Trans Jogja
Trans Jogja, yang juga dikenal dengan merek Trans Jogja Istimewa, adalah sebuah sistem bus perkotaan modern di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia dan terpusat di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Trans Jogja merupakan salah satu bagian dari program penerapan bus raya terpadu (BRT) yang dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan RI dan mulai beroperasi pada Maret 2008 di bawah Dinas Perhubungan DIY yang membuat sistem ini menjadi BRT tertua kedua di Indonesia setelah Transjakarta. Trans Jogja dioperasikan dengan 130 armada yang melayani 477 halte yang tersebar di 20 koridor. Layanan ini beroperasi setiap hari dari pukul 05.30 hingga 20.30. Setelah jam operasional berakhir, penumpang akan diturunkan di halte terdekat. Trans Jogja dikelola oleh dua operator, yakni Jogja Tugu Trans (JTT) dan Anindya Mitra Internasional (AMI). PT Jogja Tugu Trans merupakan konsorsium yang dibentuk oleh pengelola transportasi umum kota dan pedesaan eksisting di Yogyakarta yakni Koperasi Pemuda Sleman, Kopata, Aspada, Kobutri, Puskopkar, dan Perum DAMRI. Sementara itu, PT Anindya Mitra Internasional merupakan badan usaha milik daerah milik Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.[3] SejarahPengoperasian perdana (2008)![]() Perencanaan Trans Jogja cukup mendesak karena sistem transportasi Yogyakarta dan sekitarnya dinilai tidak efisien pada saat itu. Pada tahap perencanaan banyak tantangan muncul dari pengelola bus yang telah ada serta para pengemudi becak. Penerapan sistem ini semula direncanakan pada tahun 2007, tetapi bencana gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006 menyebabkan pergeseran waktu pelaksanaan. Sekitar tahun 2006 Pemerintah Provinsi menerima hibah dari Kementerian Perhubungan berupa 20 unit bus yang diperuntukkan bagi pelayanan transportasi publik yang kemudian diberi nama Trans Jogja.[4] Pada 17–18 Februari 2008, Trans Jogja mulai diuji coba. Mulanya, Trans Jogja hanya bermodalkan enam trayek (1A, 1B, 2A, 2B, 3A, dan 3B), menghubungkan tempat-tempat yang penting di Yogyakarta seperti Candi Prambanan, Jalan Malioboro, Kotagede, Jogja Expo Center, Plaza Ambarrukmo, UGM, Kotabaru, dan lain-lain. Trans Jogja mulanya juga hanya memiliki 78 pemberhentian dengan delapan di antaranya merupakan halte point of sales (PoS). Mulanya bus ini menarik tarif percobaan Rp1.000,00, sebelum akhirnya diganti dengan tarif reguler sebesar Rp3.500,00 dengan menggunakan sistem kartu single trip. Semua bus dimiliki oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah DIY serta dioperasikan oleh PT Jogja Tugu Trans sebanyak 54 unit dengan enam bus cadangan, namun hanya 34 yang beroperasi.[5][6] Pada saat awal peluncuran, terdapat enam trayek bus yang dilayani secara melingkar dari dan kembali ke terminal awal mulai dari jam 05.30 hingga 21.30 WIB. Terdapat 105 armada bus berukuran sedang dengan 34 tempat duduk. Halte-halte yang digunakan untuk pemberhentian dibuat dengan biaya masing-masing 70 juta rupiah[7] yang dikerjakan oleh dua kontraktor. Penambahan jalur (2009–2010)![]() Kesuksesan program ini membuat Pemerintah DIY berpikir untuk menambah lagi armada dan jalur Trans Jogja. Meskipun demikian, Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY meminta kepada Pemerintah DIY mengkaji ulang penambahan 20 armada bus dan 19 halte baru untuk Trans Jogja.[8] Meski trayek baru ini sedianya akan dijalankan pada bulan April 2010, operasionalnya tersendat lantaran terjadi penundaan akibat kendala dalam proses hibah. Pemda DIY pun akhirnya optimistis bus tersebut dioperasikan pada tanggal 15 Oktober 2010. Trayek baru tersebut adalah trayek 4A dan 4B, menghubungkan Terminal Giwangan dengan UIN Sunan Kalijaga dan Lempuyangan.[9] Pada bulan Oktober hingga November 2010, terjadi letusan Gunung Merapi 2010 yang menyebabkan Trans Jogja merugi Rp400 juta lantaran sepinya okupansi penumpang.[10] KorupsiKaryawan PT Jogja Tugu Trans (JTT) melakukan unjuk rasa karena perusahaan dinilai tidak memenuhi perjanjian serta aturan cuti yang telah disepakati. Salah satu contoh pelanggaran yang disoroti adalah perbedaan nilai gaji pramudi. Dalam kesepakatan, gaji yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp2.520.000, namun PT JTT hanya membayar Rp2.054.000. Kondisi ini bahkan membuat sejumlah kru mogok kerja.