U Dhammaloka
U Dhammaloka (Burma: ဦးဓမ္မလောက; 1856–1914) adalah seorang buruh migran kelahiran Irlandia[1] yang kemudian menjadi seorang biksu, kritikus keras misionaris Kristen, dan aktivis gerakan pengekangan diri (anti minuman beralkohol) yang berperan aktif dalam kebangkitan Buddhisme di Asia pada pergantian abad ke-20. Dhammaloka ditahbiskan di Burma sebelum tahun 1900, menjadikannya salah satu biksu Barat paling awal yang tercatat di zaman modern. Ia adalah seorang pengkhotbah ternama, polemikus yang giat, dan penyunting yang produktif di Burma dan Singapura antara tahun 1900 hingga hukumannya atas penghasutan dan banding pada tahun 1910–1911. Mengacu pada tulisan-tulisan ateis Barat, ia secara terbuka menantang peran misionaris Kristen, dan menolak upaya pemerintah kolonial untuk mendakwanya atas penghasutan. Kehidupan awalDhammaloka lahir dengan nama Laurence Carroll di Booterstown, County Dublin[butuh rujukan] pada tahun 1856.[2] Dia dilaporkan memberikan setidaknya lima nama untuk dirinya sendiri, termasuk Laurence O'Rourke dan William Colvin.[2] Kadang-kadang dia menggunakan nama samaran "Kapten Daylight". Umum diterima bahwa dia adalah orang Irlandia, hampir pasti lahir di Dublin pada tahun 1850-an, dan beremigrasi ke Amerika Serikat, mungkin melalui Liverpool. Dia kemudian bekerja di seluruh AS sebagai pekerja migran sebelum menemukan pekerjaan di kapal trans-Pasifik. Turun di Jepang, dia pergi ke Rangoon, mungkin tiba pada akhir tahun 1870-an atau awal tahun 1880-an, sebelum Perang Britania Raya–Burma Ketiga, yang menandai penaklukan terakhir Burma oleh Inggris.[3][4][5][6] Karier di BurmaDi Burma, ia mendapat pekerjaan di Rangoon sebagai juru tulis penghitungan di sebuah perusahaan penebangan kayu,[7] sebelum menjadi tertarik pada Buddhisme Burma yang ia lihat dipraktikkan di sekelilingnya. Sekitar tahun 1884, ia ditahbiskan sebagai samanera dengan nama Dhammaloka.[8] Setelah ditahbiskan sepenuhnya sebelum tahun 1899, ia mulai bekerja sebagai guru (mungkin di Wihara Tavoy di Rangoon). Pada tahun 1900, ia telah memperoleh status biksu (tidak lagi samanera) di wihara itu[9] dan mulai bepergian dan berkhotbah di seluruh Burma,[10][3][6] yang kemudian dikenal sebagai "Pongyi Irlandia" atau "Buddhis Irlandia". ![]() Pada tahun 1900, Dhammaloka memulai kiprah publiknya dengan dua iklan yang sebagian besar luput dari perhatian, berisi larangan bagi misionaris Kristen untuk menyebarkan traktat.[11] Tak lama kemudian, ia mengeluarkan sebuah pernyataan yang lebih dramatis—dan banyak dikutip ulang—yang pertama kali diterbitkan di Akyab, berisi peringatan kepada umat Buddha mengenai ancaman yang ditimbulkan oleh para misionaris Kristen terhadap agama dan kebudayaan mereka.[12] Setelah tur khotbah pada tahun 1901, ia pada 1902 menghadapi seorang perwira polisi India Britania yang sedang tidak bertugas di pagoda Shwedagon, Rangoon, terkait persoalan penggunaan alas kaki—isu sensitif di Burma karena umat Buddha Burma tidak pernah mengenakan alas kaki di kawasan pagoda. Para polisi India sendiri terbiasa bertelanjang kaki ketika berada di bangunan keagamaan India, namun saat berkunjung ke pagoda Burma di luar jam dinas, mereka tetap mengenakan sepatu bot, yang dipandang sebagai bentuk penghinaan serius. Upaya perwira tersebut, beserta otoritas Britania, untuk menjerat Dhammaloka dengan tuduhan penghasutan serta membujuk pengurus pagoda agar menyangkalnya tidak berhasil, justru malah semakin mengangkat reputasi publiknya.