Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

The Mercy's

The Mercy's
The Mercy's pada tahun 1972 (ki-ka): Albert, Erwin, Reynold, Charles dan Rinto
The Mercy's pada tahun 1972 (ki-ka): Albert, Erwin, Reynold, Charles dan Rinto
Informasi latar belakang
Nama lain
  • Watches (1962–1965)
  • The Mercy's (1965–1978, 1997)
AsalKota Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Genre
Tahun aktif1965–1978, 1997
Label
Mantan anggota

The Mercy's (sebelumnya bernama Watches) adalah sebuah grup musik asal Indonesia yang dibentuk di Medan pada 3 Februari 1965 dan sempat populer pada era 1970-an. Grup ini telah beberapa kali mengalami pergantian formasi, pada tahun 1972 The Mercy's beranggotakan Charles Hutagalung (keyboard, vokal). Erwin Harahap (gitar, vokal), Albert Sumlang (saksofon, vokal), Rinto Harahap (bass, vokal), dan Reynold Panggabean (drum, vokal).

Sejarah

1965–1969: Awal pembentukan

Awal perjalanan karir band The Mercy's dimulai dari nama "Watches" yang menjadi cikal bakal terbentuknya The Mercy's pada tahun 1962. Rizal Arsyad (mantan suami Iis Sugianto; lahir 23 April 1943) dan Erwin Harahap adalah dua orang pendiri band sekaligus gitaris. Kemudian masuklah beberapa personel yaitu: Ucok Harahap (keyboard, organ), Harry Noerdie (flute), Darmawi Purba alias Mawi Purba (bass) dan Meyer Hutabarat (drum). Pada tahun 1965, Harry Noerdie pemain flute keluar dari Watches dan mulai fokus sebagai penyanyi solo. Karena kesibukan masing masing personel, band ini sempat vakum beberapa bulan.

Masih pada tahun 1965, Rizal Arsyad (gitar), Erwin Harahap (gitar), Ucok Harahap (keyboard, organ), Mawi Purba (bass) & Meyer Hutabarat (drum) kembali mengaktifkan band ini. Rizal lantas mengganti nama band menjadi "The Mercy's" setelah merasa Watches terlalu kebarat-baratan. Nama Mercy's sendiri terinspirasi dari merek mobil Mercy yang disukai para personelnya. Jika diartikan dalam bahasa Prancis, Mercy's artinya kasihan, atau bisa juga terima kasih. Setelah Orde Lama tumbang, dunia musik yang dulunya dibatasi sekarang menjadi bebas. Mereka banyak tampil pada pesta-pesta band di Jakarta termasuk The Mercy's ditambah Noor Bersaudara, Ceking, Cruss dan Medenazs. Selanjtnya, The Mercy's mulai serius menulis lagu dan nge-jam di studio. Namun karena dirasa terlalu lama masuk dapur rekaman, pada tahun 1967 Ucok Harahap dan Mawi Purba memutuskan untuk mengundurkan diri band yang baru setelah dua tahun berganti nama menjadi The Mercy's itu. Ucok keluar dari "The Mercy's" dan memilih membentuk grup band yang bernama "AKA" (singakatan dari Apotek Kali Asin), begitupun dengan Mawi Purba, ia juga ikut membentuk "The Rhythm Kings".

Masih pada tahun 1967, Personel yang tersisa, Rizal Arsyad (gitar), Erwin Harahap (gitar) dan Meyer Hutabarat (drum), kedatangan personel baru, Rinto Harahap yang menjadi pemain bass karena direkomendasikan oleh abangnya Erwin Harahap. Iskandar alias Boen juga masuk menjadi pemain kibor yang ditinggal Ucok Harahap. Dengan bergabungnya Iskandar & Rinto Harahap, mereka semakin serius latihan dari studio ke studio hingga manggung di pentas seni sekolah-sekolah di seputaran kawasan Tebet, Jakarta. Pada saat itu Rizal ragu menggunakan nama The Mercy's, Sebab tiga personel asli hanya tinggal menyisakan Rizal Arsyad, Erwin Harahap dan Meyer Hutabarat, tapi Rinto Harahap dan Iskandar juga tidak terlalu mempermasalakan soal nama, asal mereka punya materi lagu yang jelas dan jaminan band ini akan berjalan.

