Pada November 2024, Donald Trump mengungkapkan keinginannya untuk mengangkat Rubio sebagai Sekretaris Luar Negeri Amerika Serikat pada masa jabatan keduanya. Secara aklamasi, Senat Amerika Serikat menyetujui pelantikan Rubio dan resmi menjabat pada 21 Januari 2025. Ia merupakan orang Hispanik pertama yang memangku jabatan tersebut, membuatnya menjadi orang Hispanik yang memiliki jabatan tertinggi sepanjang sejarah Amerika Serikat. Ia juga merupakan warga Florida pertama yang memegang jabatan tersebut.
Kehidupan awal dan pendidikan
Marco Antonio Rubio lahir di Miami, Florida,[1] putra kedua dan anak ketiga dari Mario Rubio Reina[2] dan Oriales (nee Garcia) Rubio.[3] Kedua orang tuanya berasal dari Kuba yang berimigrasi ke Amerika Serikat pada 1956 saat rezim Fulgencio Batista, dua setengah tahun sebelum Fidel Castro melancarkan Revolusi Kuba.[4] Ibunya melakukan perjalanan ke Kuba empat kali selama pemerintahan Fidel Castro, paling lama satu bulan pada tahun 1961.[5] Kedua orang tuanya belum mendapatkan status warga negara AS saat Marco lahir,[6][7] namun mereka mengajukan kewarganegaraan AS dan dinaturalisasi pada tahun 1975.[8] Beberapa kerabat Marco Rubio datang ke Amerika sebagai pengungsi.[9]
Kakek dari pihak ibunya, Pedro Victor Garcia, berimigrasi ke Amerika secara legal pada tahun 1956, namun kembali ke Kuba untuk mencari pekerjaan pada 1959.[10] Saat kakeknya lari dari rezim komunis Kuba dan kembali ke Amerika Serikat pada tahun 1962 tanpa visa,[9] ia ditangkap sebagai seorang imigran tanpa dokumen dan pengadilan setempat menvonis kakeknya untuk dideportasi.[10][11] Namun, otoritas imigrasi memutuskan untuk tidak menjalankan perintah pengadilan dan Garcia diberikan pembebasan bersyarat yang memungkinkannya menetap di Amerika Serikat.[9][12][13] Pada tahun 1966, Garcia kemudian mengajukan kembali status warga tetap setelah Undang-Undang Penyesuaian Kuba, pada saat itu pengajuannya dikabulkan.[14] Marco Rubio memiliki hubungan yang hangat dengan kakeknya pada masa kecilnya.[14]
Pada tahun 2011, The Washington Post menyangkal pernyataan Rubio bahwa keluarganya mengungsi ke Amerika Serikat karena Fidel Castro pada tahun 1959 sebagai pernyataan bohong.[4] Keluarganya sebenarnya meninggalkan Kuba pada masa rezim Fulgencio Batista pada 1956.[4] Menurut Washington Post, "[di] Florida, terhubung dengan komunitas pengasingan pasca-revolusi memberikan cap politikus yang tidak akan pernah bisa dicapai oleh seseorang yang diidentifikasi dengan eksodus pra-Castro, sebuah kelompok yang terkadang dipandang dengan kecurigaan."[4] Rubio menyatakan bahwa ia tidak berbohong mengenai sejarah keluarganya, menyatakan bahwa pernyataan publiknya mengenai keluarganya didasari oleh "pengetahuan keluarga".[4] Rubio menyatakan bahwa keluarganya sempat berpikir untuk kembali ke Kuba pada tahun 1960an.[4] Ia juga menambah bahwa ibunya sempat membawa dua kakaknya kembali ke Kuba pada 1961 dengan tujuan untuk menetap disana sementara sang ayah akan kemudian ikut setelah menyelesaikan "urusan keluarga", namun pengalihan arah politik menuju ke komunisme membuat keluarganya memikir ulang keputusan tersebut.[4] Rubio menyatakan bahwa "inti sari kisah keluarga saya adalah pertama-tama kenapa mereka memutuskan untuk menetap di Amerika dan kenapa mereka harus menetap".[15]