[11] Direktur Utama PT JTT saat itu, Poerwanto Johan Riyadi, menanggapi protes tersebut dengan menyatakan bahwa perhitungan gaji karyawan telah mengacu pada peraturan perusahaan. Ia juga menambahkan bahwa tidak semua komponen gaji tercantum dalam Biaya Operasional Kendaraan (BOK).[11] BOK merupakan biaya yang ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY), yang dihitung berdasarkan jarak tempuh setiap bus, dengan kisaran sekitar Rp4.000 hingga Rp5.500 per kilometer pada tahun pertama operasional.[11] Setiap tahunnya, Pemprov DIY mengucurkan dana hingga puluhan miliar rupiah kepada PT JTT. Namun, muncul dugaan penyelewengan dana tersebut, yang kemudian berujung ke meja hijau pada tahun 2013.[11] Pada 27 Maret 2014, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta yang dipimpin oleh Soewarno menjatuhkan vonis 22 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan kepada mantan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika DIY, Mulyadi Hadikusumo, serta mantan Direktur PT Jogja Tugu Trans, Purwanto Johan Riyadi, atas kasus korupsi Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Trans Jogja tahun 2008. Hakim menyatakan dakwaan primer Pasal 2 UU Tipikor (tindak memperkaya diri) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena LHP BPK DIY mencatat kerugian negara hanya Rp 431,43 juta dan dana itu terbukti terserap untuk operasional bus antara 18–29 Februari sesuai rata‑rata 309,06 km per hari. Klaim kerugian tambahan Rp 149,53 juta dari JPU juga ditolak karena peraturan Kepala Dinas Perhubungan DIY yang dijadikan dasar baru terbit pada 2012, sehingga tak berlaku surut untuk peristiwa 2008. Meski begitu, majelis menegaskan proses pencairan BOK tanpa kontrak, surat perintah kerja, bukti operasional, maupun berita acara kilometer tempuh yang diajukan belakangan rentan dimanipulasi, terlebih BOK ternyata tidak hanya untuk satu bus jalur 1A–1B seperti yang disebut JPU semula, sehingga potensi kerugian negara tetap ada. Sebelumnya, JPU menuntut Mulyadi dua tahun penjara (denda Rp 50 juta) dan Purwanto lima tahun (denda Rp 200 juta subsider enam bulan plus uang pengganti Rp 562 juta).[12][13][11] Namun, pada Juli 2016, Poerwanto dinyatakan bebas setelah permohonan peninjauan kembali (PK) yang ia ajukan dikabulkan oleh hakim.[11] Penambahan armada (2013–2014)![]() Pada tanggal 21 Mei 2013, Sri Sultan Hamengkubawana X selaku gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengikuti peresmian 20 armada baru Mitsubishi FE 84G BC berkaroseri Delima Jaya. Armada ini unik karena menjadi salah satu armada yang memiliki rak sepeda, seperti rak sepeda pada armada Teman Bus.[14] Peresmian 20 armada ini sempat mangkrak sejak 2008, menggantikan 20 armada Mitsubishi FE 84G BC berkaroseri Delima Mandiri milik Pemkot Yogyakarta.[6] Pada 28 Maret 2014, Mantan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY dan mantan Direktur Jogja Tugu Trans (JTT) dijatuhi vonis 22 bulan atas dugaan korupsi biaya operasional kendaraan (BOK) hingga miliaran rupiah yang dilakukan pada tahun 2008.[12][13] Pada Maret 2014, PT Jogja Tugu Trans (JTT) membeli 20 unit bus bekas dari Trans Lampung, sehingga jumlah armada meningkat menjadi 74 unit. Meskipun jumlah bus bertambah, sistem pengelolaan yang baru belum mampu mengatasi berbagai kendala yang ada. Bus Trans Jogja kerap mengalami mogok di tengah perjalanan, pendingin udara (AC) yang tidak berfungsi, hingga pintu yang sering macet atau gagal menutup.[15] Menguatnya peran PT Anindya Mitra Internasional![]() Pemerintah DIY merencanakan akan mengakhiri kontrak kerja sama dengan PT Jogja Tugu Trans pada akhir 2015. Pada bulan September 2015, Pemda DIY akhirnya menunjuk PT Anindya Mitra Internasional (AMI), BUMD DIY untuk mengoperasikan bus Trans Jogja. Selama masa transisi tersebut, 34 bus Trans Jogja yang diproduksi tahun 2007-2008 tetap beroperasi di bawah kendali PT AMI ditambah 40 bus tambahan. Bahkan dalam perencanaan yang dibuat oleh PT AMI, perusahaan ini juga akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga seperti bank dan layanan penunjang.[16][17][18] Pada akibatnya, sejumlah kru PT JTT dirumahkan. Sebagai langkah awal, PT AMI meluncurkan bus baru pada tanggal 27 Mei 2016, merupakan bus bantuan dari Ditjen Perhubungan Darat, untuk menggantikan bus-bus pertama Trans Jogja yang diproduksi pada tahun 2007-2008. Semua bus memiliki fasilitas difabel.[19] Pada awal tahun 2017, tercatat 85 bus Trans Jogja siap beroperasi dan ditambah lagi sebanyak 43 bus dengan nilai sebesar Rp30 miliar rupiah.