Kuan Tao untuk melampaui lingkaran kelahiran dan kematian dan langsung naik ke Alam Surga yang Kekal setelah mereka meninggal.[77][78] I Kuan Tao juga meyakini bahwa Tao inilah yang membedakan mereka dengan agama. Tao dianggap sebagai inti dan diibaratkan seperti batang dan akar pohon, sementara semua agama di dunia hanyalah ajaran saja dan diibaratkan sebagai ranting-ranting dari sebuah pohon. Umat I Kuan Tao memiliki keyakinan bahwa hanya mereka yang memiliki Tao saja yang dapat terselamatkan. Dalam kitab mereka, disebutkan sebuah kata-kata "Mendapatkan satu titik lebih berharga daripada membaca ribuan kitab suci." (讀破千經萬典,不如明師一點)[71] Kesatuan Lima AgamaI Kuan Tao adalah sebuah kelompok relatif sinkretis yang dibangun di atas lima ajaran (教: Konfusianisme, Buddhisme, Taoisme, Kristen, Islam), yang semuanya mengabdi pada kebenaran yang lebih tinggi bernama Tao.[79] Meskipun I Kuan Tao sangat terbuka untuk mencangkokkan elemen-elemen dari agama lain, kelompok ini berkeyakinan bahwa ajaran agama tidaklah lengkap dan ketinggalan zaman. Sementara dari sudut pandang mereka, I Kuan Tao bukanlah sebuah agama tapi adalah intisari dari semua agama yang memiliki ajaran sejati yang lengkap, khas dan baru yang lebih unggul serta sudah mencakup semua ajaran-ajaran yang baik dari setiap agama.[80] Tokoh-tokoh agama besar dalam sejarah memberikan inspirasi bagi keyakinan sinkretis mereka yang meyakini bahwa “semua agama adalah satu” (萬教一). Rangkaian peristiwa turunnya para nabi agama diyakini memang telah dirancang untuk mempersiapkan dunia bagi pewahyuan kebenaran yang lebih besar, dan berpuncak pada pewahyuan ajaran yang sejati, yaitu I Kuan Tao.[81] Ketika beroperasi di masyarakat non-Tionghoa, Yiguan Dao mencoba untuk menghilangkan ciri-ciri etnosentris dengan mengembangkan seperangkat penjelasan universalistik dari ajarannya. Ajaran ini menggunakan tulisan roh untuk menghasilkan materi wahyu dari dunia para dewa dan roh, membangun kepercayaan dan keyakinan baru.[80] Pada saat yang sama, untuk menarik perhatian penduduk lokal di desa-desa Taiwan, Yiguan Dao juga menyerap elemen-elemen agama populer setempat, hingga ke tingkat dewa-dewa bumi setempat, ketika sekte ini melebarkan sayapnya ke dalam masyarakat yang masih memuja dewa-dewa ini.[80] Singkatnya, Yiguan Dao secara aktif menyesuaikan ajarannya dengan lingkungan yang baru. ![]() Dalam kelas-kelas pendalaman seperti Fahui (法會), Xinmin Ban (新民班), Zhishan Ban (至善班), ada banyak isi ceramahnya yang berisi kutipan kitab-kitab dari lima agama.[82] Namun, di saat yang sama, I Kuan Tao juga menggarisbawahi secara spesifik salah satu dari lima ajaran ini, yaitu Konfusianisme, yang dianggap menempati posisi istimewa, situasi yang dirangkum dalam ungkapan “Konfusianisme sebagai ajaran” (以儒為宗) yang ditemukan di mana-mana dalam literatur I Kuan Tao.[79] Misi Penyelamatan dari Bencana Akhir ZamanI Kuan Tao meyakini akan segera datangnya bencana akhir zaman / kiamat.[83] Dunia dalam sudut pandang mereka dianggap semakin hari semakin buruk dan kacau di mana moral manusia juga semakin merosot.[63] Masa sekarang ini diyakini merupakan masa pancaran ketiga berdasarkan eskatologi mereka, sehingga keadaan di dunia ini dikatakan sudah sangat mendesak, sehingga memotivasi para misionaris untuk melakukan upaya prerekrutan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Dalam keyakinan mereka, perekrutan tersebut adalah bentuk penyelamatan secara global agar seluruh manusia dapat bisa dibawa kembali ke kampung halaman asli mereka yaitu Alam Surga Abadi, tempat Lao Mu berada. Pekerjaan misionaris yang penting disebut sebagai kaihuang (開荒, “membuka lahan baru”), yang artinya membuka vihara di tempat yang dirasa belum ada pengikut I Kuan Tao.