[13] Pada akhir tahun itu, ia kembali mengadakan tur khotbah, yang berhasil menarik kerumunan besar.[14] Setelah beberapa tahun menghilang, Dhammaloka kembali ke Burma pada tahun 1907,[15] mendirikan Buddhist Tract Society (lihat di bagian bawah). Pada bulan Desember, sebuah resepsi untuk menghormatinya diadakan di Mandalay dengan ratusan biksu dan ia bertemu dengan Thathanabaing yang baru, kepala sangha yang diakui pemerintah;[16] pada awal tahun 1908, ia mengadakan tur khotbah lagi, dan terus berkhotbah setidaknya sampai tahun 1910[17] dan diadili atas tuduhan penghasutan (lihat di bawah). Proyek dan perjalanan Asia lainnyaJepangDhammaloka tiba-tiba meninggalkan Burma pada tahun 1902, mungkin berharap untuk menghadiri 'World's Parliament of Religions' yang dikabarkan akan berlangsung di Jepang. Meskipun tidak ada kongres global yang berlangsung, sumber-sumber Jepang menyatakan bahwa pada bulan September 1902, Dhammaloka menghadiri peluncuran International Young Men's Buddhist Association (IYMBA, Bankoku bukkyō seinen rengōkai) di Universitas Buddhis Takanawa, Tokyo. Ia adalah satu-satunya pembicara non-Jepang di antara sekelompok cendekiawan dan intelektual Buddhis terkemuka dari Jōdo Shinshū, termasuk Shimaji Mokurai. Kehadiran Dhammaloka pada 'konferensi mahasiswa' bulan Oktober di universitas yang sama bersama dengan seorang teosofis Irlandia-Australia yang lebih tua, Letitia Jephson, juga dijelaskan oleh penulis Amerika Gertrude Adams Fisher dalam buku perjalanannya yang terbit pada tahun 1906, A Woman Alone in the Heart of Japan.[18] SiamDari Februari hingga September 1903, Dhammaloka bermarkas di Wat Bantawai di Bangkok, tempat ia mendirikan sekolah multiras berbahasa Inggris gratis, mempromosikan asosiasi Buddhis, dan mengusulkan kongres Buddhis sedunia bergaya IYMBA. Ia kembali dilaporkan berada di Siam pada tahun 1914 dan mungkin meninggal di sana.[19] SingapuraDi luar Burma, basis utama Dhammaloka adalah Singapura dan beberapa Negeri-Negeri Selat (Penang, Kuala Lumpur, Ipoh). Di Singapura, ia awalnya tinggal bersama seorang misionaris Buddhis Jepang, Pdt. Ocha, sebelum mendirikan misinya sendiri dan sekolah gratis di Havelock Road pada tahun 1903, yang terutama didukung oleh komunitas Tionghoa dan seorang pedagang perhiasan terkemuka dari Sri Lanka. Pada tahun 1904, ia mengirim orang-orang Eropa ke Rangoon untuk ditahbiskan (April) dan mengadakan penahbisan umum samanera seorang berkebangsaan Inggris, M. T. de la Courneuve (Oktober). Pada tahun 1905, penyunting Straits Times yang sebelumnya simpatik, Edward Alexander Morphy (aslinya dari Killarney, Irlandia), mengecamnya di surat kabar tersebut sebagai seorang 'penipu'.[20] Kemungkinan Dhammaloka bukanlah seorang 'penipu', tetapi Morphy berpendapat bahwa seorang samanera tunggal tidak dapat menahbiskan. Padahal, hal ini tidaklah benar. Seorang samanera dapat menahbiskan orang lain seorang diri, meskipun tidak pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkatannya sendiri. Lokasi lainnyaDhammaloka juga tercatat memiliki hubungan penting di Tiongkok dan Ceylon (di kedua tempat tersebut, ia menerbitkan risalah).[21][22] Ada laporan surat kabar kredibel tentang kunjungannya ke Nepal pada tahun 1905,[23][24] Australia (1912), dan Kamboja (1913). Klaim Dhammaloka bahwa ia telah melakukan perjalanan ke Tibet jauh sebelum ekspedisi Younghusband pada tahun 1904, meskipun dilaporkan hingga ke Atlanta dan Dublin, masih belum dapat dikonfirmasi.