Rubio bersekolah di South Miami Senior High School, lulus pada tahun 1989. Dia bersekolah di Tarkio College di Missouri selama satu tahun dengan beasiswa sepak bola sebelum mendaftar di Santa Fe Community College (kemudian Santa Fe College) di Gainesville, Florida. Beliau memperoleh gelar Bachelor of Arts di bidang ilmu politik dari University of Florida pada tahun 1993 dan gelar Juris Doctor, cum laude, dari University of Miami School of Law pada tahun 1996.[16][17] Rubio mengatakan bahwa dia mengeluarkan $100,000 dalam bentuk pinjaman mahasiswa. Dia melunasi pinjaman tersebut pada tahun 2012.[18]
Foto resmi Marco Rubio pada Kongres Amerika Serikat ke-112Rubio dengan Presiden Israel Shimon Peres pada kunjungan kerja ke Israel pada Februari 2013Rubio mengunjungi perbatasan AS-Meksiko pada November 2011
Selama empat tahun pertama Rubio di Senat AS, Partai Republik merupakan minoritas. Setelah pemilu sela tahun 2014, Partai Republik memperoleh kendali mayoritas di Senat, memberikan Rubio dan Partai Republik pengaruh federal yang besar selama dua tahun terakhir masa kepresidenan Barack Obama, serta selama empat tahun masa kepresidenan Donald Trump. Setelah pemilu tahun 2020, Partai Demokrat mendapatkan kembali kendali mayoritas di Senat, dan Rubio kembali mendapatkan status minoritas di Senat.
Kongres ke-112 (2011–2013)
Tidak lama setelah menjadi Senator pada 2011, Rubio menyatakan bahwa ia tidak tertarik untuk menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden pada pemilu 2012.[26] Pada Maret 2012 saat ia menyatakan dukungannya kepada Mitt Romney, Rubio menyatakan bahwa ia tidak berharap untuk maju atau dipilih menjadi calon wakil presiden,[27] namun ia diuji oleh kampanye Romney untuk melihat potensinya sebagai wakil presiden.[28] Mantan ajudan Romney, Beth Myers, mengatakan bahwa proses pemeriksaan tidak menghasilkan apa pun yang mendiskualifikasi Rubio.[29] Walaupun lolos seleksi, Rubio tidak dipilih menjadi wakil presiden, Romney memilih Paul Ryan sebagai wakilnya.
Setelah dilantik, ia menunjuk Cesar Conda sebagai kepala stafnya.[30][31][32] Conda yang sebelumnya bekerja sebagai penasehat Wakil Presiden AS Dick Cheney dan juga merupakan mantan ajudan utama untuk Senator Spencer Abraham (R-MI) dan Robert Kasten (R-WI) kemudian digantikan oleh wakilnya, Alberto Martinez.[33] Namun Conda masih bertugas dengan Rubio sebagai penasihat.
Pada tahun pertamanya, Rubio mendukung embargo Amerika Serikat terhadap Kuba dan mendorong Departemen Luar Negeri untuk menarik pencalonan duta besar Jonathan D. Farrar, yang merupakan Kepala Misi Bagian Kepentingan Amerika Serikat di Havana dari tahun 2008 hingga 2011. Rubio merasa Farrar tidak cukup tegas untuk melawan rezim Castro.[34] Rubio juga diundang ke Perpustakaan Kepresidenan Ronald Reagan dimana ia memberikan pidato yang memuji penamaan tersebut, dan juga menyelamatkan Nancy Reagan yang hampir terpleset.[35][36]
Kongres ke-116 (2019–2021)
Rubio bertemu dengan pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaidó pada Februari 2020