[84] Dalam beberapa tahun, teknik-teknik untuk menarik umat telah disempurnakan dengan baik. Selama beberapa tahun, gambaran-gambaran yang jelas tentang kehancuran dan kerusakan dibuat untuk mendesak orang-orang agar “bergabung dengan sekte untuk menghindari bencana” (入教避劫).[84] Salah satu ajaran yang ditekankan adalah, “Karena mereka adalah keluargamu, kamu harus menyelamatkan mereka, karena mereka adalah temanmu, kamu harus menyelamatkan mereka” (因親度親親友度友).[84] Selain untuk bisa terlepas dari bencana akhir zaman, motivasi dari para pengikut Ikuanisme mencari umat sebanyak-banyaknya adalah keyakinan mereka bahwa kesempatan untuk mendapatkan Tao yang sejati sangat sulit didapat.[85] Karena masa Tao diturunkan secara global hanya terjadi pada masa yang sangat terbatas yaitu pada masa pancaran ketiga, sehingga mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut.[74] Hukum Karma dan Amal JasaIkuanisme meyakini adanya hukum sebab-akibat (Karma). Segala tindakan dan sebab akan menghasilkan akibat. Amal Jasa Pahala (功德) diyakini sebagai sesuatu yang sangat mempengaruhi hukum karma. Karma buruk biasanya akan mendatangkan penyakit dan penderitaan. I Kuan Tao meyakini bahwa setelah memohon Tao, untuk dapat mencapai kesempurnaan seseorang harus melunasi hutang karma yang telah tertumpuk selama 60.000 tahun, sehingga dalam kehidupan ini harus berusaha untuk melunasinya dengan melakukan banyak amal jasa serta mengikis karma pada saat mengalami penderitaan.[86] Dengan melakukan banyak amal jasa pahala maka diyakini itu dapat meringankan penderitaan dan penyakit. Dengan Amal Jasa Pahala yang cukup maka seseorang dapat terbebas dari lingkaran kelahiran dan kematian serta mendapatkan kedudukan tinggi di Surga. Selain itu jasa pahala juga dapat ditransmisikan kepada leluhur dan keturunan.[87] Maka disebutkan satu orang membina Ketuhanan, maka 7 generasi nenek moyang dan 9 generasi keturunannya akan memperoleh pahalanya. Ada 3 jenis amal jasa yang bisa dilakukan yaitu Amal Materi, Amal Dharma dan Amal Tenaga. Beberapa Amal Pahala dianggap sangat besar kebajikannya seperti melintasi umat manusia untuk mendapatkan Tao, mengorbankan diri untuk kalangan Tao dan mendirikan vihara pribadi, sehingga mendorong banyak umat I Kuan Tao untuk melakukan tugas misionaris, dengan anggapan bahwa semakin banyak orang yang mereka lintasi maka semakin besar amal pahala yang terkumpul.[88] Enam Jalur ReinkarnasiIkuanisme meyakini adanya roh yang kekal dalam diri manusia dan setelah meninggal roh tersebut akan memasuki tubuh baru di 6 jalur reinkarnasi (roh keluar dari 6 pintu samping, yaitu lewat mata, telinga, mulut, hidung, pusar dan ubun-ubun). Enam jalur reinkarnasi diyakini merupakan jalur yang akan dilalui oleh orang-orang yang belum memohon Tao (qiu dao), sedangkan yang sudah memohon Tao, rohnya akan masuk ke alam surga yang lebih tinggi yaitu Alam Surga Abadi (理天 Li Tian) dan terbebas dari enam jalur reinkarnasi.[89] Enam jalur reinkarnasi tersebut terbagi menjadi 1 jalur menjadi dewa di Alam Hawa (氣天), 1 jalur menjadi manusia di Alam Manusia (象天), dan 4 jalur yang dihukum di Alam Neraka (地獄) terlebih dahulu baru kemudian terlahir kembali menjadi 4 jenis binatang di Alam Manusia.