[25] PublikasiDhammaloka menghasilkan banyak sekali tulisan yang diterbitkan. Sebagian di antaranya, sebagaimana lazim pada masa itu, berrupa cetak ulang atau versi suntingan dari karya penulis lain, terutama dari kalangan ateis atau pemikir bebas barat. Sejumlah penulis tersebut bahkan membalasnya dengan cara serupa.[26] Pada awal tahun 1900-an, Dhammaloka menerbitkan dan mencetak ulang sejumlah risalah individu yang menyerang misionaris Kristen atau menguraikan ajaran-ajaran Buddha. Pada tahun 1907, ia mendirikan Buddhist Tract Society di Rangoon, yang menerbitkan sejumlah besar risalah dengan corak serupa. Awalnya, perkumpulan ini bertujuan untuk menerbitkan seratus judul risalah, dengan masing-masing judul dicetak sebanyak sepuluh ribu eksemplar; walaupun tidak jelas apakah mereka berhasil mencapai jumlah judul ini, jumlah cetaknya (tiras) sangat besar.[27] Hingga saat ini, telah ditemukan salinan atau petunjuk mengenai setidaknya sembilan judul yang berbeda, termasuk Rights of Man dan Age of Reason karya Thomas Paine, Buddhism: the highest religion karya Sophia Egoroff, The teachings of Jesus not adapted to modern civilisation karya George W. Brown, The Bible God disproved by nature karya William E. Coleman, dan sebuah ringkasan karya Robert Blatchford.[28] Selain itu, Dhammaloka adalah seorang koresponden surat kabar yang aktif, menghasilkan sejumlah besar laporan tentang aktivitasnya sendiri untuk jurnal-jurnal di Burma dan Singapura (kadang-kadang dengan nama samaran)[29] dan bertukar surat dengan jurnal-jurnal ateis di Amerika dan Inggris.[30] Ia juga sering menjadi topik komentar oleh pers lokal di Asia Selatan dan Tenggara, oleh para penulis misionaris dan ateis, dan oleh penulis perjalanan seperti Harry Franck (1910).[31] KontroversiPosisi Dhammaloka pada dasarnya kontroversial.[32][33] Sebagai seorang pengkhotbah Buddhis, ia tampak mengalah kepada para biksu Burma karena pengetahuan mereka yang lebih unggul tentang agama Buddha, dan sebaliknya berbicara terutama tentang ancaman para misionaris, yang ia identifikasi datang dengan "sebotol 'Guiding Star brandy' (wiski), sebuah 'Alkitab', atau 'senapan Gatling'," yang menghubungkan alkoholisme, agama Kristen, dan Angkatan Darat Britania Raya.[34] Tidak mengherankan, tanggapan terhadap Dhammaloka terbagi. Di Burma, ia mendapat dukungan dari kalangan tradisionalis (ia diberi kesempatan bertemu dengan Thathanabaing (kepala sangha), diperlakukan dengan hormat di antara para biksu senior Burma, dan sebuah jamuan makan malam diselenggarakan untuk menghormatinya), dari masyarakat pedesaan Burma (yang menghadiri ceramahnya dalam jumlah besar, terkadang menempuh perjalanan berhari-hari untuk mendengarkannya; setidaknya dalam satu kasus, para wanita menggelar rambut mereka untuk ia pijak sebagai tanda penghormatan tertinggi), dan dari kaum nasionalis perkotaan (yang mengatur tur ceramahnya dan membelanya di pengadilan). Bukti anekdotal juga menunjukkan popularitasnya yang lebih luas di negara-negara tetangga.[31] Meskipun juga populer di Singapura, terutama di kalangan komunitas Tionghoa, penelitian Bocking menunjukkan bahwa ia kurang berhasil di Jepang dan di Siam.[35] Sebaliknya, banyak opini dari kalangan Eropa yang menentangnya, termasuk tentunya dari kaum misionaris dan pihak berwenang, juga sebagian jurnalis (meskipun sebagian lainnya menghargainya dan mencetak artikel-artikelnya sesuai naskah asli). Secara umum, ia dituduh memusuhi agama Kristen, bukan seorang pria terhormat (gentleman) atau tidak berpendidikan tinggi, dan telah menghasut orang-orang Burma untuk melawan pemerintahan kolonial Inggris.