Pada tahun 1968, Meyer Hutabarat memutuskan untuk mengundurkan diri dari The Mercy's karena kuliahnya sekaligus menjadi seorang produser dan penulis lagu. Posisinya lalu digantikan oleh Sofyan Juned alias Yan menjadi drummer tetap. Formasi kedua The Mercy’s ini kemudian berubah menjadi Rizal Arsyad (gitar ritme), Erwin Harahap (gitar utama), Rinto Harahap (gitar bass), Iskandar (kibor), dan Sofyan Juned (Drum). Dengan masuknya Yan, The Mercy’s menjadi sebuah band yang terasa berbeda dari sebelumnya. Ia memiliki kemampuan drum yang baik serta memberikan suara vokal yang bagus untuk ditampilkan sebagai front line man. Posisi Erwin tidak lagi menjadi vokalis utama, tetapi masih kerap berbagi lagu dengan Boen untuk dibawakannya. Grup ini selalu mengikuti tren perkembangan musik mancanegara, sehingga mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollies, C.C.R maupun The Monkees. Sesekali mereka juga membawakan lagu-lagu band nasional, seperti Koes Plus dengan lagu hitsnya Telaga Sunyi.

1969–1970: Merekrut Charles Hutagalung, Reynold Panggabean dan Adjie Bandy, show di Malaysia dan show di Vietnam

Menariknya, belum setahun terbentuk namun grup ini sudah mendapat tawaran show di Malaysia. Ketika ada undangan untuk show di Penang, Malaysia pada tahun 1969, Iskandar dan Sofyan Juned memutuskan tidak ikut. Iskandar harus absen karena status kuliahnya di Fakultas Kedokteran tidak mengizinkannya untuk meninggalkan bangku kuliah (kini menjadi ahli bedah syaraf), sementara Yan juga ikut membentuk "Lime Stone Band" dengan rekannya. Posisi Iskandar digantikan Charles Hutagalung yang saat itu telah keluar dari bandnya yaitu "Bhayangkara Nada". Charles juga mengajak sahabatnya, Reynold Panggabean (mantan suami Camelia Malik dan Anna Tairas) untuk bergabung ke The Mercy's untuk menggantikan Sofyan Juned sebagai penabuh drum. Masih pada tahun 1969 juga, Charles kembali merekrut Adjie Bandy bergabung dengan The Mercy's sebagai personel tetap. Formasi lengkap pemain The Mercy’s kemudian berubah adalah menjadi Rizal Arsyad (gitar ritme), Erwin Harahap (gitar utama), Rinto Harahap (gitar bass), Charles Hutagalung (kibor), Reynold Panggabean (drum) dan Adjie Bandy (saksofon). Mereka melewatkan hampir tiap malam mengisi acara di Night Club Chusan Hotel di Malaysia. Pada tahun pertama terbentuk, The Mercy's memang masih bertualang dari satu klub malam ke klub malam yang lain, mulai dari Medan hingga ke Penang, Malaysia.

Seusai kontraknya yang berlangsung selama enam bulan, tepatnya pertengahan 1970, The Mercy's, kembali ke Medan melanjutkan aktivitas bermusiknya di pesta-pesta anak muda. Kemudian kelompok ini mendapat tawaran show di Vietnam di mana negara ini saat itu masih genting terjadi perang saudara dan nyawa adalah taruhannya. Hal ini tidak menyurutkan nyalinya mereka sebagai seorang yang profesional di bidangnya untuk melebarkan sayap untuk bisa diakui musiknya di negara lain. Dengan kondisi itu, di negara perantauan, menimbulkan naluri bakat menulis lagu dari salah satu personelnya. Charles saat dalam kesendiriannya mampu menorehkan bait demi bait hingga menghasilkan lagu-lagu hebat, salah satunya berjudul "Tiada Lagi" yang kelak melambungkan nama The Mercy’s ke puncak ketenaran.

