Stasiun Kiaracondong
Stasiun Kiaracondong (KAC), atau disebut juga dengan Stasiun Kircon, adalah stasiun kereta api kelas besar tipe B yang terletak di Kiaracondong, Bandung, tepatnya di batas antara Babakansari dan Kebonjayanti. Stasiun yang terletak pada ketinggian +681 meter ini termasuk dalam pengelolaan Daerah Operasi II Bandung dan KAI Commuter. Dahulu seluruh kereta api penumpang, mulai dari kelas eksekutif sampai ekonomi, dilayani di Stasiun Bandung. Peningkatan jadwal pemberangkatan di Stasiun Bandung menjadi alasan semua keberangkatan kereta api antarkota kelas ekonomi lintas selatan Jawa dipindahkan ke Stasiun Kiaracondong, sedangkan kereta api antarkota kelas eksekutif, campuran, dan sebagian kecil kelas ekonomi tetap dilayani di Stasiun Bandung. Dengan statusnya ini, Stasiun Kiaracondong saat ini menjadi stasiun utama kedua di Kota Bandung dengan berbagai tujuan di Pulau Jawa, terutama di jalur selatan Jawa. Saat ini kereta kelas campuran juga berhenti di stasiun ini untuk menaikturunkan penumpang, baik dalam perjalanan dari maupun ke Stasiun Bandung. Kebijakan ini menjadikan stasiun ini sebagai titik keberangkatan dan kedatangan penumpang kedua di kawasan tersebut. Kereta api yang melintas langsung/tidak berhenti di stasiun ini adalah KA Argo Wilis, Turangga, serta angkutan barang. SejarahAwal pembangunanStasiun Kiaracondong mulanya dirintis sebagai perhentian kecil dengan nama Stopplaats Kiaratjondong. Pertama kali diiklankan oleh Staatsspoorwegen (SS) pada 7 September 1893 dalam koran Bataviaasch Handelsblad, SS merencanakan akan membuka jalur kereta api baru Cibatu–Tasikmalaya serta membuka Stopplaats Kiaratjondong pada 16 September 1893.[5] Karena jarak Kiaracondong ke pusat Kota Bandung kala itu masih jauh, muncul surat pembaca yang ditulis oleh seseorang berinisial "B" pada de Preangerbode edisi 11 Oktober 1897, menanggapi pembukaan stopplaats baru di lintas Bandung, yakni Cimindi, Cibodas, dan Ciledug. Pada surat pembaca itu, B mengatakan bahwa Stopplaats Kiaracondong layak untuk ditutup karena pada masa itu, stopplaats ini lokasinya lebih jauh dari Bandung dan sedikit penumpang Inlanders (pribumi) yang naik turun di situ. Ia mengusulkan agar SS membangun perhentian baru di Cikudapateuh, untuk menjaring penumpang di kawasan pinggiran Kota Bandung yang kala itu, jaraknya ke Stasiun Bandung masih jauh.[6] Menjadi stasiunMenanggapi surat pembaca yang muncul pada 1897, perhentian Kiaracondong akhirnya dipertahankan dan terus dikembangkan oleh SS. Pada tahun 1919, SS mewacanakan untuk meningkatkan status stopplaats menjadi halte (setara stasiun kecil), sehubungan dengan perkembangan jalur kereta api Bandung. Dengan mempertimbangkan keputusan yang telah disepakati Volksraad (Dewan Rakyat), dilakukan peningkatan jalur dan pembangunan emplasemen barang di Bandung dan Batavia. Total anggaran yang diperkirakan mencapai ƒ1.429.000,00. Adapun rincian proyeknya antara lain:[7]
Untuk mewujudkan program tersebut, pada 2 Mei 1920, status Halte Kiaracondong dinaikkan statusnya menjadi stasiun operasi/stasiun sinyal (seinstation).[8] Konstruksi emplasemen langsir Kiaracondong dimulai pada Mei 1921.[9] Emplasemen ini akhirnya rampung pada Juli 1922. Saat pembukaan, Tuan Holtrop, mengundang wartawan de Preangerbode untuk tur keliling emplasemen. Emplasemen ini menjadi emplasemen langsir terbesar di Hindia Belanda kala itu, dengan total 21 jalur. Emplasemen langsir ini memiliki tujuh jalur utama yang diperlengkapi peralatan persinyalan mekanik tipe alkmaar, serta 13 jalur sisanya merupakan jalur langsir dan penyimpanan sarana. Di kesempatan itu, J.A. Versigny dipercaya sebagai pengawas, yang pada saat yang sama juga bekerja di Stasiun Padalarang.[10] Pada 1931, emplasemen langsir di Kiaracondong ditutup. Urusan kereta api logistik kemudian sepenuhnya dipindahkan ke Stasiun Bandung Gudang.