[20] Pada bulan Maret 2017, Dinas Perhubungan DIY merencanakan trayek baru untuk bus Trans Jogja yaitu trayek 5A, 5B, 6A, 6B, 7, 8, 9, 10, dan 11,[21] dengan perincian 25 April 2017 untuk trayek 7, 9, dan 11, 12 Mei 2017 untuk trayek 5A, 5B, 6A, dan 6B, dan terakhir, 3 Juli 2017 untuk trayek 8 dan 10. Pada akhirnya Trans Jogja memiliki 17 jalur yang mampu mengakses tempat-tempat yang jarang maupun sering dikunjungi serta mendukung pariwisata Yogyakarta.[22] Pada Agustus 2017, sebanyak 121 kru PT JTT yang sempat dirumahkan akhirnya kembali bekerja di PT JTT setelah perusahaan tersebut membeli 15 bus baru untuk trayek 1A (Hino FB 130) dengan perincian 14 untuk operasional dan 1 untuk cadangan. Sebagian di antara mereka ada yang mengundurkan diri, dan sebagian lagi berpindah ke PT AMI.[23] Penambahan armada (2016–2019)![]() Pada 26 Desember 2016, Dinas Perhubungan DIY menerima bus hibah dari Kementerian Perhubungan sebanyak 40 unit.[24] Unit tersebut adalah Isuzu ELF NQR 71 berkaroseri Laksana, dengan armada berwarna biru, unik daripada armada lainnya. Penambahan armada ini juga menandakan peresmian 9 jalur baru, yang akan dikelola oleh PT AMI.[25] Armada ini beroperasi remi pada Maret 2017, bertepatan pada peluncuran 3 jalur baru.[22] Pada tanggal 30 Agustus 2017, PT JTT meresmikan 29 unit armada Hino FB 130 berkaroseri Neptune, ini dilakukan untuk menggantikan 20 unit bus bekas Trans Lampung. Pada tahap awal, 15 dari 29 unit Trans Jogja mulai dioperasikan pada bulan September 2017.[26] Pada akhirnya, 14 unit terakhir dioperasikan penuh.[6] Sekitar 2018, PT AMI meresmikan pengoperasian 28 unit armada Hino FB 130 berkaroseri Nucleus.[6] Pada Maret 2019, PT Jogja Tugu Trans (JTT) meresmikan enam unit armada Hino FB 130 berkaroseri Grand Venus. Armada ini memiliki desain yang unik, karena beberapa di antaranya menampilkan ilustrasi seni bertema pariwisata Yogyakarta. Gambar-gambar tersebut mencakup andong dan becak yang mengangkut penumpang, prajurit Keraton yang mengayuh sepeda, kawasan Titik Nol Kilometer, hingga penjual jamu dengan latar belakang Monumen Tugu Yogyakarta.[27][28] Perubahan sistem tiket![]() Sejak awal beroperasi sampai 2019, Trans Jogja menerapkan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga TransJakarta. Selain itu, diterapkan sistem pembayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket berlangganan pelajar, dan tiket berlangganan umum. Ada tiga macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berupa kartu pintar, bukan karcis bus biasa. Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui gerbang tiket yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan selama tidak keluar dari halte. Mulai Februari 2020, sistem tiket Trans Jogja mengalami perubahan yaitu dengan menggantikan gerbang tiket menjadi mesin EDC yang dibawa petugas di dalam bus ataupun di halte. Selama masa transisi yang berlangsung selama hampir satu bulan, seluruh transaksi tiket Trans Jogja dilakukan secara tunai dengan menunjukkan kartu langganan Trans Jogja atau Kartu Uang Elektronik (KUE) untuk mendapatkan tarif yang sesuai. Secara bersamaan, Trans Jogja juga menerbitkan kartu langganan versi baru dan mewajibkan pengguna kartu lama untuk mengganti kartu agar bisa tetap menggunakan layanan Trans Jogja. Sekarang, seluruh gerbang tiket Trans Jogja sudah dinonaktifkan. Hadirnya Teman Bus di DIY dan penambahan jalur![]() Pada 29 Desember 2020, Teman Bus mulai beroperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada awal pengoperasiannya, layanan ini melayani rute Ngaglik (12/K1J), Godean (13/K2J), dan Ngemplak (14/K3J). Rute-rute tersebut diluncurkan bersamaan dengan peluncuran layanan Teman Bus. Teman Bus merupakan sistem angkutan cepat bus (BRT) yang beroperasi dengan skema buy the service (BTS) dan didanai langsung oleh Kementerian Perhubungan.[29] Teman Bus dan PT Jogja Tugu Trans (JTT) menandatangani kontrak selama tujuh tahun untuk pengoperasian 44 armada bus Hino FB 130 berkaroseri Laksana yang melayani penjuru provinsi. Pada 1 November 2022, terjadi perubahan layanan Teman Bus. Karena tingkat okupansi penumpang yang rendah pada rute Godean, sempat beredar rumor bahwa rute tersebut akan ditutup. Namun, rute Godean kemudian dialihkan ke layanan Trans Jogja. Hal serupa juga terjadi pada rute Ngemplak. Kedua rute tersebut digantikan oleh rute 1A dan 2A, yang pada saat itu menjadi bagian dari layanan Teman Bus.[30] Di hari yang sama, rute Palbapang (15) resmi diluncurkan. Rute ini melayani daerah Palbapang, Ngabean, hingga Malioboro. Layanan pada jalur 15 dioperasikan oleh Trans Jogja.