1970–1971: Kembali ke Medan

Kembalinya The Mercy's dari Vietnam, kelompok ini masih bercokol di tanah kelahirannya kota Medan dan tetap masih berkiblat kepada grup band Bee Gees, Deep Purple, Led Zeppelin, The Hollies, Grand Funk Railroad, Black Sabbath dan The Beatles. Hanya sesekali mereka membawakan lagu Indonesia dan ciptaannya. Kemudian datang tawaran untuk show di Singapura dan Bangkok. Namun, karena sesuatu hal kontrak tersebut gagal. Hal itu tidak membuat mereka patah arang, The Mercy's diminta langsung oleh RRI Medan untuk bermain di panggung hiburan dan lagu "Tiada Lagi" direkam untuk disiarkan perdana secara on air. Lagu "Tiada lagi" itu mendapat sambutan luar biasa dari pendengar radio RRI Medan yang mampu menjangkau frekuensi sampai ke negara seberang. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya request lagu "Tiada Lagi" yang tidak pernah berhenti setiap hari.

Pada 1971, mereka kembali mendapat tawaran show di Jepang. Pada saat itu grup "Spokies" sudah berjaya di sana dengan personel anak-anak Indonesia yang bersekolah di Tokyo, antara lain, Broery Pesolima dan Joko Susilo. Angin segar ini membuat mereka bersemangat kembali. Namun, karena sesuatu hal, rencana mereka untuk manggung di Jepang, kandas lagi. Group ini tertipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, pupuslah harapan go International dan memilih tetap di kota Medan. Mereka kembali beraktivitas di panggung dengan kesabaran. Namun popularitas mereka tidak bisa terangkat lebih tinggi lagi, karena nama mereka belum dikenal oleh publik nasional kala itu.

1971–1973: Hijrah ke Jakarta, perubahan formasi, masuk rekaman dan meraih kesuksesan

Charles, Reynold dan Rinto tahun 1972

Pada tahun 1972, The Mercy’s memutuskan hijrah ke Jakarta. Bermula dari datangnya dewa penolong dari tulang Herman Tobing (adik Ibu dari Erwin & Rinto Harahap). Herman menyurati mereka dan mengajak pindah ke Jakarta, berjanji akan mencarikan tempat wadah bermusik bagi The Mercy's. Charles, Rizal, Erwin dan Rinto tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Adjie bersama Reynold menyusul belakangan karena harus menyelesaikan masalah administrasi di Medan. Pada mulanya di ibukota mereka masih tampil di beberapa klub malam, membawakan lagu-lagu yang mereka ciptakan sendiri. Kemudian mereka mengisi serangkaian show secara berkala di empat tempat, seperti Tropicana, LCC, Paprica dan Mini Discotique. Kesempatan baik ini dimanfaatkan betul oleh The Mercy’s dengan memperkenalkan lagu ciptaan mereka seperti "Untukmu", "Hidupku sunyi"", "Love" dan lainnya. Di tempat terakhir inilah, The Mercy's mampu menembus dominasi band asal kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Mereka yang datang dari sebuah band lokal asal Medan menjadi band nasional sejajar dengan The Rollies, Gipsy, dan The Pros. Setelah tiba di Jakarta, mereka yang mencoba masuk dapur rekaman mendapatkan ujian. Rizal Arsyad dan Adjie Bandy memutuskan untuk keluar dari The Mercy's, karena adanya ketidakcocokan dengan pihak manajemen (bukan sesama personel). Keluarnya Rizal juga karena meneruskan sekolahnya ke Jerman sedangkan Adjie ikut bergabung dengan Gipsy tanpa alasan yang jelas. Tidak banyak orang tahu mengapa Rizal sekonyong-konyong dipecat dari band yang sudah dirintisnya tersebut. Belakangan diketahui ada perselisihan internal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan musik. Rizal marah besar karena menganggap kawan-kawannya di The Mercy's mencampuri urusan pribadinya. Suasana menjadi kalut, panas, jenuh dan jemu. Meski sudah dibujuk, Rizal sudah tak dapat ditahan lagi untuk dipecat dari The Mercy's.

