Sistem pengeras suara yang dipasang di belakang truk dalam gelaran Notting Hill Carnival di London, Inggris
Horeg atau biasa disebut dengan soundhoreg adalah sebuah paradetata suara (sound system) dalam ukuran sangat besar yang berawal di Jawa Timur.[1] Tidak hanya berukuran besar, sound system yang digunakan dalam horeg juga relatif menghasilkan suara yang tak kalah besar.[1] Sound horeg biasanya cenderung mengembangkan frekuensi bas agar lingkungan sekitar bergetar.
Etimologi
Sound horeg diambil dari gabungan bahasa Inggris dengan bahasa Jawa. "Sound" berarti suara, sedangkan "horêg" dalam bahasa Jawa (ꦲꦺꦴꦉꦒ꧀) berarti "bergetar".[2]
Sejarah
Pada era tahun 2000-an, masyarakat menggunakan alat pengeras suara (sound system) sebagai hiburan sederhana untuk acara hajatan pernikahan. Kemudian, pada 2014, sound horeg muncul di Malang, Jawa Timur, menjadi sebuah parade perayaan yang menggabungkan unsur tradisional dan modern. Fenomena ini kemudian berkembang lebih lanjut, khususnya pada era pasca pandemiCovid-19 pada tahun 2020, terutama di daerah Malang Selatan.[3] Pada perkembangan selanjutnya, fenomena Sound Horeg terus merambah ke daerah-daerah lain di Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti Pati, Blitar, Jember, Kudus, Demak, dan Rembang.[2]
Horeg menurut daerah
Jawa Timur
Jawa Timur, khususnya wilayah Malang, dikenal sebagai tempat lahirnya fenomena sound horeg sejak sekitar tahun 2014. Komunitas seperti Faskho Sengox dan BJ Hunter di Blitar menjadi pelopor awal, diikuti oleh Brewog Audio yang kemudian populer sebagai ikon sound horeg di wilayah tersebut.[butuh rujukan]
Sound horeg di Jawa Timur sering tampil dalam berbagai acara seperti karnaval, hajatan, dan festival desa, dengan ciri khas suara bass yang kuat dan penggunaan kendaraan besar sebagai panggung berjalan.[butuh rujukan]
Yogyakarta
Di Yogyakarta, sound horeg mulai diadopsi dalam acara budaya seperti Kirab Budaya Babad Dalan Sodo di Gunungkidul, di mana sistem suara besar digunakan untuk mengiringi pertunjukan seni tradisional.
Meskipun belum sepopuler di Jawa Timur, komunitas sound horeg di Yogyakarta berkembang dengan menggabungkan elemen lokal dan modern.[butuh rujukan]
Jawa Tengah
Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, sound horeg menjadi bagian dari karnaval dan perayaan desa. Namun, penggunaannya menimbulkan kontroversi, seperti insiden di Desa Waturoyo, di mana seorang warga menyiram air ke arah rombongan sound horeg karena merasa terganggu oleh kebisingan.
Meskipun demikian, komunitas Sound Horeg di Pati tetap aktif dan terus mengadakan pertunjukan.[butuh rujukan]
Bali
Di Bali, sound horeg mulai diintegrasikan dalam perayaan tradisional seperti pawai Ogoh-Ogoh menjelang Nyepi, dengan penambahan sistem suara besar untuk menambah semarak acara.
Namun, ada juga penolakan dari sebagian masyarakat yang ingin menjaga kesakralan tradisi tanpa pengaruh modernisasi berlebihan.[butuh rujukan]
Sumatera
Di Sumatera, khususnya Sumatera Selatan, sound horeg mulai dikenal dan digunakan dalam berbagai acara. Namun, penggunaan sistem suara besar ini menimbulkan tantangan, seperti insiden di mana getaran dari sound horeg menyebabkan kerusakan pada perabotan rumah makan.[butuh rujukan]
Teknis
Perangkat elektronik
Satu paket sound system terdiri dari 12 boks. Satu boks sound system terdiri dari empat speaker yang masing-masing berdaya 200.000 watt.[2] Sehingga jika ditotal, sebuah paket sound horeg bisa mencapai intensitas kebisingan sebesar 130 dB. Kurang lebih setara dengan tingkat kebisingan pesawat jet.
