Izzuddin bin Abdussalam
Izzuddin bin Abdussalam (bahasa Arab: عز الدين بن عبد السلام; Damaskus, 577 H – Kairo, 660 H) adalah seorang ulama dan hakim bidang fikih, tafsir dan hadis pada abad ke-7 H. Ia menempuh pendidikan agama Islam di Damaskus dan menjadi salah seorang pengkhutbah di Masjid Umayyah Damaskus. Setelah dipenjara oleh penguasa Damaskus akibat menentang kebijakan penyerahan dua wilayah Damaskus kepada Tentara Salib, Izzuddin bin Abdussalam dipenjarakan. Izzuddin bin Abdussalam kemudian pindah ke Mesir setelah dibebaskan dan menjadi hakim di Kairo. Semasa hidupnya, Izzuddin bin Abdussalam banyak menulis karya tulis dalam bidang fikih yang berlandaskan Mazhab Syafi'i. NasabIzzuddin bin Abdussalam dilahirkan pada tahun 577 H (1181 M) di Damaskus. Nasabnya adalah Abu Muhammad Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam bin Abu Al-Qasim As-Sulmi.[1] Izzuddin bin Abdussalam berbeda orangnya dengan Izzuddin Abdussalam yang biasa disebut Ibnu Ghanim Al-Maqdisi. Kedua tokoh ini memiliki kemiripan pada nama, julukan, masa dan tempat, sehingga sering terjadi kerancuan penyematan nama di antara keduanya. Salah satu kesalahan ini dilakukan oleh Carl Brockelmann.[2] PendidikanIzzuddin bin Abdussalam belajar dengan para ulama setempat ketika tinggal di Damaskus. Ia mempelajari dan menguasai ilmu tafsir, hadis, fikih. Ia juga menguasai tentang perbedaan pendapat dan perdebatan di kalangan para ulama.[1] PekerjaanIzzuddin bin Abdussalam mengadakan dakwah di Masjid Umayyah Damaskus. Selain itu, ia mengajar di Pojok Al-Ghazali.[3] Ketika Kota Asy-Syafiq dan Shafad diserahkan oleh As-Shalih Ismail bin Al-Adil selaku penguasa di Damaskus kepada pasukan salib dari Eropa, Izzuddin bin Abdussalam menolak kebijakan ini, Ia kemudian berhenti mendoakan As-Shalih Ismail bin Al-Adil saat berkhotbah di Masjid Umayyah Damaskus. Karena tindakan ini, As-Shalih Ismail bin Al-Adil memenjarakan Izzuddin bin Abdussalam.[4] Setelah bebas dari penjara, Izzuddin bin Abdussalam pergi ke Mesir.[4] Di Mesir, Izzuddin bin Abdussalam bekerja sebagai pengajar, penasihat dan hakim. Ia juga menjadi pengkhotbah di Masjid Amru bin Ash untuk memberikan semangat dan ikut serta dalam jihad melawan Kekaisaran Mongol dan Negara-negara Tentara Salib.[5] Pemikiran pentingBidang ilmu yang sangat dikuasai oleh Izzuddin bin Abdussalam ialah bahasa Arab, fikih dan ushul fikih.[6] Izzuddin bin Abdussalam sebagai pakar hukum menjadi salah satu pengembang kajian ilmu tentang maksud dan tujuan syariat Islam. Kajian-kajian ini dibahas melalui karya-karya yang ditulisnya.[7] Izzuddin bin Abdussalam berpendapat bahwa mendatangkan kemaslahatan merupakan kaidah paling pokok dan merupakan inti dari hukum fikih. Mendatangkan kemaslahatan menjadi dasar dan perwakilan bagi lima kaidah pokok dalam ilmu fikih dan bagi cabang keilmuannya. Pemikiran Izzuddin bin Abdussalam ini hanya berlaku secara teoretis tetapi memiliki kekurangan dalam penerapan praktis. Penyimpulan hukum fikih, pembuatan produk hukum fikih tetap memerlukan kaidah fikih yang lainnya serta keterangann dari Al-Qur'an dan hadis.[8] Karya tulisDua di antara karya tulis yang dibuat oleh Izzuddin bin Abdussalam berjudul Fatawi Izzuddin dan Qawaid al-Ahkam.[9] Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih al-Anam merupakan salah satu literatur kaidah fikih yang dikembangkan dengan landasan Mazhab Syafi'i.[10] KematianIzzuddin bin Abdussalam meninggal pada tahun 660 H (1262 M) di Kairo.[11] Pengiringan jenazah Izzuddin bin Abdussalam dihadiri oleh Al-Malik az-Zahir sebagai penguasa dan dihadiri pula oleh ribuan penduduk.[4] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|