Erwin, Rinto, Charles dan Reynold sudah hampir patah arang dan lempar handuk ke arena tarung industri musik Indonesia. Keluarnya Rizal dan Adjie merupakan cobaan yang amat berat sehingga keduanya hampir saja memutuskan untuk membubarkan The Mercy's. Tapi lewat diskusi dan nalar yang jernih, mereka nekat untuk lanjut. Kepemimpinan The Mercy’s pada saat itu pun beralih kepada Erwin Harahap.

Mereka lalu membuat sebuah keputusan untuk mengubah pola musiknya dengan menambah personel baru dan instrumen musik baru. Albert Sumlang (abang kandung dari penyanyi jazz wanita Vonny Sumlang), seorang peniup saksofon (Saxophone) handal berdarah Minahasa kemudian diajak bergabung. Keputusan ini sangat tepat karena dengan Albert memberikan warna baru dalam musik The Mercy's. Dengan formasi baru itulah kemudian The Mercy’s merekam album pertama mereka. Kolaborasi dua perusahaan rekaman Remaco dan Purnama sebagai produser, menghasilkan album pertama bagi The Mercy's. Dalam album tersebut terdapat lagu-lagu Tiada Lagi (Charles H), Hidupku Sunyi (Charles. H), Baju Baru (Charles. H), Untukmu (Charles.H), Love (Rinto.H), Di Pantai (Charles. H), Bebaskanlah (Charles.H), Untukku (Charles.H), Women (Rinto.H), Kurela Dikau Kasih (Reynold. P) dan Kisah Seorang Pramuria (Albert Sumlang). Album perdana ini di luar dugaan meledak dan langsung mengangkat nama The Mercy’s dengan lagu andalannya "Tiada Lagi" di blantika musik Indonesia. Lagu "Tiada Lagi" tersebut menjadi Hits dimana-mana. Band lokal ini mampu menggoyang rekor penjualan piringan hitam (PH) maupun kaset band seniornya Koes Plus dan Panbers. Bahkan menempatkan lima single dari debut album ini merajai tangga-tangga lagu di radio-radio swasta di Jakarta dan seluruh nusantara.

Sejak itu The Mercy’s menjadi sebuah group yang menjadi idola masyarakat. Untuk kedigdayaan luar biasa ini, Puspen ABRI dan perusahaan rekaman Remaco & Purnama mengganjarnya sebagai "Band Kesayangan" periode 1972-1973 dan meraih Golden Record, atas penjualan lebih dari sejuta keping. Kenyataannya, mereka telah berhasil mewujudkan impiannya. Dalam waktu singkat, mereka menggelar show pertamanya sebagai senjata ampuh di Taman Ria Jakarta (Monas). Pada 31 Desember 1972, empat band besar band nasional : Koes Plus, Panbers, Favorite's dan The Mercy's, menggelar konser di gedung Istora Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati tempat pertunjukan, bahkan melebihi dari kapasitas tempat pertunjukan.

Kepopuleran The Mercy's juga mampu menembus kota-kota besar, sejajar dengan band-band nasional yang ada saat itu. Band ini sempat menjadi idola anak muda tahun 1970-an, dengan rambut gondrong, celana lebar diujungnya yang biasa “menyapu” jalan, dan baju berwarna ‘jreng’ berdasi ‘lebar’. Dalam perjalannya kepiawaian trio Charles, Rinto, dan Albert sudah menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan lirik pada lagu-lagunya seperti, Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Pamor The Mercy's semakin terangkat dengan kehebatan duo sang legenda, Charles Hutagalung dan Rinto Harahap. Aksi mereka selalu mencuri perhatian penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang banyak bercerita tentang cinta. Mereka berdua sangat kuat perannya di The Mercy's dalam mencipta dan menyanyi. Meski begitu Reynold juga banyak menciptakan lagu untuk The Mercy's.

Pada masa jayanya nama The Mercy’s pernah masuk dalam The BIG FIVE bersama dengan Koes Plus, Panbers, D'Lloyd, dan Favourite’s group. Dalam perjalanannya The Mercy's berhasil menyabet enam Golden Record dan sejumlah penghargaan lainnya dari album-albumnya. Group The Mercy’s sempat bertahan selama hampir dua dekade dan sampai saat ini menjadi salah satu group band legendaris Indonesia karena lagu-lagunya masih disukai dan dinikmati sampai sekarang. Tercatat tiga kali menjadi grup band kesayangan dan beberapa kali meraih golden record atas albumnya yang rata-rata terjual diatas satu juta copy dari perusahaan rekaman Remaco.

