Amsal 30:4Amsal 30:4 (disingkat Ams 30:4) adalah ayat keempat dari pasal ke-30 Kitab Amsal dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.[1][2] Merupakan salah satu tulisan yang oleh orang Kristen dianggap sangat jelas menunjuk kepada nubuat mengenai Mesias,[3] yaitu kedatangan Kristus, Sang Putra Allah.[4] Pandangan ini juga dinyatakan dalam tulisan John Witherspoon "On the Purity of The Heart" ("Mengenai Kesucian Hati"). Lihat pula "His Son's Name" ("Nama Putra-Nya") tulisan Dr. Henry M. Morris dari Institute for Creation Research (ICR). Sebaliknya, penafsir Yahudi, antara lain Rashi, menafsirkan ayat ini dan ayat sebelumnya (Amsal 30:3) merujuk kepada Musa, terutama Hikmat Taurat yang diketahui dan dipahami oleh Musa, dan tidak ada nabi yang bangkit setelah itu yang seperti Musa.[5][6]
SumberNaskah sumber utama: Penulis
TeksBahasa Indonesia
Terjemahan bahasa Indonesia lain
Bahasa Ibrani
Transliterasi
Terjemahan harfiah
Referensi silang
AnalisisUmumDalam ayat ini terdapat suatu catatan nubuat mengenai Dia yang sudah turun dari sorga untuk menjadi Pengajar dan Juruselamat kita, dan kemudian naik ke sorga untuk menjadi Pembela kita. Mesias di sini disebut sebagai sosok pribadi yang berbeda dengan Sang Bapa, tetapi namanya masih rahasia. Sang Penebus Agung, dalam kemuliaan pengetahuan dan anugerah-Nya, tidak dapat dikenali dengan sempurna. kalau bukan karena Kristus, dasar bumi telah runtuh di bawah tekanan beban kutukan atas tanah, akibat dosa manusia. Siapa, dan apa itu Yang Berkuasa yang melakukan semuanya itu? Tidak ada dasar untuk menduga hal lain selain dari Firman Allah; di mana menambahi Firman-Nya membuka jalan bagi kesalahan dan penyelewengan.[11] Pertanyaan-pertanyaan yang dimuat dalam ayat ini begitu mendorong Agur untuk menyadari ketidaktahuan dan ketiadaannya di hadapan pikiran kemuliaan dan kekuasaan Sang Pencipta. Kita dapat membandingkan dengan Ayub 38 dan seterusnya.[12] Dalam Perjanjian Lama jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, sampai "Siapa Nama-Nya" jelas adalah "YHWH" (atau ditulis "TUHAN" dalam Alkitab bahasa Indonesia), tetapi pertanyaan "Siapa nama putra-Nya?" tidak terjawab sampai Yesus Kristus menyatakannya dalam Yohanes 3:13:[3]
Siapakah yang naik ke sorga lalu turun?Siapa yang telah naik ke sorga, atau turun? Siapa dia yang mempunyai tempat duduk di sorga, dan melakukan pekerjaan di bumi? Siapa dia yang pengetahuan semestanya dapat dirasakan dan dialami? Dimana Sosok misterius ini yang menyembunyikan dirinya dari pengetahuan manusia?[12] Kristus telah menyatakannya dalam Yohanes 3:13. Juga Rasul Paulus menuliskannya dalam Surat Efesus pasal 4:9.[14] Dalam bahasa Alkitab Allah dikatakan telah datang dari sorga untuk menghukum, membantu dan menyatakan kehendak-Nya dan sebagainya (Kejadian 11:7; Mazmur 18:9 dan lain-lain); dan Ia kembali ke sorga setelah intervensinya selesai (Kejadian 17:22; Kejadian 35:13).[12] "Naik ke sorga lalu turun" dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah dan hal-hal ilahi, lalu turun kembali ke dunia untuk menyampaikan hal itu. Henokh terangkat ke sorga sebelum waktunya (kematian jasmaninya), dan nabi Elia juga dijemput dengan kereta berapi, mungkin saja pada bertepatan dengan saat kematian jasmaninya; namun tidak ada dari mereka yang kembali lagi ke dunia orang hidup, untuk menginformasikan kepada manusia fana apa yang telah dilihat, diketahui dan dinikmati di sana. Setelahnya, rasul Paulus terangkat sampai ke langit ketiga, dan kembali lagi; namun apa yang didengarnya tidak boleh diucapkan oleh manusia: dan sebenarnya, sejak kedatangan Kristus tidak perlu lagi penyampaian lebih lanjut dari perjalanan semacam itu, untuk mendapatkan informasi (Roma 10:6). Dan, berbicara