Setelah Joe Biden mengalahkan Trump pada pemilihan umum Presiden Amerika Serikat 2020, Trump mulai membuat retorika yang menyatakan bahwa pemilihn umum yang diselenggarakan adalah tidak sah dan ia telah "dicuri" dari masa jabatan keduanya. Rubio membela aksi Trump menyatakan Trump memiliki hak untuk menduga adanya kecurangan dalam pemilihan umum tersebut, mengatakan segala "ketidakberesan" dan "klaim pelanggaran undang-undang pemilu" tidak dapat dianggap salah sampai pengadilan memutuskan hal tersebut. Rubio kemudian mengubah retorikanya dengan mengatakan bahwa kekhawatiran pemilih Partai Republik atas "potensi penyimpangan" dalam pemilu menuntut ganti rugi. Pada 23 November 2020, Rubio menyebut Biden sebagai presiden terpilih.[39]
Kongres ke-117 (2021–2023)
Rubio mendeskripsikan Penyerbuan Gedung Kapitol 2021 sebagai tindakan tidak patriotis dan "anarkis anti-Amerika gaya dunia ke-3".[40] Mengenai para perusuh, Rubio mengatakan beberapa di antara mereka adalah penganut "teori konspirasi dan yang lainnya terjebak pada momen tersebut. Hasilnya adalah aib nasional." Setelah Kongres kembali menjalankan sesi, Marco Rubio memutuskan untuk mensertifikasi hasil Pemilihan umum Presiden Amerika Serikat 2020.[41] Namun saat Trump kembali dimakzulkan, Rubio memilih untuk memaafkan Trump atas perannya dalam memicu penyerbuan tersebut.[42] Pada 28 Mei 2021, Rubio memilih menentang pembentukan komisi 6 Januari.[43]
Rubio mengecam invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 dan ikut mensponsori rancangan undang-undang yang akan menargetkan kelompok separatis pro-Rusia yang konfliknya dengan pemerintah Ukraina digunakan oleh Vladimir Putin untuk membenarkan invasi tersebut.[44]
Pada April 2014, Marco Rubio menyatakan bahwa jika ia maju sebagai calon presiden pada 2016, maka ia tidak akan mencalonkan ulang untuk mempertahankan kursi Senatnya karena undang-undang Florida tidak memperbolehkan nama seseorang untuk muncul dua kali dalam surat suara, namun saat ia menyatakan pernyataan itu ia masih belum menentukan arah politiknya.[45] Dia kemudian mengindikasikan bahwa bahkan jika ia kalah dalam nominasi calon presiden untuk Partai Republik, ia pun tidak mau maju kembali sebagai Senator.[46] Rumor percalonannya menguat setelah kepala stafnya, Cesar Conda, mengundurkan diri dari staf Rubio untuk memimpin PAC Reclaim America besutan Marco sebagai penasehat senior.[47][48] Kelompok pro-Rubio juga mulai menggalang dana sebesar $530,000 pada 3 bulan pertama 2014, kebanyakan untuk membayar jasa konsultasi dan analisa data, diamati sebagai langkah mempersiapkan kampanye kepresidenan.[49]
Pada 13 April 2015, Marco Rubio meluncurkan kampanye kepresidenannya untuk 2016.[50] Analis menyebut bahwa Rubio adalah calon yang tangguh pada 2016 dan bisa menarik dukungan dari banyak pendukung akar rumput Partai Republik karena tampak mudanya dan keterampilannya dalam berpidato.[51][52] Rubio mengajukan pencalonannya sebagai upaya untuk memulihkan Impian Amerika bagi keluarga kelas menengah dan pekerja, yang mungkin menganggap latar belakangnya sebagai kelas pekerja Kuba-Amerika yang menarik.[53]
Pemilihan umum Partai Republik
Pemilihan umum untuk calon presiden dimulai di Kaukus Iowa yang dilaksanakan di Iowa, dimana pada 1 Februari 2016 Rubio menempati juara ketiga dibawah Ted Cruz dan Donald Trump.[54] Pada ronde berikutnya di New Hampshire dalam sebuah perdebatan di televisi pada 6 Februari 2016, Chris Christie mengkritik Marco Rubio mengenai gaya bicaranya dengan Christie menyebut ucapan Rubio sebagai "tertulis". Ini menyebabkan Marco Rubio turun ke posisi kelima. Rubio mengakui bahwa performanya yang buruk di perdebatan menyebabkannya kalah di New Hampshire,[55] namun ia tidak menyerah. Pada ronde berikutnya di Carolina Selatan pada 20 Februari, Rubio menempati posisi kedua dibelakang Donald Trump, namun karena sistem pemilihan konvensi Carolina Selatan mengadopsi 'pemungutan suara kemajemukan, Rubio tidak diberikan suara dan semua suara Carolina Selatan diberikan kepada Donald Trump.