Pada truk sound horeg, juga disediakan beberapa perangkat pemutar muski seperti amplifier, mixer, dan equalizer, yang dioperasikan langsung oleh operator musik.
Adapun untuk kebutuhan sumber listrik, pengelola sound horeg menyediakan genset berdaya 100.000 - 150.000 KWh[2] yang langsung dipasang di dalam truk.
Penari latar
Setiap pertunjukan sound horeg biasanya diiringi penari latar yang berada di belakang sound system dan menari mengikuti alunan lagu yang diputar DJ. Penari tersebut tidak disediakan oleh pemilik sound system, melainkan disediakan oleh penyewa jasa atau pengelola acara. Tarif penari latar beragam, tergantung penampilnya. Jika penari latar menggunakan selebgram dengan jumlah follower banyak, tarifnya akan tinggi. Namun, pada praktiknya, warga dan remaja lokal yang tinggal di sekitar tempat acara bisa saja bergabung menjadi penari latar secara sukarela.[butuh rujukan]
Disjoki (DJ)
Konsumen dapat memesan langsung lagu yang akan diperdengarkan saat pertunjukan sound horeg. Lagu pesanan tersebut nantinya akan di-mixing oleh DJ (disjoki/disk jockey), dengan tarif Rp 500.000 untuk setiap lagu yang di-mixing.[2] Lagu hasil mixing tersebut kemudian sepenuhnya akan menjadi hak milik penyewa jasa sound horeg.
Umumnya, genre yang populer diperdengarkan di sound horeg adalah genre dangdutkoplo dengan sentuhan remix modern.[butuh rujukan]
Harga
Harga satu paket penyewaan sound horeg untuk satu sound system truk berukuran sedang berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 50 juta per acara.[2] Harga tersebut dapat berubah bergantung dari jarak ke tempat acara. Sementara itu, untuk paket truk berukuran besar, harganya dapat mencapai Rp 50 juta hingga Rp 75 juta. Jika pertunjukan diadakan di tempat yang jauh, seperti di luar kota ataupun luar provinsi, ada tambahan biaya di kisaran Rp 10 juta - Rp 15 juta.[butuh rujukan]
Durasi
Sound horeg disewa selama dua hari, atau sekitar 14 jam pertunjukan.[2] Pada penampilan hari pertama, disediakan jatah 6-7 jam. Sisa jamnya akan ditampilkan pada hari berikutnya.[butuh rujukan]
Tata cahaya
Dalam sebuah penampilan sound horeg, terdapat penggunaan lampu sorot dan videotron. Untuk videotron, dikenakan harga sewa Rp 5 juta untuk layar videotron berukuran tiga meter.[2] Biaya sewa akan semakin besar, jika penyelenggara acara memutuskan untuk memilih ukuran videotron yang lebih besar.