1973–1976: Albert mundur dan Charles hengkang

Pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy’s sejak beberapa kali memasuki dunia rekaman. Pada Desember 1974, Albert Sumlang sempat menyatakan mundur dari The Mercy's akibat permasalahan internal dalam kelompok ini. Setelah Albert mengundurkan diri, The Mercy's pun untuk pertama kalinya berjalan hanya dengan 4 orang saja.

Pada tahun 1975, The Mercy's telah menyelesaikan beberapa album yang telah menjadi kontrak mereka dengan produser rekaman. Setelah The Mercy's menyelesaikan album ke-10 dan beberapa album Pop Melayu, Pop Mandarin, dan Pop Anak-anak yang di produksi Remaco, Charles Hutagalung ikut hengkang pada tahun 1976. Kali ini ia mendirikan sebuah grup band sendiri bernama The GE & GE. Praktis, tinggal tiga orang saja yang masih "memperkuat" The Mercy's. Rinto menjadi vocalist utama sedangkan Erwin dan Reynold menjadi backing vocal.

1976–1977: The Mercy’s Tanpa Charles Hutagalung & Albert Sumlang dan usul menggaet Jocky Surjoprajogo sebagai additional musician

Saat itu sekitar tahun 1977 ketiga anggota The Mercy’s yang tersisa : Rinto Harahap (bass, vocal), Erwin Harahap (gitar, vocal), dan Reynold Panggabean (drums, vocal) masih tetap berusaha mempertahankan eksistensi kelompok ini. Musik The Mercy’s jelas pincang tanpa adanya elemen organ atau keyboards yang sudah menjadi trademark sejak awal. Ketiga sisa personel The Mercy’s kemudian bergerak mencari pengganti, karena dalam waktu relatif singkat The Mercy’s yang tinggal bertiga harus segera masuk studio untuk merampungkan album baru.

Untuk mengatasi masalah kekurangan personel, Reynold Panggabean mengajukan sosok Jockie Surjoprajogo seorang keyboardist personel God Bless untuk tampil sebagai additional player dalam sejumlah album The Mercy’s di label "Yukawi" (yang sahamnya dimiliki Nomo Koeswoyo), setelah mereka hengkang dari label Remaco. Usul itu dterima oleh Rinto dan Erwin. Akhirnya Jockie Surjoprajogo secara profesional menyanggupi tawaran mendukung album The Mercy’s tersebut yang dimulai dengan album The Mercy’s Vol.XI, Vol XII, Vol XIII dan satu album Christmas.

Ada sesuatu yang baru dari tata musik yang dihasilkan The Mercy’s saat Yockie tampil sebagai additional musician. Sound keyboards terasa lebih tebal. Mungkin ini perbedaan antara Charles Hutagalung yang sejak album The Mercy’s Vol.1 pada tahun 1972 selalu menggunakan organ bermerek Farfisa, sedangkan Jockie Surjoprajogo yang berlatar musik Rock lebih cenderung menggunakan organ Hammond B 3.

1977–1978: Kembalinya Charles Hutagalung & Albert Sumlang ke The Mercy’s dan pembubaran

Tahun 1978, Charles Hutagalung & Albert Sumlang kembali bergabung ke The Mercy’s dan mereka melakukan dua rekamannya yang terakhir. Dua albumnya yaitu "Aku Tak Percaya Lagi" dan "Mimpi", tercatat sebagai dua album terakhir mereka dengan formasi lengkap setelah kembalinya Charles dan Albert yang dirilis pada tahun itu. Setelah The Mercy's menyelesaikan album tersebut, para anggota mengalami situasi kejenuhan. Anggota The Mercy’s memulai kegiatannya masing-masing di luar grup. Charles Hutagalung sibuk bersolo karier, Erwin Harahap memilih berprofesi sebagai pengusaha produser rekaman dengan mendirikan perusahaan sendiri dan bersolo karier. Albert Sumlang sibuk membantu album solo penyanyi lain. Rinto Harahap nantinya menjadi penyanyi solo yang terkenal. Rinto juga sempat mendirikan band "Lolypop" serta perusahaan rekaman, mencipta lagu dan mengorbitkan penyanyi-penyanyi. Reynold Panggabean pun memutuskan mendirikan grup musik sendiri. Group musik ini beraliran dangdut yang ia beri nama "Orkes Modern Tarantula".