[56][57]Jeb Bush mengundurkan diri dari pemilihan umum tersebut, menyebabkan dukungan ke Rubio mengalir secara pesat. Pada 23 Februari di Nevada, Rubio kembali menempati posisi kedua, sekali lagi kalah melawan Donald Trump.[58] Trump mengejek Rubio sebagai seorang "robot" karena Rubio kerap menyatakan hal yang sama berulang kali; Rubio kemudian dibuntuti oleh beberapa tukang cela (diduga pendukung Trump) yang memakai busana robot.[59]
Setelah mengundurkan diri, pada 12 April 2016 Rubio menghadiri sebuah acara wawancara dengan Mark Levin. Pada wawancara tersebut, Rubio menyatakan harapannya bahwa Partai Republik mencalonkan seorang konservatif sebagai calon presiden, tidak langsung mengisyaratkan Ted Cruz.[60] Walaupun diinterpretasikan sebagai bentuk dukungan terhadap Cruz, Rubio berklarifikasi bahwa ia hanya memberikan jawaban.[61] Rubio tidak menyatakan dukungan kepada Cruz karena dukungannya tidak bisa membantunya dan ia ingin biarkan siklus pemilu berjalan.[62] Pada 22 April 2016, Rubio menyatakan tidak tertarik untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat untuk setiap calon yang masih bertahan.[63]
Pada 18 Mei, setelah Trump menyatakan ketersediaannya untuk bertemu Kim Jong-un, Rubio menanggapi secara negatif bahwa Kim adalah "seseorang yang tidak stabil" dan Trump terbuka dengan pertemuan tersebut hanya karena ia tidak memiliki pengalaman dengan pemimpin Korea Utara tersebut.[64] Pada 26 Mei, Rubio menyatakan ia bersedia mendukung Trump karena ia merasa Donald Trump lebih baik dibandingkan Hillary Clinton dan ia merasa Trump bisa menghapus Patient Protection and Affordable Care Act dan menunjuk seorang Hakim Agung Amerika Serikat yang konservatif untuk menggantikan Antonin Scalia.[65] Rubio juga memberi konfirmasi bahwa ia akan menghadiri Konvensi Partai Republik 2016 di Cleveland, Ohio dimana ia diprediksi akan memberikan suaranya kepada Trump.[66]
Menteri Luar Negeri (2025-sekarang)
Nominasi dan konfirmasi
Wakil Presiden JD Vance mengambil sumpah jabatan Marco Rubio pada 21 Januari 2025.
Pada bulan November 2024, dilaporkan bahwa Trump telah memilih Rubio sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada pemerintahan keduanya;[67] Trump mengonfirmasi ini pada 13 November 2924.[68] Tidak seperti calon menteri lainnya yang diajukan Trump, pencalonan Marco Rubio tidak menuai kontroversi keras dan Partai Republik beserta Partai Demokrat memuji Marco Rubio.[69] Rubio menghadiri sidang Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat pada 15 Januari 2025. Dalam sidang tersebut, Rubio menyatakan bahwa Tiongkok adalah "musuh yang paling kuat dan berbahaya yang pernah dihadapi bangsa ini" dan Partai Komunis Tiongkok "berbohong, menipu, meretas dan mencuri untuk mencapai status adikuasa dengan menjadikan kita sebagai tumbal".[70]
Trump secara resmi mengusung Rubio beserta jajaran menteri lainnya pada 20 Januari 2025 sebagai perintah pertamanya sebagai presiden. Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat secara aklamasi menerima pencalonannya dan Senat secara aklamasi menerima pengangkatan Rubio dengan 99-0 suara.[71][72]
