Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman iniKlasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Artikel ini menggunakan peta yang dihasilkan dari OpenStreetMap dan juga jejaring peta (mapframe) yang dibuat oleh kontributor Wikipedia. Apabila Anda menemukan kesalahan informasi, galat, maupun kendala teknis lainnya dalam data peta, silahkan laporkan di sini. Apabila Anda tertarik dalam pengembangan proyek pemetaan bahasa, silakan bergabung ke ProyekWiki kami. Proyek ini sudah menghasilkan sebanyak 391 artikel bahasa dengan peta interaktif yang dapat diakses dan digunakan oleh para pembaca.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Osing (basa using; Hanacaraka: ꦨꦴꦰꦴꦈꦱꦶꦁ; Pegon: باسه اوسيڠ) adalah sebuah dialekbahasa Jawa modern yang dituturkan oleh suku Osing di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perbedaan yang paling terlihat antara bahasa Osing dengan dialek bahasa Jawa lainnya, dapat dilihat dari banyaknya pengaruh bahasa Bali dalam bahasa Osing, seperti kata osing yang berasal dari bahasa Bali tusing yang artinya 'tidak'. Bahasa Osing juga menggunakan diftongisasi khusus (perubahan vokal [i] menjadi [ai] dan vokal [u] menjadi [au]) yang tidak dapat ditemui di dialek bahasa Jawa lainnya. Penutur bahasa Osing terutama dapat ditemukan di Kabupaten Banyuwangi, namun terdapat juga di sebagian kecil Kabupaten Jember, seperti di Kecamatan Wuluhan dan Kecamatan Panti.[2]
Di Desa Serut, salah satu desa di Kecamatan Panti, sekitar 50 tahun yang lalu (pada tahun 1970-an) bahasa ini masih merupakan bahasa mayoritas di sana, hingga kemudian tergerus penggunaannya oleh bahasa Madura dan dialek bahasa Jawa lainnya.[1] Bahasa Osing juga pernah dituturkan hingga ke Situbondo dan Bondowoso, misalnya pada tahun 1930-an. Pada paruh awal abad ke-20, keberadaan dan persebaran penutur bahasa Osing lebih luas dari saat ini, meliputi Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi, dengan Banyuwangi menjadi daerah asal suku Osing dengan persentase terbesar.[butuh rujukan]
Walaupun diklasifikasikan sebagai dialek dari bahasa Jawa, orang Osing umumnya menolak jika bahasanya disebut sebagai bahasa Jawa atau dialek dari bahasa Jawa. Hal ini berbeda dengan orang Tengger yang menyebut bahasanya sebagai bahasa Jawa Tengger. Orang Osing menyebut bahasanya sebagai bahasa Osing dan menyebut orang dan dialek bahasa Jawa yang dipakai oleh orang Jawa yang berasal dari daerah sebelah barat pulau sebagai wong kulonan 'orang barat' atau wong Jåwå kulonan 'orang Jawa [bagian] barat' dengan båså kulonan 'bahasa barat' atau båså Jåwå kulonan 'bahasa Jawa [bagian] barat', sebagian lagi menyebut mereka dengan istilah wong kidulan 'orang selatan', karena di bagian selatan Banyuwangi mayoritas penduduknya merupakan keturunan orang Jawa Mataraman.
Bahasa Osing merupakan dialek konservatif bahasa Jawa yang masih menggunakan kata-kata kuno bersama dengan dialek Tegal, dialek Cirebon-Indramayu, dialek Banyumasan, dan dialek Tengger. Akan tetapi, bahasa Osing menggunakan vokal [o] bukan [a], seperti pada dialek lainnya. Hal ini diduga karena pengaruh serangan dari Mataram Islam terhadap Kerajaan Blambangan pada abad ke-17.[7] Akan tetapi, walaupun menggunakan vokal [o], dialek Osing tetap mempertahankan pengucapan huruf [k] di akhir suku kata secara jelas dan tegas.
Fonologi
Bahasa Osing mempunyai keunikan dalam sistem pelafalannya, antara lain:
Adanya diftong[ai] untuk vokal [i]: semua leksikon berakhiran ⟨i⟩ pada Bahasa Osing selalu terlafal sebagai/ai/. Seperti misalnya geni/gəni/ 'api' dilafalkan genai, bengibəŋːi 'malam' dilafalkan bengai, gedigi/gədigi/ 'begini' dilafalkan gedigai.
Adanya diftong [au] untuk vokal [u]: leksikon berakhiran ⟨u⟩ hampir selalu dilafalkan sebagai /a/. Seperti gedigu/gədigu/ 'begitu' dilafalkan gedigau, asu 'anjing' dilafalkan asau, dan awu 'itu' dilafalkan awau.
Pelafalan konsonan [k] akhiran untuk konsonan [ʔ] selalu dilafalkan sebagai /k̚/ (k nirlepas), antara lain apik/apiʔ/ 'bagus' dilafalkan /apik̚/, manuk/manuʔ/~manoʔ/ 'burung' dilafalkan /manuk̚/~/manok̚/, dan seterusnya.
Konsonan hentian glotis [ʔ] seperti secara ortografi dilambangkan dengan tanda petik tunggal seperti ⟨piro'⟩ 'berapa', ⟨kiwo'⟩ 'kiri', dan seterusnya.
Palatalisasi konsonan yang dilambangkan dengan imbuhan -y-. Dalam bahasa Osing, kerap muncul pada leksikon yang mengandung [ba], [ga], [da], dan [wa]. Contoh pada bahasa Osing Seperti kata barong/baroŋ/ 'barong' dilafalkan byarong/bʲaroŋ/, uwak (tante/om) dilafalkan uwyak'"/uwʲak̚/, embah/əmbah/ 'kakek'/'nenek' dilafalkan embyah/əmbʲah/, dan dhawuk/ɖawuʔ/~/ɖawoʔ/dauk dilafalkan dhyawuk/ɖʲawuk̚/~/ɖʲawok̚/. Adapun kata "Banyuwangi" /baɳːuwaŋːi/ pengucapannya gabungan antara diftong [ai] dan juga palatalisasi [j], sehingga pelafalannya ialah "Byanyuwangai" /bʲaɳːuwaŋːi/~/biaɳːuwaŋːi/.
Tata bahasa
Di kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang digunakan di situasi yang berbeda. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi pembeda hanyalah intonasi serta pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan lawan bicara, misalnya:
Siro wis madhyang? = kau sudah makan?
Riko wis madhyang? = kamu sudah makan?
Ndiko wis madhyang? = anda sudah makan?
Tingkatan pronomina
Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur)
Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel (umur)
Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita (umur)
Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua dan tokoh yang dihormati
Sedangkan Cara Besiki adalah bentuk yang dianggap sebagai bentuk wicara ideal awalnya hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus/sakral seperti ritual / upacara adat, akan tetapi saat ini juga mulai digunakan kepada orang yang lebih tua yang lebih mirip Krama Inggil, selain itu juga digunakan untuk acara pertemuan menjelang perkawinan.
Imbuhan ⟨-y-⟩
Beberapa dari kata dalam bahasa Osing masih memiliki imbuhan ⟨-y-⟩ (Templat:Ipa blink yang terletak di tengah-tengah kata, misalnya seperti "ngumbyah", "kidyang" yang berbeda dengan pelafalan dalam bahasa Jawa baku, yakni /ŋum.bah/ dan /ki.daŋ/.[8]
Selain itu, inventoris kata dalam bahasa Osing yang berbeda dari bahasa Jawa baku yang lain adalah sebagai berikut:[8]
osing/sing (Terjemahan: "Tidak"; Bahasa Jawa Baku: ora)
paran (Terjemahan: "apa"; Bahasa Jawa Baku: : åpå)
kadhung (Terjemahan: "Jikalau"; Bahasa Jawa Baku: :yèn,lèk,nèk)
Beberapa kosakata Bahasa Using merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Pertengahan dan Jawa Kuno, menurut penelitian oleh Prof. Dr. Suparman Heru Santosa[butuh rujukan]: Bahasa Using diduga memisahkan diri dari Bahasa Jawa Pertengahan akhir (menuju peralihan ke Jawa Modern) sejak akhir abad ke-15, dengan demikian disaat Kerajaan Blambangan berdiri pun Dialek Using sudah berkembang dan digunakan di Banyuwangi. [butuh rujukan] Sehingga ada beberapa kata pada Bahasa Using yang berasal dari Bahasa Jawa Kuno, Pertengahan maupun Modern, serta adanya pengaruh Bahasa Bali yang agak signifikan terlihat dalam bahasa ini, seperti kosakata sing (tidak) dan bojog (monyet).
Artikel ini kekurangan informasi dan perlu dikembangkan agar memenuhi standar Wikipedia. Tolong kembangkan artikel dengan melengkapi informasi yang relevan. Rincian lebih lanjut mungkin tersedia di halaman pembicaraan.
Osing
Jawa standar (Solo–Yogya)
Glosa
isun
aku, kulå, ingsun
saya
sun, hun
tak-, dak-, sun (jarang, untuk sastra, contohnya sun gegurit)
kata ganti orang (aku/saya)
hirå/irå, sirå, rikå, ndikå
kowé, sampéyan, panjenengan, ndikå
kamu
-isun, -nisun
-ku, kulå (krama), -ingsun, -ningsun (jarang, untuk sastra)
akhiran aku
-irå, -nirå, -rikå, -nrikå
-mu, panjenengan (krama), -irå, -nirå (jarang, untuk sastra)
akhiran kamu
-é, -né
-é, -né (ngoko), -ipun, -nipun (krama)
-nya
-akên
-aké (ngoko), -akên (krama)
-kan
di-
di- (ngoko), dipun- (krama)
di-
iyané, yané
dheweke
dia
dhewek
dhewe
sendiri
bain (byaén)
baé, waé
saja
soren
wingi
kemarin, sore
soren bengi
wingi bengi
kemarin malam
sorene maning, wingenane (wingyenane')
wingenane
kemarin dulu
kesuwun
matur nuwun
terima kasih
aran
jeneng (lebih umum), aran, nåmå/nami, asmå
nama
aranisun
jenengku (lebih umum), aranku
nama saya
aranirå, aranrikå
jenengmu (lebih umum), aranmu
nama kamu
lare
bocah, lare
anak
wong
wong
orang
dulur
sêdulur, sêdhèrèk
saudara
arêp, nak
arêp
akan
maning
manèh
lagi
emong
emoh
tidak mau, enggan
acak
jajal
coba
ulih
olèh
dapat
ilu, milu, nutut
mélu, tumut, ngetut
ikut
uwah, robah
owah
berubah
umah (umyah)
omah
rumah
lebih
luwih
lebih
nånå, sing ånå, hing ånå
ora ånå
tidak ada, tiada
sing paran-paran, hing paran-paran
ora åpå-åpå
tidak apa-apa, tidak mengapa
sing biså, hing biså
ora biså, mboten saged
tidak bisa
sing gunå, hing gunå
ora gunå, ora migunani
tidak berguna
sing kuat, hing kuat
ora kuwat
tidak kuat
durung
durung
belum
dudu
dudu, sanes
bukan
parêk
cêdhak, cêrak
dekat
golek, golet
golek
mencari
sulung, hulung, lung
dhisik, sik
dulu
mau, maukå
mau, wau
tadi
mung, cumong
mung, amung, namung
hanya, cuma
kanggo
kanggo
untuk
unggah, munggah
unggah, munggah
naik
udhun, mudhun
udhun, mudhun
turun
jero, jeru
jero, jeru
dalam
njåbå
njåbå, njawi
luar
cethèk
cèthèk
dangkal
weruh, wuningå
weruh, uningå
tahu
sedhelå, sedhilut
sadhélå, sakêdhap
sebentar
sampek, taker
nganti, ngasi
sampai
åjå
åjå
jangan
sing, hing
ora
tidak
taping, naming
nanging, ananging
namun, tetapi
juwut, epèt/ampèt
jupuk
ambil
paran
åpå
apa
sakat
wiwit, kawit, ket
sejak, semenjak
bêngen
biyen
dahulu
kakang, kang
kakang, kangmas, kang, mas
kakak laki-laki, abang
mbok
mbakyu, mbak, yu
kakak perempuan
tuwek
tuwå
tua
apak
bapak, båpå, råmå
ayah
emak
ibu, mak, biyung, simbok
ibu
anang
mbah lanang
kakek
adon
mbah wadon
nenek
bacot (byacot)
irung
hidung
sikil
sikil
kaki
iki (ikai)
iki, punikå, puniki
ini
iku (ikau)
iku, kuwi, punikå, puniku
itu
ikå
ikå, kae, punikå
itu (jauh)
kéné, meréné
kéné, mréné
sini, ke sini
kånå, merånå
kånå,mrånå
sana, ke sana
melebu
mlebu
masuk
wetu, metu
wetu, metu
keluar
melaku
mlaku
berjalan
melayu
mlayu
berlari
perèi
prèi
libur
seperéné
sepréné
hingga saat ini
seperånå
seprånå
hingga saat itu
gerabah (geryabyah)
grabah
gerabah
cemepak
cumepak
tersedia
endi (êndai)
endi
mana
kêlêndi (kêlêndai)
kêpriyé, piyé
bagaimana
wayakêndi, kapan
kapan
kapan
apuwå
kenå ngåpå
kenapa, mengapa
såpå, håpå
såpå
siapa
pirå, sekendi(an)
pirå
berapa
påcå
sidå
jadi
cupar
sujånå, butarepan
cemburu
lumur
gelas
gelas
aju
banjur, lajêng
lalu, kemudian
menyang
lungå
pergi
njelasakên, nerangakên
nerangaké (ngoko), nerangakên (krama)
menjelaskan, menerangkan
ngomongakên
ngomongaké (ngoko), ngginemakên (krama)
membicarakan
nyebarakên
nyebaraké (ngoko), nyebarakên (krama)
menyebarkan
nggeningakên
ngêjaraké, ngumbaraké, ngêbènaké
membiarkan
nggunakakên
nggunakaké (ngoko), ngginakakên (krama)
menggunakan
nganakakên
nganakaké (ngoko), ng(a)wontênakên (krama)
mengadakan
ngêrungokakên
ngrungokaké (ngoko), mirêngakên (krama)
mendengarkan
mêlêcirakên
ngluncuraké
meluncurkan
picis
dhuwit
uang
kêmêthak
umuk, kemaki, kêminter
sombong, sok tahu
deleng, dileng
deleng, delo(k), dulu
lihat
hang, kang
sing, kang, ingkang
yang
magih
isih
masih
elom
ngelih, luwé
lapar
gedigi, digi (kadya/kadi iki)
mangkene, ngene
begini
gedigu, digu (kadya/kadi iku)
mangkono, ngono
begitu
makene (myakenè)
kareben, ben, supåyå, amrih, murih
agar, supaya
muni
muni
berbunyi
mulih
mulìh, bali
pulang
kecaruk
kêpêthuk, ketemu
bertemu
katon
katon
terlihat, tampak
wadon
wadon
perempuan
jêbeng, bêng (jêbyêng, byêng)
gêndhuk (ndhuk), dhènok (nok)
sebutan untuk anak perempuan
thulik
tholé (lé), ênggèr (ngger), kenang (nang)
sebutan untuk anak laki-laki
takon
takon
bertanya
ring, nong
ing
di
ring endi, nong endi
ing endi
di mana
nyang
mênyang, nyang, mring
ke
tekå'
såkå
dari
kadhung, adhung, dhung
yèn, nèk
kalau
gok
ånådéné, yèn, mbok bilìh
bahwa, kalau
kathik
nganggo
memakai, menggunakan
kåncå
kåncå
teman
ånå
ånå
ada
madhang (madhyang)
mangan, madhang
makan
mêmêngan, mêngan
dolan, amêng-amêng
bermain
késùk
sésùk
besok
wérå
jêmbar, åmbå, bawérå
luas
saiki
saiki
sekarang
sawi
telå
singkong
sawen, sayur
sawi
sawi
entek
entek
habis
mêgawe
nyambut gawe, mêgawe
bekerja
èdhèng/adhèng (èdhyeng, adhyèng), alon
alon, rindhik
pelan, perlahan
mari
bar, rampung
selesai
nawi
mênåwå, mênawi
barangkali
jumbul
jumbul, mecungul
muncul
ambi
karo, kambi
dengan
masiyå
sênajan, sanadyan
walaupun
kêneng
kênå
mengenai
kari
nemen/temen, tenan, banget, kliwat
sangat, benar-benar, terlalu
kari alon
kliwat alon, alon banget
terlalu pelan, sangat pelan
kari sing kuat, sing kari kuat
ora kuwat banget, ora kuwat tenan, kliwat ora kuwat
sangat tidak kuat, benar-benar tidak kuat, terlalu tidak kuat
buru
lagi (men)tas, lagiyan, lagi waé/baé
baru saja
bangur (byangur)
angur, luwung, mendhing
lebih baik
kêdhokan
kêdhokan, galêngan
pematang sawah
wêlas
tresnå
cinta
gubab (gubyab)
ngapusi
bohong
gêsah
kåndhå, ngomong, nggunêm, jagongan
berbicara, mengobrol
janggêt
kêlet
menempel
kêpus
têlês, kêbês
basah
laki/rabi
bojo, garwå
suami/istri
lakinisun/rabinisun
bojoku, garwaku
suamiku/istriku
ijèn (ijyen)
ijèn
sendiri, seorang diri
wurung
wurung
batal, tidak jadi
abang (abyang)
abang
merah
kelawu, belawu
klawu
abu-abu, kelabu
cêmêng
irêng, cêmêng
hitam
biru terong
wungu
ungu
kapuråntå
jambon
merah muda
sabrang êndhog
jinggå, oranye
jingga
getuh
buthêk
keruh
semångkå, belungking
semångkå
semangka
munyik
ngguyu, gumuyu
tertawa
lor, elor
lor
utara
kulon
kulon
barat
wetan, etan
wetan
timur
kidul
kidul
selatan
anter
banter
keras, cepat
gancang (gyancang)
ndang, age, gelis
cepat
ndhuwur
ndhuwur, nginggil
atas
ngisor
isor, ngisor
bawah
dhuwur
dhuwur, inggil, luhur
tinggi
cendhèp
cendhèk, endhèk
rendah
dåwå
dåwå
panjang
enthek, menthek, cingkrek/cingkek, cendhek
cendhèk, cekak
pendek
jajang
pring
bambu
enggek, bengkek
akèh
banyak
ipet
saithik, sithik, saipêt, saimêt
sedikit
iwak
iwak
ikan
banyak (byanyak)
banyak
angsa, soang
banyu (byanyu)
banyu
air
segårå
segårå, laut
laut
agep
ambegan, ambekan
napas, bernapas
nguwèni, wèni
ngwèhi, mènèhi
memberi
såyå
såyå, sangsåyå, tansåyå
semakin, makin
eluh, iluh
êluh
air mata
endhas (endhyas), pathak
endhas (dianggap kasar), sirah, muståkå
kepala
cangkem
cangkem (kadang dianggap kasar), tutuk
mulut
lambé
lambé
bibir
gulu
gulu
leher
pakèl, kèlèk
kèlèk
ketiak
abet
solah tingkah
lagak, tingkah
pudhot
dhudhå
duda
lancing
jåkå
bujang, perjaka
rengit
lemud
nyamuk
urip
urip
hidup
murub
murub
hidup, menyala
angkat, ngangkat
wiwit
mulai
marahi, nggarai
maraki, njalari, nyababaké, nggarani
menyebabkan
untab
nesu, muring, muntab
marah
Pengaruh bahasa Bali
Artikel ini kekurangan informasi dan perlu dikembangkan agar memenuhi standar Wikipedia. Tolong kembangkan artikel dengan melengkapi informasi yang relevan. Rincian lebih lanjut mungkin tersedia di halaman pembicaraan.
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Osing". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. ; ;
^"Bahasa Osing". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
Wittke, Jonas (2019). Status Planning and Regional Identity: The Case of Osing in Banyuwangi, Indonesia (Ph.D. thesis). Rice University. hdl:1911/105415.
Arps, Bernard (2010), "Terwujudnya bahasa Using di Banyuwangi dan peranan media elektronik di dalamnya (selayang pandang, 1970–2009)", dalam Mikihiro Moriyama; Manneke Budiman (ed.), Geliat Bahasa Selaras Zaman: Perubahan Bahasa-Bahasa di Indonesia Pasca-Orde Baru, hlm. 225–248, hdl:1887/15213