[11] Rencana pengoperasian penyimpanan peti kemas 1995Sejak April 1993, muncul rencana pengoperasian Stasiun Kiaracondong sebagai stasiun untuk kereta api peti kemas. Perumka, saat itu bekerja sama dengan perusahaan kargo dan perkapalan PT Samudera Indonesia Tbk. untuk membangun area penyimpanan peti kemas kosong di Kiaracondong serta bongkar muat Stasiun Sungai Lagoa untuk mendukung kereta api peti kemas. Namun hingga 1995, operasi KA peti kemas belum terlaksana karena Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum mengeluarkan izin operasional KA peti kemas.[12][13] FasilitasPada 28 September 2022, PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah melakukan uji coba proses keberangkatan KA antarkota menggunakan sistem pengenalan wajah di stasiun ini, sebelumnya rencana ketersediaan fasilitas ini akan digunakan di semua stasiun keberangkatan penumpang di Indonesia. Setelah melakukan uji coba di Stasiun Bandung selama empat bulan, fasilitas tersebut sudah digunakan pada semua stasiun KA utama lainnya, yaitu Stasiun Jakarta Gambir, Jakarta Pasar Senen, Bekasi di lintas barat, Purwokerto, Kutoarjo, Yogyakarta, Lempuyangan, Madiun, Surabaya Gubeng, Malang di lintas selatan, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang Tawang, Surabaya Pasarturi di lintas utara, Jember di lintas timur Pulau Jawa, dan Medan di lintas Sumatera Utara.[14][15] Bangunan dan tata letak![]() Stasiun ini awalnya memiliki 21 jalur kereta api, dengan tujuh jalur berfungsi sebagai jalur utama yang digunakan untuk operasional kereta api serta 13 sisanya merupakan jalur emplasemen pembantu (marshalling yard) untuk menyimpan gerbong.[10] Setelah beralih fungsi menjadi stasiun kereta api penumpang, dengan dibukanya bangunan sisi utara stasiun ini pada akhir dekade 1990-an,[butuh rujukan] stasiun ini menyisakan ketujuh jalur utama tersebut. Jalur 3 merupakan sepur lurus untuk jalur ganda ke arah Bandung/Padalarang, sedangkan jalur 2 merupakan sepur lurus dari arah Bandung/Padalarang. Namun, jalur 4 dibongkar saat pembangunan jalur ganda sehingga tersisa enam jalur saja. Terdapat dua pintu masuk Stasiun Kiaracondong. Pintu masuk sayap utara dengan bangunan yang terinspirasi dari arsitektur art deco menghadap Jalan Ibrahim Adjie, sementara bangunan lama stasiun menghadap Jalan Stasiun di sayap selatan. Sayap utara memiliki area parkir yang cukup luas, sedangkan sayap selatan hanya memiliki area parkir motor. Di dekat stasiun ini terdapat Balai Yasa Kiaracondong, balai yasa yang khusus digunakan untuk perawatan dan perbaikan jembatan; meliputi pengadaan suku cadang untuk jembatan-jembatan kereta api yang masih aktif, perbaikan rangka jembatan, pembuatan jembatan baru, dan pemeliharaan rutin.[16] Dari stasiun ini dahulu pernah ada jalur cabang menuju Ciwidey yang sudah dinonaktifkan. Percabangannya dimulai di sebelah barat jalur 1 stasiun ini, tepatnya di pertengahan petak jalan antara Cikudapateuh–Kiaracondong. Di pertengahan petak tersebut terdapat pos sinyal Cibangkonglor yang kini hanya menyisakan bekas tiang sinyalnya saja. Di tempat yang sama juga terdapat jalur pendek menuju Karees yang juga sudah dinonaktifkan. Terdapat pula percabangan menuju ke pabrik PGN yang sudah nonaktif sejak tahun 1980-1990-an. Percabangannya menyatu dengan jalur menuju ke Balai Yasa Jembatan Kiaracondong dan Pusat Diklat KAI. Di sebelah timur stasiun ini juga memiliki percabangan menuju ke PT Pindad (Persero) yang sudah tidak aktif sejak awal medio 2000-an. Sejak 6 April 1999, stasiun ini telah menggunakan persinyalan elektrik.[3] Kemudian per 15 Oktober 2024, sistem persinyalan tersebut diganti dengan yang terbaru produksi PT Len Industri. Sejak 2022, emplasemen stasiun ini dirombak besar-besaran sebagai bagian dari proyek jalur ganda lintas Bandung Raya tahap kedua pada petak Kiaracondong–Gedebage. Jalur ganda tersebut resmi dioperasikan pada 15 Oktober 2024.[4]
Layanan kereta apiBerikut ini adalah layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini sesuai Gapeka 2025 revisi per 21 Maret 2025.[17] Antarkota
Lokal (Commuter Line)
Galeri
Referensi
Pranala luar![]() Wikimedia Commons memiliki media mengenai Stasiun Kiaracondong. (Indonesia) Situs resmi KAI dan jadwal kereta api
|