1997: The Mercy's reunion

Pada tahun 1997, The Mercy's bangkit kembali menggebrak dengan formasi awal yaitu Erwin Harahap, Rinto Harahap, Reynold Panggabean, Charles Hutagalung dan Albert Sumlang, The Mercy's dihidupkan kembali melakukan proses rekaman selama tanggal dan bulan tahun baru untuk album baru dan mengeluarkan dua album "Reunion Vol. 1" dan "Reunion Vol. 2".

Setelah rilisnya dua album tersebut, Charles dan Albert keluar lagi karena mengalami situasi kejenuhan dan bubar lagi hanya proyek reuni.

Setelah merilis album itu praktis The Mercy's vakum dari dunia rekaman dan pada akhirnya berujung selesainya riwayat band legendaris The Mercy’s. The Mercy’s tercatat telah merekam sebanyak 40 Album yang dihasilkannya mulai dari album Pop, Keroncong, Pop Anak-anak, dan Rohani yang rata-rata sukses serta digemari masyarakat luas. Rinto Harahap selalu mengungkapkan bahwa sebenarnya The Mercy's masih ada dan dari mereka pun belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dimungkiri The Mercy's dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung dan mereka ini hanya sebagai pelengkap saja.

Pasca Bubarnya dan Sepeninggalannya

Meski sacara resmi The Mercy's tidak pernah disebutkan bubar, namun kini personel Band The Mercy's yang masih tersisa hanya Erwin Harahap dan Reynold Panggabean. Sepeninggal Adjie yang pertama wafat pada Senin tanggal 27 Januari 1992 pukul 07.00 WIB akibat penyakit kanker lambung dalam perjalanan ke Rumah Sakit Fatmawati, Cilandak, Jakarta. Sepeninggal Meyer yang kedua wafat pada Senin tanggal 2 Maret 1998 pukul 07.06 WIB akibat penyakit kanker otak dalam perjalanan ke Rumah Sakit Fatmawati, Cilandak, Jakarta pada usia 55 tahun. Wafatnya Meyer terjadi pada hari secara bersamaan dengan Benny Muharam adalah sang kakak tertua raja dangdut Rhoma Irama. Sepeninggal Charles yang ketiga wafat pada Senin tanggal 7 Mei 2001 pukul 07.53 WIB akibat penyakit stroke dalam perjalanan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta. Disusul oleh tiga orang Sofyan Juned tutup usia pada 05.30 di Rumah Sakit dr. Reksodiwiryo, Padang, Sumatera Barat, Minggu 5 Apri 2009 akibat menderita Diabetes. Sedangkan dua orang itu, Ucok Harahap tutup usia pada 05.30 di Rumah Sakit Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis 3 Desember 2009 akibat menderita kanker paru-paru dan Albert Sumlang tutup usia pada pukul 19.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Minggu 6 Desember 2009 pukul 20.13 WIB setelah mendapat perawatan intensif sejak tanggal 16 November. Dan terakhir dengan dua orang wafatnya Rinto Harahap pada 9 Februari 2015 dan Yockie Suryo Prayogo pada 5 Februari 2018.

Anggota band

Anggota terakhir

Mantan Anggota

Garis Waktu

Diskografi

Album studio

Singel Hits

  • Kisah Seorang Pramuria (1973)
  • Hidupku Sunyi (1973)
  • Tiada Lagi (1973)
  • Love (1973)
  • Usah Kau Harap Lagi (1974)
  • Pergi Tanpa Berita (1974)
  • Injit Injit Semut (1974)
  • Jauh Disayang (1974)
  • Biarkan Ku Sendiri (1977), di cover oleh NOAH pada tahun 2018
  • Dalam Kerinduan (1977)

Referensi

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya