A.M. Saefuddin
Ahmad Muflih Saefuddin (lahir 8 Agustus 1940) adalah akademisi, guru besar, dan politikus asal Cirebon. A.M. Saefuddin pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pangan dan Holtikultura di Kabinet Reformasi Pembangunan.[1] Latar belakang pendidikanAhmad Muflih Saefuddin mengenyam pendidikan tingginya di Institut Pertanian Bogor, ia mendapat gelar insinyur pada 1966. Kemudian ia melanjutkan pendidikan doktoral di Universitas Justus Liebig Giessen, Jerman Barat, dan lulus pada 1973.[2] Perjalanan karierSeusai kuliah, A. M. Saefuddin meniti karier sebagai dosen Institut Pertanian Bogor, Universitas Ibnu Khaldun serta Universitas Djuanda. Sejak 1966 hingga 1995, Prof AM Saefuddin tercatat sebagai staf pengajar IPB. Pada 1983 hingga 1985 ia dipercaya menjadi Rektor Universitas Ibnu Khaldun Bogor[3] Tahun 2000, ia dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Djuanda.[4] Pada tahun 1992, ia menjadi anggota anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 1992–1997 daerah pemilihan Jawa Barat dari Partai Persatuan Pembangunan. Ia terpilih kembali menjadi anggota periode 1997–1999.[5] Setelah dipilih oleh Bachruddin Jusuf Habibie menjadi Menteri Negara Pangan dan Holtikultura di Kabinet Reformasi Pembangunan, ia mengudurkan diri dari DPR pada Mei 1998.[1] Ia kembali menjadi anggota DPR untuk periode 1999–2004.[6] Sebelum dilantik kembali menjadi anggota DPR. Ia mundur dari jabatannya sebagai menteri pada 27 September 1999.[7] PandanganA.M. Saefuddin merupakan sosok tokoh yang memiliki visi perjuangan keislaman. Salah satu andilnya adalah mengembangan budaya islamisasi sains dan kampus saat menjabat sebagai Rektor UIKA Bogor, 1983–1985. Selama 1980-an, A.M. sering menerbitkan artikel tentang ekonomi Islam. Bukunya, Nilai-Nilai Ekonomi Islam, terbit pada 1983 dan menguraikan secara rinci teori serta praktik ekonomi Islam. Baginya, ekonomi Islam berangkat dari ilmu ekonomi Islam. Menurutnya ekonomi Islam sebagai sistem-sistem ekonomi yang berkeadilan, manusiawi sekaligus tetap menghargai hak-hak kelestarian pihak lain. A.M. juga menolak bunga dan riba bank konvensional. Dia ikut membidani kelahiran bank syariah di Indonesia.[8] Rujukan
|