[31] Pemberhentian Layanan Teman BusPada 1 Januari 2025, Teman Bus Yogyakarta diberhentikan layanannya, jalur yang terdampak adalah 1A (K1J), 2A (K2J), dan 12 (K1J). Biaya operasional yang mahal memaksa Dinas Perhubungan DIY untuk tidak meneruskan program ini. Operator Trans Jogja terdiri dari PT AMI (Anindya Mitra Internasional) dan PT JTT (Jogja Tugu Trans). Sementara itu, Teman Bus Jogja sebelumnya dioperasikan oleh JTT, termasuk armadanya yang juga dimiliki oleh JTT. Program Teman Bus sendiri merupakan inisiatif dari Kemenhub yang dijalankan di berbagai daerah, dengan JTT sebagai pemenang lelang untuk wilayah Jogja. Dikabarkan, JTT mengalami kerugian sebesar Rp10 miliar akibat pemutusan kontrak, yang awalnya direncanakan berlangsung selama tujuh tahun namun dipangkas menjadi lima tahun. Kasus serupa juga terjadi di Bali, di mana armada Teman Bus turut dijual akibat pemutusan program. Bus eks-Teman Bus dijual dengan kisaran harga Rp200–350 juta di laman Facebook. Rincian penjualan bus eks-Teman Bus
Per 16 April 2025, semua unit Teman Bus telah habis terjual. Pemberhentian layanan Teman Bus juga berdampak pada layanan 1C, yang sebelumnya melayani rute Bandara Adisutjipto – Terminal Prambanan – Bandara Adisutjipto. Layanan ini dihentikan karena hanya berfungsi sebagai jalur pengganti jalur K3J/ 1A. Kehadiran Bus Listrik dan Pengembangannya![]() Pemda DIY melaksanakan uji coba bus listrik sasis MD8-E LE City Bus sebagai transportasi ramah lingkungan untuk mengurangi polusi di kawasan Sumbu Filosofi, Yogyakarta, pada Jumat, 22 November 2024.[32] Langkah ini menjadi awal menuju Kawasan Rendah Emisi (Low Emission Zone). Selanjutnya, pada 20 Januari 2025, bus listrik mulai menjalani uji coba operasional dengan pendanaan yang bertumpu pada Dana Keistimewaan. jalur uji coba dengan jenama EV-1 meliputi Bandara Adisutjipto, Plaza Ambarukmo, Malioboro, Kridosono, dan kembali lagi ke Bandara Adisutjipto. Bus listrik bersasis MD8-E LE ini memiliki dua armada yang dikelola oleh PT Anindya Mitra Internasional (PT AMI) dengan karoseri hasil produksi New Armada. Bus listrik memiliki kapasitas untuk 28 penumpang, dengan 18 tempat duduk dan 10 ruang untuk penumpang berdiri.[33] ![]() Pada 1 Mei 2025, jalur EV-1 diubah menjadi jalur EV-2 karena mengalami perubahan rute. Titik keberangkatan yang semula berada di Bandara Adisutjipto kini dialihkan ke Stadion Kridosono. Pengisian daya baterai masih berada di SPKLU Bandara Adisutjipto, saat baterai mulai rendah, armada bus akan kembali ke SPKLU Bandara Adisutjipto untuk mengisi daya. Jarak tempuh bus dipotong setengah setelah perubahan rute, karena hanya melayani Kota Yogyakarta, khususnya kawasan Sumbu Filosofi.[34] Perubahan ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DIY karena mereka ingin fokus melayani wisatawan yang ingin mencoba menaik bus listrik, bukan masyarakat lokal. Maka dari itu, perubahan rute yang awalnya melayani Bandara Adisutjipto – Malioboro, berubah menjadi Stadion Kridosono – Malioboro.[35]Jangkauan rute baru ini mencakup Stadion Kridosono, Malioboro, Ngabean, Stasiun Yogyakarta, Tugu Yogyakarta, dan Mangkubumi. Jadwal operasional juga mengalami perubahan, dari semula pukul 08.00–14.30 menjadi 12.30–20.30, dengan penambahan durasi selama 1 jam 30 menit.[36] Opsi pembayaran juga diperluas. Jika sebelumnya hanya menerima pembayaran melalui uang elektronik (e-money), kini pengguna dapat membayar menggunakan Kartu Langganan Trans Jogja, yang mencakup Kartu Trans Jogja, Kartu Pelajar, Kartu Lansia, dan Kartu Penyandang Disabilitas, serta Kartu Multi Trip (KMT).[36] Perubahan Layanan Trans Jogja![]() Perubahan pada layanan Trans Jogja terjadi pada 1 dan 4 Februari 2025, jalur yang terdampak adalah 1A, 1B, 4A, 5A, 6A, 6B, 7, 8, 9, 11, dan 13.[37] Perubahan ini cukup signifikan dibandingkan dengan perubahan jalur sebelumnya. Perubahan JalurPada 1 Februari 2025, terjadi perubahan pada 7 jalur Trans Jogja.
Peleburan Jalur
Pemberhantian Jalur
JalurDaftar jalur![]()
Keterangan:
Penghubung antarmodaSebagai komponen dari sistem transportasi terpadu bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, sistem ini menghubungkan sembilan titik penting moda perhubungan di penjuru daerah:
Sistem pembayaranTiket![]() Untuk saat ini, Trans Jogja umumnya dipatok tarif Rp3.500 untuk pembayaran tunai, Rp2.700 untuk umum berlangganan, Rp60 untuk pelajar berlangganan, dan Rp2.000 untuk lansia dan penyandang disabilitas melalui kartu berlangganan.[38] Untuk mempermudah pembayaran, Trans Jogja menerima pembayaran secara tunai dan non-tunai. Pembayaran tunai dapat dilakukan baik di halte yang dijaga oleh petugas maupun langsung di dalam bus. Selain itu, pembayaran non-tunai sebesar Rp2.700 dapat dilakukan dengan menggunakan kartu uang elektronik perbankan seperti BRIZZI (Bank BRI), TapCash (Bank BNI), e-Money (Bank Mandiri), Kartu Multi Trip/KMT (KAI Commuter), dan Flazz (Bank BCA dan Bank BPD DIY), serta dapat juga menggunakan akun dompet digital seperti LinkAja , GoPay, dan AstraPay melalui aplikasi Trans Jogja. Mulai 4 Agustus 2025, sistem pembayaran Trans Jogja mencakup opsi menggunakan QRIS Tap dengan tarif sebesar Rp2.700. Pembayaran dapat dilakukan melalui perangkat elektronik yang memiliki fitur NFC, seperti smartwatch dan ponsel Android. Peresmian sistem ini dihadiri oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X.[39]
![]() Kartu Trans JogjaPer 2025, Trans Jogja menerbitkan kartu langganan Trans Jogja untuk penggunaan di bus Trans Jogja. Terdapat empat jenis kartu:
Trans Jogja Regular Card, Trans Jogja Student Card, Trans Jogja Disabled Card, dan Trans Jogja Senior Card dapat dibeli dan diisi ulang di halte point-of-sale (POS) berikut:[42]
Tiket bus listrik Trans JogjaPer 1 Mei 2025, tarif uji coba bus listrik jalur EV adalah Rp0. Pembayaran dapat dilakukan menggunakan e-money seperti Mandiri e-money, BNI TapCash, BCA Flazz, dan BRIZZI. Selain itu, transaksi juga dapat dilakukan menggunakan Kartu Multi Trip (KMT); kartu langganan seperti kartu reguler, kartu pelajar, kartu disabilitas, dan kartu lansia. Penumpang![]() ![]() Program Trans JogjaTrans Jogja juga mengeluarkan kartu khusus untuk lansia dan penyandang disabilitas untuk menarik minat lansia atau penyandang disabilitas yang susah untuk mengendarai kendaraan pribadi mereka.[43] Kartu lansia dan penyandang disabilitas pernah beredar dan digunakan sebelum Trans Jogja menerapkan kartu tersebut, kartu tersebut hanya digunakan di beberapa jalur saja karena hanya menjadi program Teman Bus.[44] LogoLogo Trans Jogja merupakan hasil dari kompetisi "Trans Jogja 2025" yang diselenggarakan pada 23 Januari hingga 18 Februari. Kompetisi tersebut mencakup tiga kategori lomba, yaitu desain logo, tagline, dan jingle.[45] Para pemenang diumumkan tepat dalam acara Trans Jogja Run 2025 yang diselenggarakan pada 23 Februari 2025.[46] Jingle Trans Jogja dapat didengarkan di spotify. Deskripsi layananArmadaPer Mei 2025, jumlah armada bus Trans Jogja saat ini mencapai 130 unit, dengan 128[47][48][26][6][24] di antaranya menggunakan bahan bakar diesel, dan sisanya berbahan bakar listrik.[49] Bus armada Trans Jogja menggunakan tipe bus medium dengan panjang bodi 7-8 meter. Armada tersebut antara lain:
Fasilitas![]() Armada Trans Jogja dilengkapi dengan tempat duduk, gantungan tangan, AC, tempat sampah, alat pemadam api, speaker, ruang khusus untuk penyandang disabilitas, palu pemecah kaca, dan GPS announcer. Khusus pada bus listrik armadanya menyediakan kotak P3K dan tempat untuk mengisi daya baterai. HalteTrans Jogja menerapkan dua jenis halte, yaitu halte permanen dan halte portabel.
Seluruh halte Trans Jogja didominasi oleh material aluminium, baja, dan kaca (khusus halte permanen). Mayoritas halte permanen juga memiliki ventilasi udara pada bagian jendelanya. Beberapa halte memiliki desain khas, terutama halte permanen. Misalnya, Halte Yos Sudarso (Stadion Kridosono), Halte Wonocatur (JEC), dan Halte SD Pejokusuman memiliki aksen bernuansa budaya dengan corak batik kawung. Pembangunan halte-halte ini bertumpu pada Dana Keistimewaan. Selain itu, terdapat halte dengan desain kontemporer, seperti Halte Jend. Sudirman, Halte KHA Dahlan, serta Halte Malioboro 1, 2, dan 3. Berbeda dari halte lainnya yang umumnya berwarna hijau-kuning, halte-halte ini didominasi warna abu-abu dan dilengkapi dengan tempat duduk, jendela, tangga, serta ramp untuk penyandang disabilitas. Per Mei 2025, jumlah total pemberhentian bus adalah 461. Bentuk pemberhentian tersebut antara lain: Halte transitHalte transit adalah halte yang dilengkapi petugas dan memungkinkan penumpang berpindah dari satu jalur ke jalur lainnya tanpa perlu membayar ulang.
Halte vitalHalte vital adalah halte penting dalam sistem Trans Jogja, termasuk halte yang terletak di terminal, halte terminus, halte park and ride, serta halte padat transit yang memungkinkan perpindahan jalur tanpa biaya tambahan.