[e] ![]() Ujian PembinaanIkuanisme meyakini adanya “ujian” atau "cobaan" (考 kao). Dari sudut pandang mereka, seseorang harus mengalami berbagai macam cobaan dalam proses pembinaan: jika tidak ada ujian, maka tidak ada peningkatan. I Kuan Tao mengidentifikasi beberapa jenis ujian, seperti ujian dari dalam (內考 neikao - penderitaan seperti penyakit, rasa sakit, kebakaran, banjir, dan perampokan), ujian dari luar (外考 waikao - cemoohan dari kerabat, teman, dan tetangga, penindasan dan kekerasan dari pejabat pemerintah), ujian kemarahan (氣考 qikao), ujian yang tidak biasa (奇考 qikao), ujian lancar (順考 shunkao), ujian kesulitan (逆考 nikao), ujian kebingungan (顚倒考 diandao kao), dan ujian dari kalangan Tao (道考 daokao).[90][91] Ujian-ujian ini bisa merupakan pengaturan dari Lao Mu atau juga bisa karena para iblis atau roh yang menagih karmanya.[92] Teori ini adalah teori yang mereka yakini untuk mengatasi penderitaan selama masa penindasan (ditekan pemerintah). Salah satu ujiannya adalah “ujian dari negara” (管考 guankao), yang mengacu pada “penindasan dan kekerasan dari pejabat pemerintah.”[93] Menurut teori I Kuan Tao, penindasan dapat menguntungkan para pengikutnya setidaknya dari aspek-aspek berikut. Pertama, karena penindasan adalah ujian yang diatur oleh Lao Mu untuk memilih orang-orang yang benar-benar beriman, mereka yang lulus ujian akan diberi imbalan setelah mereka memasuki Surga. Secara khusus, status surgawi mereka (果位) didasarkan pada penderitaan yang mereka alami selama penindasan. Semakin mereka menderita, semakin tinggi status surgawi yang akan mereka peroleh setelah kematian. Kedua, penindasan membantu “menghilangkan kebiasaan buruk dan memperbaiki sifat buruk” (去毛病 改脾氣).[94] I Kuan Tao ini berpandangan bahwa roh-roh asal yang dikirim oleh Lao Mu adalah suci, tetapi mereka berangsur-angsur kehilangan sifat aslinya dan menjadi kejam dan licik. Penindasan dapat membuat orang merefleksikan diri mereka sendiri dan membuang kebiasaan dan temperamen yang buruk, seperti ketidaksabaran dan kesombongan. Akhirnya, menanggung penganiayaan adalah cara untuk mengurangi karma (業障), yang terakumulasi karena tindakan salah seseorang selama fase-fase kehidupan orang tersebut. Dengan menghadapi dan bertahan dalam penindasan, orang yang percaya dapat memperoleh jasa pahala, yang dapat membantu mereka melenyapkan lingkaran kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Singkatnya, semakin banyak umat sekte menderita, semakin banyak karma yang akan mereka kurangi; semakin banyak pahala yang mereka kumpulkan dengan menanggung penderitaan, semakin tinggi status surgawi yang akan mereka capai.[93] IkrarI Kuan Tao menyerap praktek pengucapan ikrar dari agama-agama lain yang populer dan menjadikannya bagian penting dalam tradisi sebagai cara untuk meningkatkan komitmen para umatnya.[95] Ikrar dianggap penting sebagai panduan dan kekuatan pendorong untuk mencapai kesempurnaan. Menurut keyakinan I Kuan Tao, ada tiga jenis manusia yang tidak bisa diselamatkan dan ditolong oleh Buddha yaitu: 1. Tidak berjodoh, 2. Tidak Percaya, 3. Tidak Berikrar.[96] Kehidupan sebagai umat manusia menurut sudut pandang I Kuan Tao adalah untuk menyelesaikan ikrar (了愿) yang diyakini sudah mereka ucapkan sebelum turun ke dunia dan untuk membalas budi atas welas asih dari Laomu yang telah menurunkan Tao.[97] Semua umat I Kuan Tao mengucapkan 10 ikrar (十條大愿) pada saat ritual memohon Tao (qiudao).[98][99][100] 10 Ikrar tersebut adalah:
Selain itu, pengucapan ikrar juga diadakan setelah selesai mengikuti kelas pembinaan seperti Sidang Dharma (法會). Ikrar-ikrar yang bisa dipilih adalah:[95][103]
VegetarismeVegetarisme adalah salah satu ajaran inti dan sangat ditekankan dan disarankan dalam ajaran I Kuan Tao.[104][105] Vegetarianisme diajarkan dari berbagai sudut pandang termasuk kesehatan, ekologi, kelestarian alam, mengurangi penderitaan hewan, dan pengembangan spiritual.[106] Dari sudut pandang I Kuan Tao, seorang pengikut yang tulus haruslah seorang vegetarian. Mereka percaya bahwa membunuh dan memakan hewan adalah tindakan yang tidak bermoral dan berbahaya karena tidak hanya membangun hubungan yang buruk dengan semua makhluk, namun juga mengakumulasi karma.[104] Selain itu I Kuan Tao juga meyakini bahwa hanya mereka yang tidak makan daging saja yang akan selamat pada masa bencana akhir. Praktik yang dijalankan menganut prinsip Lima yang Tidak Dimakan dan Tiga Pantangan (五葷三厭) yaitu tidak memakan daging hewan yang ada di udara, darat, air dan tidak memakan 5 tanaman beraroma kuat (bawang merah, bawang putih, daun bawang, kucai, lokio). Pengikut I Kuan Tao disebut-sebut mengoperasikan 90% restoran vegetarian di Taiwan.[107] Struktur organisasiOrganisasi dalam I Kuan Tao didefinisikan dengan jelas, dan jajaran para misionaris dan umat dapat dibagi ke dalam urutan berikut:[108][109][110]
KitabDalam menjelaskan ajarannya, I Kuan Tao menggunakan teks-teks agama Buddha, Taoisme, Konghucu, Kristen, Islam,[111] dan teks-teksnya sendiri, seperti teks yang dihasilkan melalui tulisan roh, contohnya: Sutra Sejati Maitreya Menyelamatkan dari Penderitaan (弥勒救苦真经), Sutra Sejati Buddha Hidup Jigong Menyelamatkan Dunia (濟公活佛救世真經), Tujuan dari Tao (道之宗旨), Surat dari Kampung Halaman Berisi 10 Petunjuk dari Wusheng Laomu (無生老母十指家書), dll. Di Taiwan, buku-buku seperti Jawaban atas Keraguan dan Pertanyaan Mengenai Yi-guan Dao (一貫道疑問解答) dan Kitab Uraian Metafisika (性理題釋) menjadi dasar yang penting bagi pekerjaan misionaris para pengkhotbah dari daratan Tiongkok di Taiwan pada pertengahan abad ke-20.[112] Kelompok dan lahirnya Ikuanisme baruGrup I Kuan Tao![]() I Kuan Tao adalah kumpulan dari setidaknya sembilan belas kelompok / grup / divisi (組) yang dibagi berdasarkan kepemimpinan daozhang (pemimpin kelompok).[h][113] Setiap grup ini memiliki sub-grup berdasarkan sesepuh (qianren) yang memimpin. Umumnya setiap kelompok memiliki peraturan yang sama untuk tidak saling merebut umat atau masuk cabang lain yang di luar “benang emas” kelompok mereka masing-masing.[114] Mayoritas grup berafiliasi dengan Asosiasi I-Kuan Tao Republik Tiongkok (中華民國一貫道總會) pada saat dibentuk tahun 1988.[115] Markas Besar I-Kuan Tao Dunia, yang mencakup federasi-federasi di seluruh dunia, didirikan di Alhambra, California pada tahun 1996.[115] Daftar kelompok I Kuan Tao yang terdaftar secara resmi adalah sebagai berikut:[116]