Rubio kemudian mengambil sumpahnya oleh Wakil Presiden JD Vance pada 21 Januari 2025 sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ke-72. Ia adalah orang Hispanik dan warga Florida pertama yang memangku jabatan tersebut.[73] Pada hari pertamanya sebagai menteri, Rubio bertemu dengan para menteri luar negeri dari negara-negara anggota Dialog KeamananKuadilateral (QUAD) untuk "memperkuat peluang ekonomi dan perdamaian serta keamanan di kawasan Indo-Pasifik" dan untuk menangkal pengaruh Tiongkok.[74][75] Untuk menggantikan Marco Rubio di Senat AS, Gubernur Florida Ron DeSantis mengangkat Jaksa Agung Florida Ashley Moody untuk menyelesaikan masa jabatan Rubio.[76] Selain mengembani tugasnya sebagai Menteri Luar Negeri, ia juga menjadi Penasihat Keamanan Nasional AS, kepala Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat, dan Asiparis Amerika Serikat, menyebabkan The New York Times memberi julukannya sebagai "Menteri Segala Urusan" (Bahasa Inggris: Secretary of Everything)
Setelah Michael Waltz dinonaktifkan sebagai Penasihat Keamanan Nasional AS, Trump mengangkat Rubio menjadi pengganti Waltz sembari tetap menjabat sebagai Sekretaris Luar Negeri.[77][78] Dengan ini, Rubio menjadi orang pertama yang memegang dua jabatan tersebut dalam 50 tahun terakhir sejak Henry Alfred Kissinger pada 1975.[79]
Jenis kelamin di paspor
Pada 22 Januari, sesuai dengan Perintah Eksekutif 14168 yang mengakhiri identifikasi gender dalam paspor Amerika Serikat, Rubio menginstruksikan staf departemen untuk membekukan semua permohonan paspor yang meminta penanda jenis kelamin "X".[80] Sebagai bagian dari langkah ini, beberapa pelamar transgender memiliki dokumen yang disimpan oleh departemen tersebut sementara lamaran mereka masih dalam ketidakpastian. Tindakan ini menciptakan kebingungan yang luas di kalangan pemohon dan mereka yang telah memperoleh paspor dengan penanda jenis kelamin "X".[81]
Pembekuan bantuan luar negeri selama 90 hari
Sesuai dengan Perintah Eksekutif 14169 pada 25 Januari 2025, Rubio menyatakan bahwa segala aktivitas bantuan luar negeri akan dibekukan untuk 90 hari dengan beberapa pengecualian, efektif 28 Januari.[82][83][84] Ini secara efektif membekukan banyak program kemanusiaan, pembangunan, dan keamanan Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat di seluruh dunia.[85] Rubio mendukung USAID ketika ia masih menjadi Senator.[86] Pada konferensi pers tanggal 6 Februari di Republik Dominika, Rubio mengatakan, "Jika hal tersebut menyediakan makanan atau obat-obatan atau apa pun yang menyelamatkan nyawa dan bersifat segera dan mendesak, Anda tidak termasuk dalam pembekuan. Saya tidak tahu seberapa jelas hal tersebut." Namun pada tanggal 8 Februari, CNN melaporkan bahwa banyak keringanan yang tidak ditindaklanjuti karena terlalu banyak staf yang diberhentikan dan karena sistem pembayaran telah diambil alih.[87]
Penjatuhan sanksi ke Makhamah Internasional
Pada Juni 2025, Rubio mengumumkan bahwa pemerintahan Trump akan mengenakan sanksi kepada empat hakim Mahkamah Pidana Internasional karena bekerja melawan kepentingan Amerika Serikat dan Israel.[88] Sanksi ini dikenakan karena pada tahun 2024, ICC mengeluarkan tuntutan pidana terhadap Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant.