lazimnya, tidak pernah ada selain dia, yang nama-namanya adalah Ithiel dan Ukal, yang pernah memikirkannya. Bahwa Ia (Sang Putra) berbaring di pelukan Sang Bapa, dan mengenal jelas segala pikiran dan kehendak-Nya; Ia turun dari sorga ke bumi bukan dengan gerakan perpindahan, melainkan dengan cara alamiah; dan ketika Ia menyatakan kehendak Bapa-Nya, dan melaksanakan pekerjaan-Nya, Ia naik lebih dari segala langit, dan menerima pemberian-pemberian untuk umat manusia; untuk mengisi gereja-gereja dan pelayan-pelayan-Nya dengan pemeberian-pemberian tersebut, guna berkomunikasi dan melengkapi pengetahuan rohani dan ilahi; dan karenanya, dengan kepatutan dan ketepatan yang agung, Ia menerapkan segala perkataan itu kepada diri-Nya sendiri (Yohanes 3:13).[15] Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam genggamnya?Kata "angin" diterjemahkan dari bahasa Ibrani rū·aḥ yang dapat berarti "roh". Jadi pertanyaan itu dapat pula ditulis: Siapa yang telah mengumpulkan roh dalam genggamnya? Siapa yang memiliki kontrol akan angin yang tidak kelihatan, sehingga dapat seenaknya menahan atau melepaskannya menurut kehendak-Nya? (Mazmur 135:7; Amos 4:13). Dalam Septuaginta tertulis, "Siapa yang mengumpulkan angin dalam pelukannya (bahasa Inggris: his bosom; bahasa Yunani: κόλῳ)?"[12] Bukan makhluk biasa; maupun seseorang atau sekelompok orang tertentu; bukan dalam kekuasaan siapapun, manusia maupun malaikat, untuk menahan maupun melepaskan angin seenaknya; juga bukan Iblis, meskipun disebut penguasa di udara, yaitu roh-roh jahat di udara, dapat memerintahkan angin. Hanya yang menciptakan angin yang dapat memerintahkan untuk bertiup atau menjadi diam; Dialah, yang mengeluarkan dari perbendaraharaan-Nya, dengan Putra-Nya sendiri, yang ditaati oleh angin dan lautan; lihat Mazmur 135:7, juga mujizat Yesus meredakan angin ribut (Matius 8:23–27; Markus 4:35–41; Lukas 8:22–25).[15] Orang-orang bukan Kristen sendiri menyadari hal ini, bahwa kekuasaan angin hanya milik Allah, bahwa mereka membentuk dewa bernama "Aeolus"; yang diciptakan oleh Sosok Ilahi menjadi semacam penjaga penyimpanan angin, dan diberi kuasa untuk menenangkan atau membangkitkan angin sesuai kemauannya.[16] Kata "חפנים" khā·p̄ə·nim bukan bermakna "kepalan" dua tangan, karena kepalan - yaitu, tangan yang dikepalkan menjadi berbentuk seperti bola, bahasa Latin: pugnus - disebut אגרף; sedangkan, sebaliknya, חפן (dalam semua tiga dialek) menyatakan telapak tangan, bahasa Latin: vola (lihat Imamat 16:12); namun di sini tangan-tangan digambarkan memegang sesuatu erat-erat, jadi berupa "genggaman". Poin ganda di sini menunjuk kepada dualisme aliran angin yang dihasilkan dari perubahan keseimbangan alam; Ia yang memerintah gerakan ini seakan-akan menggenggam angin utara atau timur di satu tangan, dan angin selatan atau barat di tangan yang lain, dan melepaskannya sesuai kehendak-Nya dari ikatan ini (Yesaya 24:22).[8] Siapakah yang telah membungkus air dengan kain?Air yang ada di awan-awan menutupi tempat penyimpanan di langit, dan tertahan, sebagaimana oleh secarik "kain", sehingga meskipun berat muatannya, tidak jatuh ke bumi. Seperti yang dikatakan oleh Ayub, "Ia membungkus air di dalam awan-Nya, namun awan itu tidak robek." (Ayub 26:8; kata "membungkus air" dalam kedua ayat ini sama persis ejaannya); yang ditambah lagi, "Siapa dapat menghitung awan dengan hikmat, dan siapa dapat mencurahkan tempayan-tempayan langit?" (Ayub 38:37; "tempayan-tempayan langit" = bahasa Inggris: the bottles of heaven menekankan gambaran bahwa awan-awan itu menyimpan air yang diatas[8]) Demikian pula pemazmur menyatakan, "Dengan samudra raya Engkau telah menyelubunginya (bumi); air telah naik melampaui gunung-gunung." (Mazmur 104:6; Lihat pula Amsal 8:27; Yesaya 50:2 dan lain-lain).