Abu al-Fath Dawud al-Mu'tadhid Billah bin al-Mutawakkil 'Alallah (bahasa Arab: أبو الفتح داود المعتضد بالله بن المتوكل على الله) (Wafat pada Rabiul Awwal 845 H/1441) adalah seorang KhalifahAbbasiyah di Kairo, Mesir pada tahun 1414-1441.[1]
Pemerintahannya
Al-Mu'tadhid dilantik menjadi khalifah setelah pencopotan saudaranya Al-Musta'in II pada hari Kamis, 16 Dzulhijjah 816 H,[2] dalam riwayat lain pada tahun 815 H.[1] Yang menjadi sultan ketika itu adalah al-Muayyid.[1]
Al-Muayyid menjadi sultan sampai meninggal tahun 824 H. Setelah meninggal, Ahmad, putranya dilantik menjadi sultan dengan gelar al-Muzhaffar. Sedangkan Thathar diangkat sebagai orang kepercayaannya. Tetapi Thathar menangkap al-Muzhaffar pada bulan Sya'ban, sehingga khalifah mengangkat Thathar sebagai sultan dengan gelar azh-Zhahir. Thathar wafat pada bulan Dzulhijjah tahun itu juga. Putranya yang bernama Muhammad naik sebagai sultan dengan gelar Shaleh. Lalu ia mengangkat orang kepercayaannya bernama Barsabay.[1]
Barsabay melakukan pemberontakan terhadap Shaleh dan melengserkannya dari jabatan sultan. Khalifah mengangkat Barsabay sebagai sultan pada Rabiul awal 825 H. Dia menjadi sultan sampai meninggal pada bulan Dzulhijjah 841 H. Kemudian Yusuf, putranya menggantikannya. Gelarnya adalah al-'Aziz. Jaqmaq diangkat sebagai orang kepercayaannya.[1]
Pada Rabiul awal 842 H. Jaqmaq memberontak dan menangkap al-'Aziz. Maka ia diangkat oleh khalifah sebagai sultan dengan gelar azh-Zhahir. Pada masa Jaqmaq inilah Al-Mu'tadhid III wafat. Al-Mu'tadhid III dikenal sebagai pribadi yang baik, cerdas, cerdik dan selalu dekat dengan ulama dan pemilik akhlak mulia, suka memanfaatkan ilmu mereka. Al-Mu'tadhid III mampu bertukar pikiran dengan mereka, selain dikenal ia dermawan dan sangat toleran.
Ibnu Hajar Al 'Asqalani bercerita, Saya mendengar dari anak saudara saya yang perempuan bahwa khalifah meninggal dalam usia 73 tahun.[1]
Peristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinannya
Pada tahun 816 H, Orang yang menjadi kepala hisbah (lembaga pengawasan) adalah Sadruddin bin Adami yang juga hakim. Dialah orang yang pertama kali merangkap jabatan hakim dan hisbah.[1]
Pada tahun 819 H, Kepala bagian hisbah dijabat oleh Munkli Bagha. Dia orang Turki pertama yang menjabat posisi ini. Pada tahun ini pula, ada orang yang mengklaim ia naik ke langit dan melihat Allah, bahkan bicara dengan-Nya. Pengakuannya diyakini oleh sejumlah orang awam. Akhirnya ia dipanggil ke sebuah majelis untuk disuruh taubat. Akhirnya ia dipanggil ke sebuah majelis untuk disuruh taubat. Tetapi ia menolak. Hakim al-Maliki menangguhkan hukum bunuh terhadapnya sampai ada orang yang bersaksi bahwa orang tersebut otaknya tidak waras. Setelah dinyatakan oleh sejumlah ahli kedokteran bahwa ia gila, maka akhirnya ia diikat.[1]
Pada tahun 822 H, terjadi gempa dahsyat di Arzakan yang mengakibatkan kerusakan begitu parah. Peristiwa lainnya pada tahun tersebut ialah selesainya pembangunan perguruan al-Muayyidiyah. Yang ditunjuk menjadi kepala perguruan ialah Syaikh Syams bin al-Mudiri. Sultan sendiri sering menghadiri pengajian yang digelarnya. Begitu juga Ibrahim, putranya. Dia bahkan sering duduk di samping Syaikh di dekat sajadahnya.[1]
Pada tahun 824 H, seekor unta disembelih di Gaza. Ternyata dagingnya memancarkan cahaya yang sangat terang bagai sinar lilin. Ketika dilemparkan ke anjing, anjing tidak mau memakannya. Pada tahun ini, sungai Nil kembali meluap sampai mecapai wilayah Haatur dan menenggelamkan pepohonan.[1]
Pada tahun 825 H, Fathimah binti Qadhi Jalaluddin al-Bulqini melahirkan anak waria, punya dua anak kelamin, memiliki dua tangan tambahan dan pada kepalanya terdapat tanduk seperti tanduk lembu, tetapi tidak lama kemudian anak kecil ini meninggal. Kejadian lain ialah kota Kairo diguncang gempa kecil.[1]
Para tokoh yang wafat pada masa kepemimpinannya
Berikut ini para tokoh yang wafat pada masa kepemimpinannya:[1]