Kunjungan pertama
Kunjungan kerja pertamanya sebagai Menteri Luar Negeri meliputi negara Amerika Latin seperti Panama, El Salvador, Guatemala, Kosta Rika dan Republik Dominika[89] dengan tujuan untuk menangkal gelombang imigrasi ilegal dan gagasan Trump untuk mengakuisisi kembali Terusan Panama.[90] Pada Januari 2025, Rubio menyatakan bahwa keinginan Trump untuk mengakuisisi Greenland dari Denmark bukanlah "lelucon", mengutarakan niat Presiden Trump untuk menguasai Greenland demi "kepentingan bangsa".[91] Rubio tidak mengesampingkan opsi militer bila diperlukan.[91]
Kesepakatan deportasi ke El Salvador
Rubio bertemu dengan Presiden El Salvador Nayib Bukele dan menyepakati perjanjian bahwa El Salvador akan mengambil imigran ilegal yang dideportasi karena melakukan kejahatan dan juga warga negara AS yang melakukan tindakan kriminal.[92][93] Rubio menyambut perjanjian tersebut sebagai cara untuk menampung kembali orang-orang yang dideportasi dan tahanan Amerika di "penjara besar" Salvador selama dua tahun.[94][95]
Sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Cyril Ramaphosa yang menyita tanah rakyat secara diskriminatif terutama terhadap kulit putih Afrika Selatan,[97] Marco Rubio menyerukan bahwa ia tidak akan menghadiri sebuah konferensi menteri luar negeri anggota G20.[98] Ia bahkan menyatakan bahwa gagasan G20 yang dibawakan Afrika Selatan sebagai promosi "DEI (keberagaman, kesetaraan dan keinklusivitas) dan perubahan iklim" dan menyatakan bahwa agenda yang dibawakan oleh G20 sebagai agenda "Anti-Amerika".[98]
Pada 14 Maret, Rubio mengusir Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat Ebrahim Rasool dan memanggilnya sebagai "politikus penghasut yang membenci Amerika".[99]
Gaza
Rubio juga menyatakan mendukung usulan Donald Trump terhadap pendudukan Jalur Gaza oleh Amerika Serikat[100][101] dan membangun Gaza kembali sebagai "Riviera Timur Tengah". Di X (sebelumnya Twitter), Rubio mencuitkan bahwa Amerika Serikat "siap untuk memimpin dan membuat Gaza Kembali Cantik", dan berhasrat untuk mencari solusi yang bisa menghasilkan perdamaian jangka panjang kepada semua pihak.[102]
Pada 30 Agustus 2025, di tengah kesempatan beberapa sekutu Amerika Serikat untuk mengakui kemerdekaan Palestina, Rubio membatalkan visa Presiden Mahmoud Abbas dan 80 penjabat Palestina lainnya, menyatakan atas alasan keamanan nasional dan menuduh Palestina telah menyingkar janji untuk berdamai dengan Israel.[103] Hal ini dikecam oleh Palestina dan Uni Eropa.[104]
Rusia-Ukraina
Pada 16 Februari 2025, Rubio menolak kekhawatiran dari pihak Ukraina dan Uni Eropa mengenai perundingan perdamaian terhadap Invasi Rusia ke Ukraina.[105] Rubio menyatakan "satu percakapan telepon tidak akan menyelesaikan perang sekompleks ini, tetapi saya bisa memberi tahu bahwa Donald Trump adalah pemimpin satu-satunya yang mungkin bisa memulai prosesnya".[106] Pada 18 Februari, Rubio bertemu dengan Menteri Luar Negeri RusiaSergey Lavrov di Riyadh, Arab Saudi untuk merunding kerangka perundingan perdamaian dalam pertempuran di Ukraina.[107] Dalam perundingan tersebut, Rubio ditemani oleh Penasihat Keamanan Nasional ASMichael Waltz dan Utusan Khusus Steve Witkoff.[108]
Rubio memenangkan kursi Senatornya karena dukungan dari Tea Party, namun dukungannya terhadap reformasi imigrasi pada 2013 menjatuhkan level dukungannya.[109][110] Pandangannya terhadap isu kebijakan luar negeri, pertahanan, dan keamanan nasional - seperti mempersenjatai milisi Suriah dan kebijakan untuk Badan Keamanan Nasional - cukup mengerahkan beberapa aktivis libertarian dari Tea Party.[111][112]