[33][36] Pengadilan dan penghilanganDhammaloka setidaknya dua kali berurusan dengan sistem hukum kolonial di Burma. Dalam satu kasus—dan kemungkinan dalam keduanya—ia menerima vonis ringan. Turner[37][38] berspekulasi bahwa hal ini dilakukan untuk menghindari potensi aib politik bagi pihak berwenang kolonial dari persidangan dengan dakwaan yang lebih berat, yang konsekuensinya menuntut beban pembuktian yang lebih besar. Dalam kasus sepatu tahun 1902, Dhammaloka dituduh mengatakan "kami [pihak Barat] pertama-tama telah merebut Burma dari orang Burma dan sekarang kami ingin menginjak-injak agama mereka," sebuah pernyataan yang menghasut dan dianggap sebagai permusuhan terhadap pemerintah kolonial dan agama Kristen. Setelah upaya pemerintah kolonial yang gagal untuk mengumpulkan saksi yang cukup untuk dakwaan penghasutan, dakwaan penghinaan yang lebih ringan diajukan, dan tampaknya Dhammaloka langsung dihukum atas dakwaan penghinaan meskipun hukumannya belum diketahui.[39] Pada bulan Oktober dan November 1910, Dhammaloka berkhotbah di Moulmein, yang memicu tuduhan baru berupa penghasutan yang diajukan atas dorongan para misionaris lokal. Para saksi mata menyatakan bahwa ia menggambarkan para misionaris membawa Alkitab, wiski, dan senjata, serta menuduh orang Kristen tidak bermoral, melakukan kekerasan, dan bertekad menghancurkan tradisi Burma. Alih-alih mengajukan tuntutan penghasutan penuh, kerajaan memilih untuk menuntut melalui pasal hukum yang lebih ringan (pasal 108b) yang ditujukan untuk mencegah ujaran penghasutan di masa mendatang, yang membutuhkan beban pembuktian yang lebih rendah dan memerlukan sidang singkat. Ia dikurung untuk menjaga perdamaian dan diperintahkan untuk mencari dua orang pendukung untuk menjamin hal ini dengan jaminan masing-masing 1000 rupee.[40] Persidangan ini penting karena beberapa alasan. Ini adalah salah satu dari sedikit kasus penggunaan hukum penghasutan (yang dirancang untuk mencegah jurnalis pribumi India dan Burma mengkritik pihak berwenang) terhadap orang Eropa, sekaligus menjadi yang pertama kalinya diterapkan di Burma dan menjadi preseden bagi penggunaannya terhadap kaum nasionalis.[38] Dalam banding, ia dibela oleh nasionalis Burma terkemuka U Chit Hlaing, calon presiden Young Men's Buddhist Association. Hakim dalam sidang banding tersebut, yang menguatkan putusan sebelumnya, adalah Tuan Hakim Daniel H. R. Twomey (yang dianugerahi gelar kebangsawanan pada tahun 1917). Ia adalah penulis teks definitif tentang penyelarasan hukum kanonik Buddhis dengan hukum kolonial Inggris, dan menarik bagi para cendekiawan studi agama karena merupakan kakek dari antropolog Mary Douglas.[41] Menyusul kegagalan bandingnya, aktivitas Dhammaloka menjadi lebih sulit dilacak. Pada April 1912, sebuah surat muncul di surat kabar The Times of Ceylon. Dicetak ulang di Kalkuta dan Bangkok, surat tersebut konon melaporkan kematiannya di sebuah hotel bebas alkohol (temperance hotel) di Melbourne, Australia. Akan tetapi, pada Juni di tahun yang sama, ia muncul di kantor Singapore Free Press untuk menyangkal laporan tersebut, yang motivasinya hingga kini masih belum jelas.[42] Antara tahun 1912 dan 1913, Dhammaloka diketahui telah melakukan perjalanan di Australia (dilaporkan menghadiri pertemuan Paskah tahunan 1912 dari organisasi anti minuman beralkohol I.O.G.T. di Brisbane), Negeri-Negeri Selat, Siam, dan Kamboja. Pada tahun 1914, seorang misionaris melaporkan bahwa ia menjalankan Asosiasi Pemikir Bebas Buddhis Siam (Siam Buddhist Freethought Association) di Bangkok.