keterangan:
Rencana pengembanganBus ListrikPada tahun 2026, bus listrik ini direncanakan akan diserahkan kepada PT Anindya Mitra Internasional selaku operator Trans Jogja, melalui mekanisme penyertaan modal, guna memperkuat dan melengkapi layanan Trans Jogja.[55] Jalur baru ImogiriDua tahun pengoperasian jalur 15 dinilai menunjukkan perkembangan yang sangat bagus. Bedasarkan pencapaian tersebut, Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul mengajukan permohonan pembukaan jalur baru kepada Dinas perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta.[56] Namun, rencana penambahan rute Imogiri sampai Malioboro belum ada kejelasan.[57] Wakil Bupati Bantul, Aris Suharyanta, menyatakan bahwa Pemkab Bantul telah mengusulkan penambahan rute Trans Jogja yang menghubungkan Malioboro dan Imogiri. Diharapkan dengan adanya penambahan rute tersebut, kebutuhan masyarakat Bantul akan transportasi massal yang murah bisa teratasi. Meski demikian, ia mengakui bahwa realisasi usulan tersebut masih sulit dilakukan dalam waktu dekat, karena Dishub Bantul masih menunggu keputusan dari pihak provinsi.[57] Disampaikannya, pengajuan penambahan rute perjalanan transportasi umum itu dilakukan mengingat jumlah peminat atau penumpang tersebut kian bertambah.[58] Dan pengingat bahwa daerah Imogiri adalah daerah dengan adanya situs pariwisata seperti misalnya Makam Raja-Raja Imogiri. Pihaknya meyakini keberadaan Trans Jogja di jalur ini mampu mendongkrak kunjungan wisatawan ke lokasi tersebut..[56] Menurut Singgih Raharjo, dalam proposal pengajuan rute, Dishub telah melakukan survey jalur. Rute Malioboro-Imogiri yang diusulkan akan mencakup Makam Raja Imogiri - Terminal Imogiri - Barongan-Simpang Empat Mojo - Pasar Telo - Pojok Beteng Timur ke utara sampai Gardu Listrik Malioboro. Dengan pertimbangan, saat ini trayek transportasi hanya ada di Jalan Imogiri Timur. Sehingga, lanjut Singgih, Dishub DIY berkeinginan agar jangan sampai bersinggungan dengan trayek tersebut.[57] Meski telah dilakukan survey jalur, Kepala Bidang Angkutan Dishub Bantul, Toto Pamuji Raharjo, mengungkapkan bahwa Dishub DIY telah menyatakan rute Malioboro–Imogiri via Barongan tidak dapat diakomodasi, karena jalur tersebut tidak termasuk kategori rute aktivitas harian. Sebagai tindak lanjut, Dishub DIY tengah melakukan kajian ulang terhadap usulan tersebut.[57] Jalur baru WonosariTerdapat wacana penambahan jalur baru yang akan melalui Kabupaten Gunungkidul, kepala Dinas Perhubungan Gunungkidul mengatakan, ide membuka jalur baru Trans Jogja dengan rute Jogja-Wonosari sudah muncul sejak awal 2025. Wacana ini sudah ditindaklanjuti dengan pembuatan kajian serta pembahasan di DPRD DIY. Wacana ini juga tidak lepas dari hasil kajian yang melibatkan korespondensi dari Masyarakat yang meminta adanya ketepatan waktu dalam pelayanan. Di sisi lain, juga sudah ada kajian tentang jumlah armada yang dipersiapkan. Menurut kajian yang dilakukan, dibutuhkan setidaknya 25 armada untuk mendukung wacana jalur tersebut.[59] Gagasan pembukaan rute baru Trans Jogja yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Wonosari mulai mendapatkan atensi serius dari kalangan legislatif DIY. Rencana ini disambut positif karena dinilai sejalan dengan kebutuhan mobilitas masyarakat, pemerataan pembangunan, serta pengembangan kawasan strategis di wilayah selatan DIY.[60] Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY, Amir Syarifudin, menilai rencana pembukaan rute Trans Jogja ke Wonosari sebagai langkah tepat untuk mengatasi kepadatan lalu lintas. Ia menekankan pentingnya tidak hanya fokus pada jalur utama, tapi juga mengembangkan jalur alternatif seperti Mutihan–Srimartani dan memperbaiki akses penting seperti jalan Cino Mati yang masih terkendala status tanah.[60] Jalur ini sebelumnya telah menjadi sasaran program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), namun hingga kini belum dimaksimalkan penggunaannya. [61]Amir juga menyoroti kebutuhan infrastruktur pendukung di jalur strategis Playen–Mangunan, termasuk pengaspalan, penerangan jalan, dan drainase. Menurutnya, layanan Trans Jogja harus didukung kondisi jalur yang memadai agar benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Komisi C berkomitmen mendorong percepatan realisasi rute baru ini melalui pembahasan anggaran, serta mengupayakan sinergi antar-pemerintah untuk mempercepat pembangunan dan membuka akses ekonomi serta pelayanan publik di wilayah selatan DIY.[60] Kajian terkait pengoperasian layanan Trans Jogja rute Yogyakarta–Wonosari sudah dilakukan Dishub Gunungkidul melalui survei terhadap 400 penumpang angkutan kota dalam provinsi (AKDP) rute Jogja–Wonosari dan mendapatkan reaksi baik dari Komisi C DPRD DIY.[61] Rencananya, layanan Trans Jogja akan difokuskan pada jam-jam sibuk, seperti pukul 06.00–08.00 WIB dan pukul 15.00–18.00 WIB. Titik-titik pemberhentian untuk rute Yogyakarta–Wonosari akan ditetapkan oleh Dishub DIY.