Selama terjadinya pandemi COVID-19, tindakan pembatasan sosial (bahasa Inggris: social distancing) diberlakukan hampir di seluruh dunia untuk mencegah penyebaran penyakit korona virus. Namun, saat ini istilah tersebut telah diganti menjadi menjaga jarak fisik (physical distancing) oleh WHO.[1]
Artikel ini membahas mengenai sejarah pembatasan sosial di dunia, termasuk lini masa dan detil kebijakan yang berlaku serta daftar negara yang memberlakukan pembatasan sosial terkait COVID-19.
Latar belakang
Pembatasan sosial (social distancing) adalah serangkaian tindakan non-farmasi yang dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit koronavirus dengan menjaga jarak atau mengurangi kontak fisik secara langsung dengan orang lain.[2]
Istilah pembatasan sosial (social distancing) telah diganti menjadi menjaga jarak fisik (physical distancing) oleh WHO.[1] Perubahan istilah tersebut dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ketika menjaga jarak fisik, bukan berarti memutus kontak sosial dengan keluarga atau orang lainnya.[3][4] Beberapa contoh penerapan physical distancing di antaranya yaitu tidak berjabat tangan (kontak fisik secara langsung), menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi dengan orang lain, menghindari kerumunan, memakai masker, dan juga sering mencuci tangan menggunakan sabun.[5] Tindakan-tindakan tersebut dilakukan dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit koronavirus, karena penyakit tersebut dapat menyebar terutama di antaran orang-orang uang melakukan kontak jarak dekat dan dalam waktu lama. Penyebaran virus dapat terjadi melalui batuk, bersin, atau saat berbicara.[6]
5 Maret 2021 : Universitas diperbolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.[7]
Australia
20 Maret 2020 : Pembatasan acara atau kegiatan yang tidak penting.[8][9]
Pertemuan dalam ruangan yang bersifat tidak penting dan dihadiri lebih dari 100 orang dilarang.[8]
Acara di luar ruangan dengan lebih dari 500 orang dilarang. Namun, untuk acara di luar ruangan kurang dari 500 orang diperbolehkan, dengan syarat telah mendapat izin dan memenuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.[8]
22 Maret 2020 : Pembatasan kegiatan sosial dan bisnis non-esensial.[10]
Fasilitas yang dibatasi mulai tanggal 23 Maret 2020 yaitu tempat hiburan, gym atau tempat olahraga, bioskop, kasino, kelab malam, hotel, restoran atau kafe (layanan pesan antar atau dibawa pulang diperbolehkan), dan pertemuan keagamaan atau tempat ibadah dibatasi dengan jarak 1 orang per 4 m2.[11]
29 Maret 2020 : Pemerintah Australia mengumumkan untuk membatasi pertemuan di dalam dan di luar ruangan, merevisi batas sebelumnya dari 10 orang menjadi 2 orang. Namun terdapat pengecualian untuk batasan tersebut, misalnya pemakaman (maksimal 10 orang) dan pernikahan (maksimal 5 orang).[12]
Belanda
12 Maret 2020 : Work from home dan pembatasan kerumunan.
Pemerintah Belanda menerapkan kebijakan "bekerja dari rumah" (work from home). Selain itu, orang yang memiliki gejala pilek, batuk, sakit tenggorokan atau demam harus tetap di rumah dan menghindari kontak langsung dengan orang lain.
Pertemuan publik yang melibatkan lebih dari 100 orang, termasuk di museum, teater, gedung konser, teater, klub olahraga, dan kompetisi olahraga dibatalkan oleh pemerintah Belanda. Sedangkan perguruan tinggi diminta untuk menyelenggarakan pembelajaran secara daring.[13]
13 Maret 2020: Larangan kunjungan penjara, kecuali menerapkan prosedur hukum.[14]
15 Maret: Semua toko makanan dan minuman, bar, kafe, restoran, gym, sauna, dan kedai kopi harus ditutup, tetapi untuk layanan pesan antar dan dibawa pulang diperbolehkan. Selain itu, masyarakat diimbau agar menjaga jarak 1,5 meter.[9]