Rubio dengan lantang menentang aborsi.[113] Ia pernah menyatakan bahwa ia akan melarang aborsi bahkan jika bayi tersebut merupakan hasil pemerkosaan atau inses, namun ia membuat pengecualian jika kandungan bayi tersebut membahayakan nyawa ibu.[113][114][115]
Pada Maret 2016, Rubio menentang keputusan Presiden Barack Obama untuk menunjuk Merrick Garland sebagai Hakim Agung Amerika Serikat mengantikan Antonin Scalia yang baru meninggal, berkata "saya rasa kita perlu maju terus dengan calon hakim pada tahun terakhir masa jabatan presiden ini. Saya bahkan akan menyatakan ini jika presiden saya dari Partai Republik".[117] Namun pada September 2020, dengan tindakan standar ganda, Rubio memperbolehkan Trump untuk mencalonkan Amy Coney Barrett untuk mengisi posisi Hakim Agung Ruth Bader Ginsburg yang baru meninggal, memilih untuk mengonfirmasi Barrett pada 26 Oktober 2020, 86 hari sebelum Trump lengser.[118][119]
Pada bulan Juli 2018, Rubio menawarkan amendemen terhadap rancangan undang-undang pengeluaran kongres yang berpotensi memaksa perusahaan yang membeli real estat secara tunai untuk mengungkapkan pemiliknya sebagai "upaya untuk membasmi penjahat yang menggunakan dana terlarang dan perusahaan cangkang anonim untuk membeli rumah".[120]
Dia mengatakan bahwa undang-undang pengendalian senjata selalu gagal mencapai tujuannya.[121] Pada acara balai kota yang diselenggarakan oleh CNN setelah kejadian Penembakan Sekolah Tinggi Stoneman Douglas, Rubio membela aksinya untuk menerima donasi dari Asosiasi Senapan Nasional Amerika Serikat (NRA), menyatakan "pengaruh dari kelompok-kelompok ini bukanlah karena uang. Pengaruh tersebut berasal dari jutaan rakyat yang setuju dengan kebijakan ini, jutaan rakyat Amerika yang mendukung NRA".[122]
Rubio juga mendukung aksesi Puerto Riko sebagai negara bagian di Amerika Serikat, ia berharap "kolega saya di Senat untuk membuka pikiran dan belajar lebih banyak tentang kenegaraan sebelum mengambil posisi tegas untuk oposisi". Undang-Undang Status Puerto Riko masih berstatus pending di Senat dan walaupun Rubio mendukung, ia tidak menandatangani RUU tersebut. Rubio merasa RUU tersebut tidak bisa disahkan di Senat karena tidak cukup suara, namun ia menyatakan akan bekerja keras untuk mewujudkan hal itu.[123]
Rubio sangat hawkish terhadap Republik Rakyat Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok.[132] Ia digambarkan sebagai salah satu anggota Kongres Amerika Serikat yang paling hawkish terhadap Tiongkok.[133] Rubio menyatakan bahwa dunia akan menghadapi "era gelap penuh eksploitasi, penaklukkan dan totalitarianisme" jika Tiongkok tidak dikalahkan. Ia memercayai bahwa Amerika harus mendukung ideologi demokrasi, liberalisme dan otonomi penuh kepada rakyat Hong Kong.[134][135][136][137] Karena mendukung gerakan oposisi di Hong Kong, Tiongkok melarangnya masuk ke negaranya pada tahun 2020.[138] Rubio juga mendukung kemerdekaan Taiwan.[139] Ia juga mengecam Komite Olimpiade Internasional karena memberikan hak tuan rumah kepada Tiongkok untuk Olimpiade Musim Dingin 2022 karena ia merasa KOI mendukung rezim "genosidal dan jahat" dan berhasrat untuk menjegal Tiongkok dari upaya Tiongkok untuk menyelenggarakan Olimpiade lagi.[140] Pada 2022, ia mengajukan Undang Undang Larangan Visa untuk Partai Komunis Tiongkok, yang jika disahkan akan secara efektif melarang seluruh kader Partai Komunis Tiongkok untuk melakukan kunjungan kerja menuju Amerika Serikat.