[61] Walau terjadi pemangkasan subsidi Trans Jogja sebesar Rp6,8 miliar untuk tahun 2026, wacana ini dipastikan oleh Komisi C DPRD DIY untuk tetap berjalan. Rencana tersebut telah disampaikan kepada Dinas Perhubungan DIY, namun masih memerlukan sejumlah tahapan sebelum bisa direalisasikan. Dinas Perhubungan DIY menegaskan bahwa trayek ke Gunungkidul belum masuk dalam perencanaan resmi. Namun, meski ada keterbatasan anggaran, Dishub berupaya menjaga kualitas layanan yang sudah ada. Pengurangan subsidi dianggap sebagai tantangan untuk tetap memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa menaikkan tarif penumpang. Sebagai langkah penyesuaian, Dishub akan mendorong efisiensi rute perjalanan dan penataan operasional agar waktu tempuh serta biaya dapat ditekan. Upaya ini diharapkan dapat menjaga stabilitas layanan Trans Jogja di tengah pengurangan subsidi.[62] Jalur baru WatesTerdapat wacana untuk realisasi jalur Trans Jogja ke Terminal Wates. Dishub Kulon Progo sudah mengajukan jalur tersebut. Namun, usulan tersebut masih terdapat kendala anggaran, juga, usulannya tidak pernah dikemuka ke publik. Kepala Bidang Angkutan dan Perpakiran Dishub, Sri Wahyuniarto, sudah mengonfirmasi usulan agar layanan Trans Jogja melalui Kulon Progo dan usulan tersebut sudah disampaikannya di rapat dengan Dishub DIY. Tetapi, alasan anggaran membuat inisiasi itu masih sulit untuk direalisasikan Sri Wahyu menuturkan bahwa Trans Jogja tidak perlu langsung sampai Temon atau Bandara YIA; cukup hingga Terminal Wates sudah baik sebagai tahap awal. Ia berharap ke depan ada rute Trans Jogja ke Kulonprogo seperti wacana ke Gunungkidul. Menurutnya, layanan ini akan diminati penumpang. Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiyantoro, menambahkan rencana ke Kulonprogo masih butuh waktu karena kini sudah ada kereta sebagai transportasi umum. Komisi C tengah mengkaji perluasan rute ke Gunungkidul, lalu akan melanjutkan kajian ke Kulonprogo, dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan anggaran.[63] Perpanjangan jalur 8Pengalihan jalur 8 yang tidak lagi melewati kawasan Jogokariyan dilakukan seiring dengan rencana perpanjangan rute ke wilayah Denggung, Sleman. Pengalihan ini bertujuan untuk memperluas cakupan layanan ke wilayah utara. Namun, Dinas Perhubungan Kabupaten Sleman terkesan tidak menunjukkan antusiasme terhadap usulan tersebut.[64] PermasalahanAnggaranRapat kerja Komisi C DPRD DIY dengan TAPD menelurkan gagasan untuk merasionalisasi anggaran sebesar Rp10 miliar untuk tahun 2026 yang akan dialihkan untuk peningkatan jalan dan PJU. Pj. Sekretaris Daerah DIY, Aria Nugrahadi, menyampaikan bahwa pengalihan subsidi Trans Jogja bukan perkara mudah. Ia kemudian memberi kesempatan kepada Kepala Bapperida, Ni Made Dwipanti Indrayati, untuk berbicara. Ni Made sebagai mantan Ketua Dinas Perhubungan DIY menekankan perlunya kehati-hatian dalam memangkas subsidi. Ia menyampaikan bahwa keputusan anggaran sebesar Rp87 miliar telah melalui kajian bersama akademisi. Besarnya subsidi juga dipengaruhi oleh tambahan layanan Teman Bus, yang sebelumnya dibiayai Kementerian Perhubungan namun kini dialihkan ke daerah. Selain itu, dua unit bus listrik yang beroperasi memerlukan biaya tambahan. Dalam perdebatan tersebut, Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiyantoro mencoba untuk memediasi. Ia menilai bahwa rasionalisasi sebaiknya tidak mengurangi subsidi maupun layanan. Nur juga mengingatkan bahwa Komisi C telah banyak menerima masukan masyarakat terkait perbaikan jalanan.[65] Akhirnya, disepakati bahwa subsidi Trans Jogja dirasionalisasi sebesar Rp6,8 miliar. Anggaran yang sebelumnya sebesar Rp87 miliar dipangkas menjadi Rp81 miliar sebab kesepakatan tersebut.[66] Tambahan modal untuk PDAB Tirtatama juga ikut disesuaikan, dari Rp6,6 miliar menjadi Rp5 miliar. Selisih sebesar Rp1,6 miliar digeser untuk program sumber daya air pembangunan irigasi pertanian. Sementara itu, Rp2,4 miliar lainnya dialihkan dari kegiatan Komisi C, sehingga total pergeseran anggaran mencapai Rp9 miliar. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Dinas PUPESDM DIY untuk peningkatan jalan dan irigasi.[65] Menurut Nur Subiyantoro, pemangkasan subsidi tersebut tidak bersifat mutlak. Menurutnya, masih ada ruang untuk penambahan melalui mekanisme perubahan anggaran jika ke depan dirasa sangat diperlukan. Mengapa ia memangkaskan anggaran adalah kebutuhan infrastruktur DIY tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan transportasi publik. Sektor lain yang juga mendesak adalah pembangunan jalan serta jaringan irigasi. Karena itu, sebagian alokasi subsidi Trans Jogja dialihkan untuk belanja jaringan irigasi dan penyusunan detail engineering design (DED) peningkatan ruas jalan kabupaten melalui DPUPESDM DIY.[66] Meski ada pengurangan subsidi, Komisi C DPRD DIY memastikan wacana pengembangan trayek Trans Jogja menuju Gunungkidul tetap berjalan. Rencana tersebut telah disampaikan kepada Dinas Perhubungan DIY, namun masih memerlukan sejumlah tahapan sebelum bisa direalisasikan. Dinas Perhubungan DIY menegaskan bahwa trayek ke Gunungkidul belum masuk dalam perencanaan resmi. Namun, meski ada keterbatasan anggaran, Dishub berupaya menjaga kualitas layanan yang sudah ada. Pengurangan subsidi dianggap sebagai tantangan untuk tetap memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa menaikkan tarif penumpang. Sebagai langkah penyesuaian, Dishub akan mendorong efisiensi rute perjalanan dan penataan operasional agar waktu tempuh serta biaya dapat ditekan. Upaya ini diharapkan dapat menjaga stabilitas layanan Trans Jogja di tengah pengurangan subsidi.