[12][15] Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi?Siapa yang telah menguatkan landasannya, dan menentukan batas-batasnya, sampai daerah paling terpencil di dunia? (bandingkan Ayub 38:4 dan seterusnya). Jawaban keempat pertanyaan sampai di sini adalah "Allah Mahakuasa." Ia sendiri yang dapat mengatur dan mengontrol daya-daya alami.[12] "Segala ujung bumi" ("All the ends of the earth") sama seperti pada lima bagian lain di Alkitab, misalnya Mazmur 22:28, adalah tempat-tempat yang paling jauh dan terpencil di bumi. Penentuan batas-batas terjauh di bumi ini sama dengan penetapan dan pembentukan batasan bentangan daratan di bumi (Mazmur 74:17), penentuan kompas bumi dan pembentukan bagian-bagian tanahnya. כּי תדע merupakan suatu simponi dengan Ayub 38:5, bandingkan Ayub 38:18. Pertanyaan yang diutarakan di sini, sama seperti dalam kitab Ayub ketika Allah mengingatkan Ayub akan kelemahan dan ketidaktahuan manusia.[8] Siapa namanya dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu!"Anak" di sini dalam bahasa Ibrani bən merujuk kepada "anak laki-laki" atau "putra". Pembicara mencari jawaban untuk teka-teki mengenai alam semesta dalam kata-kata yang mengingatkan akan tantangan Allah kepada Ayub dalam Ayub 38:4–9. Dia mencari Allah. Pertanyaan mengenai anak Allah adalah aneh. Greenstone membantah bahwa nama itu dipakai untuk Israel atau Musa atau sang Firman, tetapi dia tidak memberikan pendapat positif untuk menjelaskan hal itu. Menurut Delitzsch, nama itu merujuk pada sang perantara dalam penciptaan, yang pada akhirnya menyatakan diri sebagai Anak Allah. Delitzsch dengan baik mengemukakan, "Dia tentu tidak akan mengajukan pertanyaan ini kalau dia tidak beranggapan bahwa Allah bukanlah satu kesatuan, yang tanpa banyak pribadi di dalam Diri-Nya".[17] Tidaklah cukup untuk mengetahui kekuatan dan cara kerja maupun kekuasaan Sosok misterius ini; Agur (si penulis) rindu untuk mengenal lebih jauh hakikat-Nya, esensi-Nya. Tentunya Ia memiliki kepribadian; Ia bukan sosok yang abstrak, suatu daya, suatu kualitas; Ia adalah suatu Pribadi. Maka, siapa Nama-Nya? Nama yang menunjukkan siapa dia sendiri? Manusia mempunyai penyebutan (appellation) berbeda-beda untuk Sosok Mahatinggi ini, menurut sifat-sifat tertentu yang diperhatikan mereka; apakah ada satu nama yang mencakup semuanya, yang memberikan keterangan memadai akan Pencipta yang tak terjangkau akal? Pertanyaan ini tidak dapat dijawabnya secara tegas dalam hidupnya. "...Kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya."[12][18] Pertanyaan selanjutnya, "Siapa nama putranya?" telah menyebabkan banyak kesulitan dalam penafsiran. Septuaginta menerjemahkan sebagai, "Siapa nama anak-anaknya (τοῖς τέκνοις αὐτοῦ)?" seakan-akan merujuk kepada bangsa Israel, yang oleh Midrash dan Zohar disebut "anak sulung Allah". Namun naskah aslinya tidak mendukung interpretasi ini, yang juga bertentangan dengan ide teka-teki yang diajukan. Pertanyaan ini mungkin bermakna - Apakah kita menerapkan kepada Sosok Ilahi istilah hubungan alami yang sama dengan hubungan kekeluargaan kita? Tetapi ini tampaknya konsep yang rendah dan tidak layak. Atau sang "putra" dapat berarti manusia yang pertama (Ayub 15:7) atau orang bijak; namun jawabannya tampak tidak memuaskan, atau tidak memecahkan pertanyaan agung itu. Ada dua jawaban yang dapat diberikan atas penyelidikan Agur. Melihat pemerian yang menakjubkan dari "Hikmat" pada Amsal 8:22 dan seterusnya, kita dapat mempertimbangkan "Hikmat" sebagai penyebutan Anak Allah, dan si penanya ingin tahu nama dan sifat pribadi ini, yang kehadirannya sudah dipastikannya. Atau ia sampai pada pengetahuan bahwa Anak Tunggal Allah, karena ide mengenai "Firman" (Logos) lebih kurang dikembangkan dalam Kitab Hikmat, dalam tulisan-tulisan Filo, dan dalam sekolah Alexandrian; serta menginginkan pengetahuan yang lebih sempuran. Sesungguhnya, hal ini tersembunyi: "... pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri." (Wahyu 19:12). Sia-sia menanyakan hal ini pada sesama manusia; pikiran manusia tidak dapat memahami hakikat Allah, atau melacak tindakan-tindakan-Nya (Kebijaksanaan 18:4, dan seterusnya).