17 Maret 2020: Semua layanan pendidikan dan tempat penitipan anak ditutup.
23 Maret 2020: Kunjungan ke perawatan remaja, disabilitas dan psikiatri dibatasi. Aktivitas luar ruangan yang tidak penting dan pertemuan yang melibatkan lebih dari dua orang juga dilarang. Selain itu, masyarakat diimbau untuk menjaga jarak 1,5 meter.[9]
Cina
23 Januari 2020 : Pemerintah Cina menutup akses bus kota, kereta bawah tanah, kapal feri, dan transportasi penumpang jarak jauh lainnya yang ada di Wuhan. Kebijakan tersebut mulai diterapkan pada pukul 10 pagi tanggal 23 Januari 2020. Selain itu, penduduk setempat juga dilarang untuk meninggalkan Wuhan atau bandara, dan juga stasiun kereta api dari koridor Wuhan ditutup sementara.[15]
29 Januari 2020 : Masyarakat diimbau untuk tetap berada di rumah, kecuali untuk keperluan mendesak atau penting. Mereka juga diwajibkan untuk menunjukkan KTP mereka saat keluar dan masuk wilayah.[16]
4 Februari 2020 : Pemerintah Cina mewajibkan seluruh kegiatan perguruan tinggi dilaksanakan secara daring. Kementerian Pendidikan telah menyediakan 22 program kursus daring untuk mendukung pembelajaran.[17]
Denmark
13 Maret 2020 : Semua layanan publik yang tidak penting ditutup, termasuk sekolah dan tempat penitipan anak.[9]
17 Maret 2020 : Pertemuan atau kerumunan lebih dari 10 orang dilarang.[9]
15 Maret 2020 : Terdapat 117 kasus yang terkonfirmasi di Indonesia. Presiden Joko Widodo mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan langkah-langkah pembatasan sosial.[18] Keesokan harinya, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa ia tidak akan menerapkan kebijakan karantina wilayah (bahasa Inggris: lockdown).[19]
31 Maret 2020 : Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, yang mengatur pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan penyakit koronavirus 2019.[20] Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 juga ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Maret 2020, yang menyatakan bahwa pandemi COVID-19 sebagai bencana nasional.[21]
Jerman
16 Maret 2020 : Pemerintah Jerman menutup layanan publik non-esensial untuk membatasi penyebaran penyakit koronavirus 2019. Fasilitas lain yang ditutup meliputi museum, fasilitas hiburan, gereja, masjid, dan fasilitas olahraga. Namun, untuk layanan tertentu seperti toko makanan, apotek, bank, dan lainnya masih diperbolehkan buka dengan syarat menerapkan protokol kesehatan dan kunjungan dibatasi.[22]
22 Maret 2020 : Masyarakat diimbau untuk menjaga jarak 1,5 meter dengan orang lain ketika berada di tempat umum. Selain itu, masyarakat diperbolehkan keluar rumah untuk aktivitas tertentu, misalnya pergi ke tempat kerja, belanja bahan makanan, pengobatan dan lainnya.[23]
Pakistan
13 Maret 2020 : Komite Keamanan Nasional Pakistan menutup institusi pendidikan dan melarang adanya pertemuan atau kerumunan publik selama tiga minggu, termasuk bioskop dan pernikahan. Kebijakan tersebut kemudian diperpanjang selama dua minggu berikutnya.[9]
20 Maret 2020 : Pemerintah Pakistan menginstruksikan semua pegawai non-esensial untuk bekerja dari rumah. Mereka juga dilarang untuk kontak fisik secara langsung seperti berjabat tangan. Pemerintah juga menyarankan bahwa rapat atau pertemuan dilakukan melalui konferensi video.[9]
Selandia Baru
21 Maret 2020 : Pembatasan kunjungan ke fasilitas perawatan lansia. Semua pengunjung harus mendapatkan izin terlebih dahulu dan lama waktu berkunjung juga dibatasi. Anak-anak yang berumur di bawah 16 tahun juga tidak diperbolehkan berkunjung.
22 Maret 2020 : Orang-orang yang berisiko disarankan untuk tetap berada di rumah. Yang dimaksud orang berisiko adalah mereka yang berusia di atas 70 tahun dan mereka yang memiliki kondisi penyakit pernapasan, sistem kekebalan tubuh yang terganggu, penyakit hati, kanker, penyakit ginjal, penyakit jantung, atau diabetes.[24]
23 Maret 2020: Semua penduduk diperintahkan untuk tetap berada di rumah, kecuali ada keperluan atau yang berkaitan dengan layanan esensial. Layanan esensial adalah layanan yang mendukung kebutuhan hidup dan juga bisnis yang mendukung layanan tersebut. Misalnya perawatan kesehatan, apotek, supermarket, dan sejenisnya. Sedangkan semua layanan non-esensial ditutup mulai tanggal 26 Maret 2020.[25]
Penerimaan dan tanggapan
Tujuan dari penerapan kebijakan pembatasan sosial yaitu untuk mencegah penyebaran penyakit korona virus. Misalnya yaitu menjaga jarak 1 hingga 2 meter, tidak melakukan kontak secara langsung dengan orang lain, atau menghindari kerumunan.[26] Meskipun demikian, kebijakan tersebut menuai pro dan kontra.
Amerika Serikat
Kebijakan pembatasan sosial merupakan salah satu cara mencegah penyebaran penyakit korona virus. Meskipun demikian, dr. Sara Goza dari American Academy of Pediatrics (AAP) menyatakan bahwa penting juga untuk menjaga atau memperhatikan kesehatan psikologis pada anak-anak selama masa pandemi. Karena secara tidak langsung, kebijakan pembatasan sosial dapat berdampak pada kesehatan psikologis anak-anak. Mereka menghabiskan waktu berminggu-mingu di rumah dan jauh dari kegiatan sosial, sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti depresi, kecemasan, keinginan bunuh diri, dan lainnya.[27]
Indonesia
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menyatakan bahwa kebijakan pembatasan sosial lebih baik dibandingkan dengan menerapkan kebijakan karantina wilayah (bahasa Inggris: lockdown). Hal tersebut dikarenakan kebijakan sosial masih dapat menggerakkan perekonomian nasional di tengah pandemi. Selain itu, masyarakat juga masih diberi akses ke berbagai kegiatan pada sektor ekonomi, dengan tetap menerapkan kebijakan pembatasan sosial ataupun protokol kesehatan secara ketat. Di lain sisi, Tauhid Ahmad beranggapan bahwa apabila kebijakan karantina wilayah yang diterapkan, maka justru dapat membuat Indonesia mengalami fase krisis ekonomi.[28]
^ abcdefg"COVID-19 Policy Watch". COVID-19 Policy Watch | Tracking governments’ responses to the pandemic (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-02. Diakses tanggal 2021-03-16.