[66] Dinas Perhubungan (Dishub) DIY saat ini hanya mengalokasikan sekitar Rp 100 juta per tahun untuk pemeliharaan 125 halte permanen Trans Jogja. Padahal, menurut Kepala Bidang Pengembangan Prasarana Transportasi Dishub DIY, Didit Suranto, idealnya anggaran tersebut sekitar Rp 500 juta, tergantung kondisi halte. Anggaran Rp 100 juta ini belum mencakup pemeliharaan 139 halte portable dan 120 rambu bus stop yang juga memerlukan perhatian rutin.[62] Karena anggaran terbatas, Dishub DIY menerapkan skala prioritas: perbaikan hanya difokuskan pada kerusakan yang sifatnya mendesak. Misalnya, kerusakan pintu halte atau bagian struktur baja yang keropos akan segera ditangani sendiri oleh tim internal. Upaya ini bertujuan agar fasilitas tetap aman dan fungsional meski tidak semua kerusakan dapat diperbaiki sekaligus.[62] Armada![]() Sebagian besar armada Trans Jogja saat ini telah berusia cukup tua, termasuk model seperti Hino FB 130 dengan karoseri Restu Ibu Pusaka Neptune dan Grand Venus, serta Isuzu ELF NQR 71 dengan karoseri Laksana All New Nucleus. Kondisi armada ini mempengaruhi kenyamanan perjalanan, dengan sejumlah kendala yang dilaporkan oleh penumpang, seperti kebocoran saat hujan, kursi yang rusak, pencahayaan yang kurang optimal, sistem AC yang tidak berfungsi dengan baik, hingga insiden mogok di tengah perjalanan. [67] Permasalahan ini terutama dirasakan pada jalur eks Teman Bus, seperti K1J (12), K2J (2A), dan K3J (1A). Meskipun jalur 1A saat ini dioperasikan menggunakan armada bekas jalur 3A, yakni bus Hino GB 150 berkaroseri Tri Sakti Infinity, yang telah dialokasikan ke jalur tersebut, jalur 2A dan 12 masih menggunakan armada lama. Perubahan ini sering dibandingkan penggunanya dengan armada Teman Bus sebelumnya, dengan penumpang menyampaikan keluhan terkait penurunan kualitas layanan setelah pengalihan armada ke PT Jogja Tugu Trans. [67] Jam OperasionalJam operasional Trans Jogja dikikis satu jam semenjak 1 Januari 2025. Perubahan jam operasional ini memberatkan bagi penumpang yang mengandalkan Trans Jogja Istimewa sebagai "Penjelajah Andalan" dalam kesehariannya. [67] Tidak seperti Teman Bus DIY yang tetap beroperasi sampai halte terakhir meski melewati batas jam operasional, Trans Jogja justru menurunkan penumpang di halte terdekat apabila waktu operasional telah habis. Sistem ini dianggap tidak efisien dan kurang mengakomodasi kebutuhan penumpang di luar jam normal. HalteHalte Trans Jogja menghadapi berbagai permasalahan, di antaranya adalah vandalisme,[68][62] kurangnya kebersihan akibat layanan pengelolaan sampah yang belum optimal, sulitnya menemukan lokasi halte tertentu, serta adanya halte yang tidak memiliki atap maupun fasilitas tempat duduk untuk menunggu. Selain itu, banyak halte yang mengalami kerusakan, sehingga mengurangi kenyamanan dan keamanan bagi pengguna. Kerusakan ini mencakup berbagai aspek, seperti lampu yang tidak berfungsi, struktur halte yang rapuh, baut halte lepas, talang air tersumbat dedaunan yang dapat menghasilkan korsleting, serta kurangnya perawatan yang menyebabkan halte menjadi kurang layak digunakan.[62][69] Beberapa halte juga mendapat keluhan dari pengguna karena kapasitasnya yang terbatas dan sering kali terlalu padat, salah satunya adalah Halte Ngabean. Kepadatan ini dapat mengurangi kenyamanan serta efisiensi layanan bagi penumpang, terutama pada jam sibuk. Meskipun halte ini telah dibagi menjadi tiga bagian, kapasitasnya masih belum mencukupi untuk menampung calon penumpang. [69] InsidenKecelakaan di Jalan Laksda AdisutjiptoPada 15 Juni 2016, sebuah bus Trans Jogja dengan nomor polisi AB 7732 AK terlibat kecelakaan dengan sepeda motor di Jalan Laksda Adisucipto Km 6, Depok, Sleman.[11] Kecelakaan di Jalan Raya KledokanPada 14 Maret 2018, seorang pengendara sepeda motor bertabrakan dengan bus Trans Jogja di Jalan Raya Kledokan, Caturtunggal, Depok, Sleman. Akibat insiden tersebut, pengendara mengalami luka serius di bagian kepala.[11] Kecelakaan di Jalan Ki PenjawiPada 6 Mei 2019, seorang pengendara sepeda motor tewas setelah menabrak bus Trans Jogja dengan kecepatan tinggi di Jalan Ki Penjawi, Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta.[11] Kecelakaan di Jalan Ring Road UtaraPada 27 November 2019, seorang pengendara sepeda motor berinisial AP (18) tewas setelah ditabrak bus Trans Jogja di Jalan Padjajaran (Ring Road Utara). Dalam insiden tersebut, bus Trans Jogja diketahui menerobos lampu lalu lintas sebelum menabrak sepeda motor yang dikendarai oleh AP, seorang pelajar asal Wonogiri, Jawa Tengah.[11] StatistikSeiring dengan beroperasinya Trans Jogja tahun 2008, jumlah penumpang naik per tahunnya dengan puncak tertinggi di tahun 2024. Pada April 2020, Trans Jogja memiliki jumlah penumpang harian sebesar 1.402, turun dari jumlah normal sebesar 20.000-22.000 karena adanya pandemi COVID-19.
Galeri
Lihat pula
Referensi
Pranala luar |