[43][25] Tidak ada catatan tepercaya mengenai kematiannya yang ditemukan. Namun, kabar tersebut belum tentu akan dilaporkan selama Perang Dunia I, terutama jika kematiannya terjadi saat ia sedang bepergian, atau jika ia dimakamkan secara monastik tradisional di negara seperti Siam atau Kamboja.[25] Pengaruh dan penilaianDhammaloka nyaris terlupakan dalam sejarah Buddhis selanjutnya, kecuali untuk beberapa selingan singkat yang didasarkan pada sebuah artikel surat kabar tahun 1904.[44][45] Dari sisi Barat, sebagian besar catatan mengenai umat Buddhis Barat di masa awal pada akhirnya bersumber dari para pengikut Ananda Metteyya, yang perkumpulannya (Buddhist Society of Great Britain and Ireland) menjadi kunci bagi pembentukan Buddhisme awal di Inggris.[46] Catatan-catatan ini tidak menyebutkan Dhammaloka,[47] tetapi membangun silsilah yang dimulai dari Bhikkhu Asoka (H. Gordon Douglas), Ananda Metteyya (Allan Bennett), dan Nyanatiloka (Anton Gueth).[48] Berbeda dengan Dhammaloka, Ananda Metteyya lebih berorientasi pada citra seorang cendekiawan terhormat (gentleman scholar), menghindari konflik dengan agama Kristen, dan bertujuan untuk membuat orang Barat pindah agama alih-alih mendukung umat Buddhis Burma dan Asia lainnya.[49] Sebaliknya, gerakan kebangkitan Buddhis Dhammaloka yang agresif dan jaringan Buddhis Asia-nya yang intensif menempatkannya lebih sejajar dengan tokoh-tokoh seperti Henry Steel Olcott dan Anagarika Dharmapala. Dari sisi Burma, Dhammaloka menempati posisi perantara antara orientasi kaum tradisionalis yang menginginkan pemulihan monarki dan nasionalisme yang lebih lugas dari gerakan kemerdekaan di kemudian hari. Asal-usulnya yang bukan dari Burma tidak cocok bagi gerakan ortodoksi nasionalis di masa selanjutnya.[50] Identifikasi Dhammaloka terhadap Buddhisme dengan pemikiran bebas, dan penolakannya terhadap posisi multi-agama, dapat dipertahankan dalam Buddhisme Theravāda. Dalam hal Buddhisme global pada zamannya, hal itu menyelaraskannya dengan kaum rasionalis Buddhis[51] dan mereka yang sama-sama bergerak dalam kebangkitan Buddhis dengan menentang upaya misionaris Kristen; pendekatan ini kontras dengan komunitas Buddhis pasca-Teosofis yang melihat "semua agama pada akhirnya adalah satu",[51] juga dengan mereka yang mencari pengakuan bagi Buddhisme sebagai agama dunia yang setara dengan Kristen.[50] Lebih jauh lagi, Buddhisme yang diperjuangkan Dhammaloka tampaknya berfokus terutama pada hal-hal yang menjadi perhatian utama bagi para biksu Burma pada saat itu, di atas semua ketaatan yang benar terhadap Vinaya (aturan berperilaku bagi para biksu).[8][52] Dalam sejarah Irlandia, Dhammaloka menonjol sebagai tokoh yang menolak ortodoksi Katolik dan Protestan. Meskipun bukan satu-satunya Buddhis[53] atau ateis Irlandia di masa awal, ia juga mencolok di antara mereka karena berasal dari kalangan plebs (rakyat jelata) dan berlatar belakang Katolik. Hal ini meruntuhkan narasi populer yang memandang Irlandia merdeka, khususnya, sebagai negara yang homogen secara Katolik hingga saat ini.[54] Seperti penganut Buddha Irlandia awal lainnya, ia mengadopsi tradisi lokal saat bepergian ke Asia. Ia mengembangkan solidaritas dengan orang-orang Burma yang ditandai oleh karyanya dalam organisasi-organisasi Buddhis Asia, serta menunjukkan permusuhan terhadap misionaris Kristen dan pemerintah kolonial.[55] Lihat juga
Catatan
ReferensiBuku dan bab
Makalah konferensi
Artikel jurnal
Presentasi video
Sumber terbitan lainnya
Pranala luar |