PerpecahanSetelah meninggalnya Zhang Tianran pada tahun 1947, kalangan I Kuan Tao terpecah menjadi dua. Mayoritas kelompok yang mengikuti Sun Suzhen disebut Shimu Pai (師母派), sementara kelompok minoritas yang mengikuti istri tua Zhang, Liu Shuaizhen (劉率貞) disebut Shixiong Pai (師兄派).[117] Kelompok yang kedua ini sekarang dikenal sebagai Tiandao (天道) disebut juga sebagai grup Zhengyi (正義組) atau Zhengyi Fudao Weiyuanhui (正義輔導委員會) di bawah naungan Asosiasi Tiandao Republik Tiongkok (中華民國天道總會). Setelah meninggalnya Shun Suzhen pada 4 April 1975, kalangan I Kuan Tao kembali terpecah setelah Wang Hao-te (王好德) yang merupakan senior yang mendampingi Shun Suzhen pada masa akhir hidupnya mengklaim bahwa dirinya lah yang memegang Firman Tuhan selanjutnya dan menjadi penerus Benang Emas yang sejati. Hanya melalui dia, Kuasa Firman Tuhan dapat diberikan. Semua sesepuh tua para pemimpin kelompok I Kuan Tao yang lain tidak bisa menerima penunjukkan tersebut sehingga Wang Hao-te pada akhirnya mendirikan kelompok sendiri melepaskan diri dari I Kuan Tao yang kemudian dikenal dengan nama Miledadao (彌勒大道) atau Maitreya Great Tao.[7] Selain Miledadao yang didirikan oleh Wang Hao-te, ada sejumlah divisi yang tidak lagi dianggap sebagai bagian dari Yiguandao; beberapa di antaranya adalah: Haizidao (孩子道) yang didirikan oleh Lin Jixiong (林吉雄) pada tahun 1984, Gereja Suci Tiongkok (中华圣教) yang didirikan oleh Ma Yongchang (马永昌) pada tahun 1980, Guanyindao (觀音大道) yang didirikan oleh Chen Huoguo (陳火國) pada tahun 1984, Yuande Shentan (元的神壇) yang didirikan oleh Wu Ruiyuan (吳瑞元), dan Jiulian Shengdao (九莲圣道) yang didirikan oleh Lin Zhenhe (林镇和) pada tahun 1992.[118] Sejarah Ikuanisme di IndonesiaAwal Penyebaran AjaranSetelah I Kuan Tao mulai masuk ke Taiwan pada tahun 1950an, ada kelompok I Kuan Tao yang mulai menyebarkan ajaran ke luar negeri. Saat itu kelompok I Kuan Tao yang paling awal masuk ke Indonesia adalah Baoguang Jiande (寶光建德), yang saat itu diprakarsai oleh Chen Boling (陳伯齡). Pada tahun 1949 setelah diangkat menjadi pandita (dianchuanshi) di Taiwan, Chen Boling yang belakangan dikenal dengan Maitreyawira datang ke Malang, Indonesia untuk menyebarkan ajaran.[119] Dia diutus oleh sesepuh Lǚ Shugen (呂樹根) yang merupakan pemimpin dari kelompok Baoguang Jiande dalam rangka misi kaihuang (membuka ladang baru / membuka kalangan Tao di tempat baru) di Indonesia.[7] Dia mendirikan Vihara (佛堂 fotang) Maitreya pertama di Malang bernama Qiaoguang Tang (僑光堂) pada tahun 1950.[119][7] Vihara ini adalah vihara pertama yang berdiri di luar China dan Taiwan. Di bawah pimpinan Chen, ajaran I Kuan Tao disebarkan ke Surabaya, Jakarta, Medan, Bagansiapiapi, Pontianak, dan banyak daerah lainnya, sampai mencakup hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam waktu kurang dari tiga puluh tahun, lebih dari dua ratus vihara umum dan vihara keluarga telah didirikan di Indonesia.[120] Aliran Buddha Maitreya di IndonesiaDalam perkembangannya, Chen Boling mengubah kotbah-kotbahnya menjadi sangat terlokalisasi serta mengijinkan para umat-umatnya untuk menerjemahkan istilah-istilah bahasa Mandarin menjadi bahasa Indonesia. Pada saat masuk ke dalam Orde Baru, di mana terjadi surpresi terhadap kebudayaan Tionghua, semua vihara yang di bawah kepemimpinan Chen Boling menyesuaikan diri dengan mengubah hampir semua istilah-istilah bahasa mandarin di dalam vihara menjadi bahasa Indonesia.[121] Di masa Orde Baru ini, kelompok-kelompok Yiguandao yang lain di Taiwan tidak berani menyebarkan ajaran di Indonesia karena adanya kebijakan anti-Tionghua yang dijalankan Orde Baru.[122] Sementara itu, kalangan Tao yang berada di bawah kepemimpinan Chen Boling ini terus berkembang menjadi salah satu aliran dari agama Buddha di Indonesia. Kalangan Tao yang dipimpin Chen Boling juga mulai mengadopsi istilah-istilah bahasa Indonesia dari bahasa Sanskerta serta mengubah semua liturgi dan upacara keagamaan ke dalam Bahasa Indonesia.