Salah satu penyebab munculnya kebijakan pembatasan hingga penghapusan bertahap kantong plastik ringan adalah ketakutan akan polusi plastik terutama yang dihasilkan dari mikroplastik. Bentuk mikro dari monomer penyusun kantong plastik ini memiliki ukuran hingga 35 mikron (lebih kecil dari ukuran diameter rambut manusia yang hanya 60 hingga 120 mikron).[3]
Metode
Metode penghapusan bertahap ini dimulai dengan pengenaan harga untuk kantong belanja plastik setiap kali konsumen membeli kantong plastik tersebut atau menghapus sama sekali kantong belanja plastik yang akan digunakan kepada konsumen.
Sejarah
Internasional
Kebijakan untuk membatasi dan melarang kantong plastik sendiri sudah dimulai pada tahun 2000 dan hingga bulan Juni 2018, sudah 127 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melaksanakan kebijakan ini.[4]Uni Eropa sendiri bahkan berencana untuk menghapus 10 barang-barang yang umum ditemukan menjadi sampah di garis pantai per tahun 2021 yang salah satunya adalah kantong belanja plastik ringan.[4]
Salah satu negara pertama di dunia yang memulai kebijakan pengurangan kantong plastik ini adalah Uganda yang dimulai pada tahun 2007.
Negara lain sudah memulai kebijakan ini pada dekade 2010 di antaranya Australia. Australia memulai kebijakan plastik berbayar ini pada tahun 2018 (terutama di negara bagian Queensland dan Australia Barat). Kebijakan ini merupakan susulan dari kebijakan serupa yang berlaku di Victoria (pada tahun 2017), Australia Capital Territories (2011), Australia Utara (2011), Australia Selatan (pada tahun 2009) dan Tasmania (2013) sehingga menyisakan negara bagian New South Wales yang belum menerapkan kebijakan terkait. Selain itu, dua ritel terbesar dari Australia (Woolworths dan Coles) telah memulai kebijakan ini pada tahun 2017.[3][5][6][7]
Kebijakan ini berhasil menurut data pada Desember 2018. Sebab, berdasarkan temuan asosiasi ritel Australia, penggunaan kantong plastik belanja menurun hingga 80 persen ketika kebijakan ini aktif dimulai pada September 2018.[6]
Selain itu, Selandia Baru juga ikut dalam kebijakan ini. Per tanggal 1 Juli 2019, Selandia Baru telah melarang penggunaan kantong belanja plastik ringan yang digunakan sebagai pembungkus barang belanjaan terutama di ritel besar dan kecil (minimarket).[8] Meskipun demikian, Pemerintah Selandia Baru hanya melarang kantong belanja plastik tertentu seperti yang digunakan untuk supermarket, department store dan kantong plastik alternatif.[8]
Di Britania Raya, kebijakan ini mulai menghasilkan bukti nyata. Pada tahun 2016, berdasarkan temuan Marine Conservation Society, temuan sampah plastik pada garis pantai di Inggris dan negara-negara penyusun Britania Raya menurun hingga mencapai 7 per 100 meter garis pantai. Penurunan ini merupakan penurunan dari 11 per 100 meter garis pantai pada tahun 2015 dan yang terendah selama 10 tahun (2006-2016). Hal ini disebabkan oleh kebijakan membayar kantong belanja plastik 5 pence (Rp 800,00). Kebijakan yang diinisiasi oleh MCS (Marine Conservation Society) ini dimulai secara bertahap pada setiap negara-negara Britania Raya. Wales memulai pada tahun 2011, Irlandia Utara pada tahun 2013, Skotlandia pada tahun 2014, dan Inggris pada 5 Oktober 2015.[9][10] Jerman
Jerman berencana untuk melarang penggunaan kantong belanja plastik ringan pada tahun 2020. Kebijakan ini diinisiasi oleh Menteri Lingkungan Hidup Jerman Svenja Schultze dari Partai Demokrat Sosial Jerman.[11][12] Kebijakan ini merupakan lanjutan dari kebijakan serupa kepada toko retail untuk tidak lagi menawarkan kantong plastik kepada konsumen.[11][12]
Amerika Serikat sendiri memulai pengurangan hingga pelarangan kantong plastik ini untuk setiap kebijakan negara bagian (states). Negara bagian pertama yang melarang total adalah California pada tahun 2016 kemudian akan disusul negara bagian New York.[4][13]
Seiring dengan kesuksesan percobaan program ini, banyak yang mendorong untuk melakukan penguatan pengendalian penggunaan kantong belanja plastik melalui peraturan menteri terkait.[17]
Program tersebut dimulai dengan percobaan kantong belanja plastik berbayar terutama di pasar swalayan modern pada tahun 2016 (dari 21 Februari 2016, yang bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, hingga 5 Juni 2016). Kebijakan ini merupakan kebijakan yang dihasilkan dari kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Seluruh Indonesia (APRINDO). Harga Minimum untuk satu kantong plastik adalah Rp 200,00. Kebijakan ini juga disertai himbauan kepada kasir pasar swalayan modern untuk menawarkan kepada konsumen apakah akan memakai kantong plastik atau tidak.[1][16][18][19][20]
Selain itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mulai melakukan masa kantong plastik berbayar per tanggal 1 Maret 2019 meskipun kebijakan ini pernah dimulai pada tahun 2016.[21]
Hasil Implementasi Kebijakan
Hasil dari kebijakan ini muncul pada April 2016 di mana dalam 23 kota sampel penelitian terjadi penurunan penggunaan kantong belanja plastik sebanyak 20 hingga 80 persen, menurut data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.[22]
Selain itu, temuan penurunan penggunaan kantong belanja paling besar terjadi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Hal ini disebabkan oleh adanya peran serta pemerintah daerah (Pemkot Banjarmasin) dengan masyarakat terutama dalam memasyarakatkan alternatif kantong plastik seperti tas bakul purun selain pelarangan total oleh Walikota Banjarmasin saat itu.[22]
Kritik
Kebijakan yang secara efektif berlaku sejak 2016 ini dikritik oleh Kementerian Perindustrian karena secara prinsip ekonomi hal ini akan merugikan produsen plastik. Hal ini disebabkan oleh berlakunya hukum mekanisme pasar penawaran dan permintaan (demand and supply).[24] Selain itu, kebijakan tersebut dikritik karena mengaburkan batasan wewenang penanganan sampah yang menjadi kebijakan pemerintah daerah dan kementerian di mana kebijakan terkait produsen kantong plastik seharusnya berada di tangan kementerian (dalam hal ini Kementerian Perindustrian).[24]
Selain itu, terdapat otokritik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengeluarkan kebijakan ini melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.[15] Menurutnya, pihak kementerian telah merencanakan program pengurangan dan daur ulang sampah plastik yang juga bekerja sama dengan pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui program aspal plastik. Selain itu, dari sisi konsumen sebenarnya masih diperbolehkan memakai plastik kemasan ringan selama konsumen membayar plastik tersebut sehingga kebijakan plastik berbayar untuk mengurangi konsumsi plastik sangat rancu bahkan dianggap membebani konsumen.[15]
Selain itu, kritik serupa juga pernah diungkapkan oleh Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2016. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini sangat kontraproduktif sebab konsumen (pelanggan) masih akan tetap membeli plastik sebagai sarana untuk membawa belanjaan sementara apabila pabrik tetap memproduksi kantong belanja plastik. Mereka juga mencurigai adanya kerjasama terselubung antar pihak terkait atas nama kelestarian lingkungan.[20]