Rubio juga mengecam pemerintah Myanmar atas genosida Suku Rohingya dan menyerukan tindakan keras untuk merespon krisis tersebut.[141] Ia juga mengecam pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan atas tindakan keras terhadap perbedaan pendapat setelah kudeta yang gagal pada tahun 2016.[142] Ia juga menjadi kritikus keras bagi pemerintahan Nicolás Maduro di Venezuela.
Rubio adalah pendukung setia Zionisme. Dia adalah salah satu sponsor resolusi Senat yang menyatakan keberatan terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334, yang mengutuk pembangunan pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina sebagai pelanggaran hukum internasional.[143] Rubio mengutuk Serangan 7 Oktober Hamas ke Israel dan menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri.[144] Ia menyerukan penghancuran Hamas di Jalur Gaza.[145] Ketika ditanya bagaimana cara untuk membasmi Hamas tanpa membunuh rakyat Palestina yang tidak berdosa, Marco Rubio justru menyatakan bahwa Israel dan Hamas tidak bisa hidup berdampingan dan Hamas harus dihancurkan.[146] Pada 2023, ia menyatakan bahwa jatuhnya korban sipil di Jalur Gaza bukanlah salah Pasukan Pertahanan Israel, melainkan 100% kesalahan Hamas.[147]
Pada Februari 2022, Rubio mengutuk Invasi Rusia ke Ukraina.[148] Namun pada November 2024, Rubio menyarankan agar Ukraina harus melakukan negosiasi perdamaian dengan Rusia, menyatakan walaupun rakyat Ukraina melawan "dengan kuat dan berani", perang sudah mencapai "jalan buntu" dan "harus diselesaikan" untuk menghindari jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak.[149]
Kehidupan pribadi
Rubio (kiri) dengan istrinya Jeanette setelah Rubio mengambil sumpah sebagai Senator di hadapan Joe Biden yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden pada 2011
^Graham-Harrison, Emma (February 5, 2025). "UN chief warns against 'ethnic cleansing' after Trump's Gaza proposal". The Guardian. Diakses tanggal February 7, 2025. It is premised on emptying Gaza of its residents, effectively a call for ethnic cleansing, and follows decades of debates in the Israeli right over whether Palestinians can be forced from the territory or encouraged to leave with economic incentives.
^Sulasma, Olli-Pekka; Taussi, Sari; Rissanen, Juha; Huttunen, Akseli; Blomqvist, Tatu; Koskinen, Päivi (February 5, 2025). "Gazasta "Riviera"? Viisi asiaa Trumpin visiosta" [A "Riviera" out of Gaza? Five Things About Trump's Vision]. Yle Uutiset (dalam bahasa Finnish). Diakses tanggal February 7, 2025. Väestön pakkosiirto Gazasta olisi vastoin kansainvälisiä lakeja. Se olisi etninen puhdistus. Konflikteissa siviiliväestöä ei saa karkottaa tai pakkosiirtää miehitetyltä alueelta ellei heidän oma turvallisuutensa sitä vaadi. [Forcible displacement of the population from Gaza would be against international law. It would be an ethnic cleansing. Civilian population in conflicts may not be expelled or forcibly displaced from occupied areas unless their own safety demands it.] Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Washington Newsroom (June 30, 2015). Gregorio, David; Lewis, Matthew (ed.). "Factbox: Republican 2016 presidential field swells to 14 with Christie". Reuters. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal April 1, 2016. Diakses tanggal January 9, 2017. "He was swept into the Senate in the Tea Party wave of 2010 but has fought to strengthen ties with conservatives after he helped lead a failed push for comprehensive immigration reform in 2013."
^Przybyla, Heidi (June 22, 2015). "Budget Brawl Gives Ted Cruz, Rand Paul a Chance to Break Out". Bloomberg News. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal April 5, 2016. Diakses tanggal March 8, 2017. "The budget and spending fight highlights widening divisions in the Republican Party between conservatives like Florida's Marco Rubio, concerned about shoring up the military, and Tea Party-aligned Republicans, like Cruz and Paul, more committed to limiting the size of government."
^pr51st (2024-09-23). "Senator Rubio Speaks up for Statehood". Puerto Rico 51st (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2025-02-19. Pemeliharaan CS1: Nama numerik: authors list (link)