[122] Vihara-vihara pun tercantum kalimat "Tuhan Maha Esa", dan mulai mengikuti perayaan agama Buddha seperti Waisak, Kathina, dan menggantungkan gambar Buddha Siddharta. Setelah meninggalnya Shi Mu pada tahun 1975, Wang Hao-te di Taiwan mengklaim bahwa dirinya merupakan penerus Firman Tuhan yang diangkat oleh Shi Mu.[121] Kelompok yang berada di bawah kepemimpinan Chen Boling di Indonesia memutuskan untuk bergabung dengan Wang Hao-te yang kemudian mendirikan Miledadao.[121][7] Karena di Indonesia sebagian besar kalangan I Kuan Tao saat itu di bawah naungan Chen Boling, maka secara otomatis vihara-vihara di Indonesia saat itu mayoritas berubah menjadi Miledadao. Dengan kata lain, sejak itu bisa dibilang para umat yang ada di Indonesia sudah tidak lagi dianggap sebagai bagian dari kalangan I Kuan Tao. Masuknya Kelompok-Kelompok I Kuan Tao lain ke IndonesiaDi sisi lain, setelah sempat vakum akibat kebijakan Anti Tionghua sejak zaman Orde Baru, pada tahun 1990an, kelompok-kelompok I Kuan Tao di Taiwan mulai secara aktif menyebarkan ajaran ke Indonesia. Banyak divisi I Kuan Tao yang mengirimkan misionaris ke Indonesia antara lain adalah kelompok Baoguang (寶光), Fayi (發一), Jichu (基礎), Tianxiang (天祥), Haoran (浩然), Andong (安東), Changzhou (常州) dan Xingyi (興毅).[116][123] Karena masih masa Orde Baru, berbagai kelompok I Kuan Tao yang datang ke Indonesia saat itu masih harus menyebarkan ajaran secara sembunyi-sembunyi, diakibatkan karena buku-buku dan barang-barang yang dibawa semuanya masih berbahasa Mandarin.[124] Vihara yang digunakan rata-rata saat itu adalah rumah biasa sehingga sama sekali tidak terlihat seperti vihara bila dilihat dari luar. Setelah beberapa tahun, I Kuan Tao mulai berkembang di beberapa kota di Indonesia. Pada tahun 2001, presiden Abdurrahman Wahid, secara bertahap mencabut larangan penggunaan bahasa Mandarin di depan umum, serta mendorong penggunaan bahasa Mandarin oleh masyarakat umum, sehingga memberikan kesempatan besar bagi budaya dan agama Tionghoa untuk berkembang. Dampak dari pencabutan larangan ini, membuat mulai banyak vihara-vihara I Kuan Tao berukuran besar yang didirikan di beberapa kota di Indonesia.[125] ![]() ![]() Legalitas Ikuanisme di IndonesiaKarena pemerintah Indonesia hanya mengakui 6 agama resmi, baik I Kuan Tao dan Miledadao pada akhirnya muncul sebagai salah satu aliran dari Agama Buddha untuk bisa beroperasi secara legal di Indonesia. I Kuan Tao dan Miledadao didaftarkan sebagai agama yang berbeda di Kementerian Agama Indonesia. Miledadao mendaftarkan diri ke Kementerian Agama pada tahun 2000 dan membentuk Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI) yang bernaung di bawah Walubi. Sedangkan I Kuan Tao mendaftarkan diri dengan nama Majelis I-Kuan Dao Indonesia di Kementerian pada tahun 2005.[126] Saat itu, I Kuan Tao hanya mendapatkan ijin dari pemerintah daerah, tapi tidak dari pemerintah pusat.[126] Menurut Kementerian, nama I-Kuan Tao itu harus diubah agar bisa disetujui. Pada bulan November 2014, I Kuan Tao menjadi agama yang legal di bawah naungan Majelis Agama Buddha I-Kuan Dao Indonesia.[17][127] Dengan ini, baik Miledadao dan I Kuan Tao secara resmi terdaftar di Kementerian Agama dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).[126] Lihat pula
Catatan
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
|