Trubus Soedarsono
Trubus Soedarsono (lahir di Wates, Yogyakarta pada 23 April 1926[1] - meninggal pada September 1966)[2] adalah pematung dan pelukis naturalis Indonesia yang dikenal karena aliran realismenya yang sangat kuat. Trubus tidak sempat menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) karena orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani tidak memiliki uang yang cukup. Sejak kelas 3 SD, Trubus telah membuat dan menggambar sendiri boneka wayang yang digunakannya ketika dia menjadi dalang di acara sunatan teman-temannya. Pada masa kecilnya, Trubus mampu membuat ukiran, topeng kayu, tembem, kelana, dan kepala barongan untuk pertunjukkan tradisional jatilan atau reog. Selain mempelajari cara melukis secara otodidak semasa kecil, saat beranjak remaja Trubus juga pernah belajar kepada Affandi maupun Sindoesoedarsono Soedjojono di Jakarta pada tahun 1942-1945. Pada 1943, Trubus diajak oleh Sudarso bergabung dengan Keimin Bunka Sidosho di Jakarta. Selain melukis, Trubus juga mematung, tepatnya ketika bergabung dengan Sanggar Pelukis Rakyat pada 1950.[3] Trubus diduga meninggal pada tanggal 11 September 1966 saat terjadi pembunuhan kepada orang-orang yang dicurigai berhubungan dengan komunis. Trubus bergabung dengan Pelukis Rakyat.[butuh rujukan] Ia terlibat dengan aktivitas Lembaga Kebudajaan Rakyat yang memiliki kaitan dengan Partai Komunis Indonesia.[4] PolitikSemasa pergerakan nasional di Yogyakarta, Trubus bergabung dengan Seniman Indonesia Muda (SIM) dan Pelukis Rakyat yang dipimpin Hendra Gunawan. Pada tahun 1948, dia dipenjara oleh pemerintah Belanda karena aktivitas politik yang dilakukannya, salah satunya membuat poster propaganda anti-Belanda setelah terjadinya Perang Dunia II dan aktivitas gerilya lain yang membuatnya jadi sangat dicurigai. Setelah keluar dari penjara, ia kembali mengajar di Akademi Seni Rupa Indonesia "ASRI" (Sekarang ISI Yogyakarta) menjadi dosen angkatan yang pertama pada tahun 1950-1960.[butuh rujukan] Selain itu dalam bidang politik, Trubus pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta mewakili Partai Komunis Indonesia.[5] Pada tahun 1956, sebagai pengajar ASRI, Trubus mendapat beasiswa belajar selama setahun di Amerika Serikat, namun Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia menolaknya, karena pada tahun 1954 Trubus pernah mengunjungi Uni Soviet, khususnya ke Cekoslowakia untuk misi kebudayaan, mempelajari perkembangan seni patung dan seni lukis Soviet. KaryaKarya-karya Trubus yang terdiri dari banyak patung dan lukisan telah menjadi koleksi pribadi Presiden Soekarno, Adam Malik, Daoed Joesoef, dan banyak kolektor lainnya, tersimpan di galeri seni dan museum di dalam negeri maupun luar negeri. Trubus menjadi pembuat Patung Urip Soemohardjo.[6] Patung ini dibangun di Magelang. Selain itu, Trubus membuat patung-patung di halaman gedung DPRD Yogyakarta adalah karyanya yang bergaya realistik. Selain itu, beberapa patung yang menghiasi halaman Istana Bogor adalah hasil karyanya. Trubus beserta keluarga besarnya sempat tinggal di paviliun Istana Bogor dalam pengerjaan patung-patung, yang terkenal adalah Si Denok (terinspirasi patung asal Jenewa, Swiss)[7] dan Putri Duyung Endang Trate (terinspirasi patung asal Kopenhagen, Denmark). Trubus juga terlibat dalam pembuatan Tugu Muda di Kota Semarang.[8] Ia juga terlibat dalam pembuatan Patung Selamat Datang di Jakarta yang didesain berdasarkan sketsa Henk Ngantung dan dikerjakan bersama dengan mantan muridnya Edi Sunarso dan beberapa mahasiswa ASRI lainnya. Di dalam karyanya, Trubus memberikan kesan misterius dan mengungkapkan nilai spiritual. Trubus telah membangun sebuah sanggar seni di Kabupaten Sleman sebagai pusat pengajaran dan pembuatan karya seni bagi para seniman.[9] Sanggar tersebut didirikan pada tahun 1958 dan berlokasi Jalan Pakem, Dusun Purwodadi, Desa Pakembinangun. Pada tahun 2022, lukisan Iboekoe yang merupakan lukisan ibu kandung Trubus dipamerkan pada pameran "Revolusi! Indonesia Independent" di Rijkmuseum Amsterdam, Belanda. Referensi
|