[8][12] Para penafsir Yahudi menafsirkan kata "anak" atau "putra" (בנו) sebagai "sarana pencipta" (causa media) pada penciptaan dunia. Arama, dalam karyanya "עקדת יצחק", sect. xvi., berpendapat bahwa bahwa kata "anak" di sini dipahami sebagai elemen primordial (perdana) Rabbi Levi ben Gerson (Ralbag) menjelaskan "anak" ini berarti "penyebab yang disebabkan oleh penyebab utama" (the cause caused by the supreme cause), dengan kata lain: "the principium principaiatum" penciptaan dunia. Kami katakan: si penanya memaksudkan ini sebagai suatu kekuatan ilahi (demiurgic might) yang keluar dari Allah, dan melayani Putra Allah dalam penciptaan dunia; yang sama dengan "Hikmat" pada Amsal 8 dan digambarkan sebagai "Anak yang dikasihi Allah".[8] Mengenai nama Sang Putra ini setelah diketahui, ternyata "nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah daripada nama para malaikat."[19] (Catatan: Komentari itu mengemukakan: Adalah suatu "nama lengkap surgawi dari yang Maha Tinggi", bahasa Ibrani: שׁם המפורשׁ, bahasa Latin: nomen explicitum, yang di sisi sini tidak dapat memasuki hati (manusia) siapapun, dan tidak terucapkan oleh lidah siapapun, bahasa Yunani: ὄνομα ὁ οὑδεὶς οῖδεν εἰ μὴ ὁ αὐτός, Wahyu 19:12).[8] Jadi hanya Allah sendiri yang dapat melakukan semua hal dalam pertanyaan sebelumnya, dan Putra Tunggal-Nya, yang juga ditanyakan nama-Nya; yaitu hakikat dan kesempurnaan-Nya yang tidak dapat dipahami dan tak terlukiskan; yang dikenal dengan nama-Nya "Jehovah atau Yahweh" dan secara khusus nama-Nya ini diberitakan dalam Kristus dan dijelmakan di dalam-Nya serta dalam Injil-Nya. Melihat bahwa Allah memiliki seorang Putra dengan hakikat yang sama dengan-Nya, dan memiliki kesempurnaan, esensi dan keberadaan yang sama, dan dalam segala hal setara dengan-Nya, dan merupakan Pribadi yang unik, juga menyatakan hakikat dan kesempurnaan-Nya, yang di luar kemampuan pemikiran manusia dan tidak dapat dituturkan oleh lidah manusia maupun malaikat; lihat Matiuis 11:27. Meskipun untuk sementara waktu, nama-Nya ini dirahasiakan, dan hanya disebut "Benih Perempuan" (Kejadian 3:15) dan "Benih Abraham", tetapi kepada-Nya sudah diberikan sejumlah nama dalam Perjanjian Lama: "Shiloh", "Imanuel", "Penasehat Ajaib", "Allah Mahakuasa", "Bapa yang Kekal", "Pangeran Damai"; "Tuhan Kebenaran kita", dan "Sang Manusia", "Sang Tunas"; juga dalam Perjanjian Baru: Yesus sang Juruselamat, Kristus yang Diurapi; Kepala Gereja, Hakim seluruh Dunia, Firman Allah, Raja segala raja dan Tuan segala tuan. Alkitab adalah bukti keberadaan Kristus sebagai Anak Allah yang Kekal; kesetaraan-Nya dengan Bapa ilahi-Nya sedemikian, sehingga nama dan hakikat mereka sama-sama tak terlukiskan; keberadaan-Nya bersama-sama menjadi satu dengan Bapa-Nya sedemikian pula tak terbayangkan; dan sifatnya Mahahadir dan Mahakuasa, dinyatakan di ayat ini dalam frasa "naik ke sorga" dan seterusnya, dan pertanyaan yang sama yang dilontarkan mengenai-Nya yang terpisah tetapi setara dengan Sang Bapa. Ada yang menerjemahkan bagian terakhir ayat ini sebagai "apakah engkau tahu?"[20] Engkau tidak tahu Allah dan Putra-Nya, hakikat dan kesempurnaan mereka tidak dikenali dengan terang alami, melainkan hanya dengan wahyu dan itupun tidak sempurna.[15] Lihat pula
Referensi
Pranala luar |