Kontroversi
Agustus 2023: parade sound horeg untuk memperingati HUT ke-78 RI di Malang, Jawa Timur mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sekitar akibat getaran yang dihasilkan.[2]
September 2023: sejumlah warga di Desa Kasri, Bululawang, Lawang, Malang, Jawa Timur merusak pagar pembatas jembatan yang dianggap menghalangi truk sound horeg yang hendak lewat.[4]
September 2023: sebuah pikap sound horeg menabrak sejumlah peserta karnaval di Jalan Raya Kedung Boto, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang dan mengakibatkan 1 siswa SMP meninggal dunia dan enam orang luka-luka, termasuk seorang balita.[5]
September 2023: seorang kakek di Jabung, Kabupaten Malang, meninggal dunia setelah serombongan sound horeg melintas di depan rumahnya.[6]
April 2024: warga Desa Babatan, Kecamatan Kebonagung, Demak, Jawa Tengah merusak jembatan agar truk sound horeg bisa lewat.[7]
April 2024: seorang warga Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, meninggal dunia setelah terjatuh dari truk sound horeg yang ditumpanginya.[8]
Agustus 2024: etalase sebuah toko pecah akibat parade sound horeg di Mendalanwangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.[9]
Agustus 2024: seorang ibu di Pati, Jawa Tengah, memprotes suara bising yang ditimbulkan parade sound horeg. Protes ini hampir berujung pada aksi pengeroyokan oleh panitia karnaval.[10]
Agustus 2024: seorang kru sound horeg meninggal dunia akibat terjatuh dari truk saat persiapan karnaval di Desa Kedungwaru, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.[11]
Mei 2025: sejumlah kapal adu sound horeg di atas perairan Pasuruan, tepatnya di Desa Wates, Kecamatan Nguling, dan Desa Semedusari, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan.[12] Peristiwa ini memicu komentar guru besar IPB mengenai bahaya sound horeg terhadap ekosistem laut.[13]
Mei 2025: sound horeg setinggi 5 meter roboh menimpa sejumlah anak-anak di Bondowoso dan para korban dilarikan ke puskesmas.[14]
Juli 2025: seorang pengusaha sound horeg merasa keberatan dengan fatwaharam hasil bahtsul masail sejumlah pesantren di Jawa Timur dan menyebut Indonesia sulit menjadi negara maju akibat pelarangan ini.[15]
Juli 2025: warga di Desa Ngampelrejo, Tuban, berpolemik tentang iuran untuk biaya sewa sound horeg yang mencapai Rp600.000 per kepala keluarga.[16] Fenomena sama juga terjadi di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.[17] Di tengah kondisi pelemahan ekonomi, iuran warga untuk sound horeg dinilai memberatkan.[17]
Juli 2025: kericuhan dan adu pukul terjadi antara warga dan peserta karnaval bersih desa di Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Sepasang suami istri yang anaknya sedang sakit merasa terganggu dengan suara bising sound horeg yang dibawa oleh rombongan karnaval.[18][19] Kejadian ini berujung pada pelarangan sound horeg di wilayah hukum Kota Malang.[20]
Juli 2025: beredar video pertunjukan sound horeg asal Malang yang menampilkan logo halal melalui layar LED.[21]
Juli 2025: Pemerintah Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi sorotan usai merilis surat edaran yang meminta para lansia, warga yang memiliki balita, serta warga yang sakit untuk mengungsi karena karnaval 11 sound horeg pada 23 Juli 2025.[22][23]
Juli 2025: tiga orang tewas setelah menenggak minuman keras oplosan saat menonton karnaval sound horeg "Kepung Carnival" di Desa Kepung, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri pada 26 Juli 2025.[24][25]
Juli 2025: seorang warga beserta keluarganya di Desa Kepung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, mengalami teror dan intimidasi fisik, serta menjadi korban pengungkapan dan penyebaran identitas pribadi (doksing) setelah memprotes karnaval sound horeg di desanya.[26][27]
Agustus 2025: Anik Mutmainah (38), seorang ibu rumah tangga di Lumajangpingsan dan meninggal dunia saat menonton sound horeg di Desa Selok Awar-awar, Lumajang pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Video detik-detik kematiannya banyak direkam dan diunggah oleh warga ke media sosial.[28]
Agustus 2025: Jumlah pasien THT di RSUD Dokter Haryoto Lumajang mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir, rata-rata mereka mengeluhkan gangguan telinga setelah menonton karnaval sound horeg.[29]
Pengharaman oleh fatwa MUI Jawa Timur
Berdasarkan hasil bahtsul masail perwakilan sejumlah pesantren se-JawaMadura pada 26-27 Juni 2025[30] di Pesantren Raudlatul Ulum, Besuk, Pasuruan, hukum sound horeg adalah haram mutlak. Para ulama yang berkumpul dalam Forum Satu Muharram tersebut menyepakati bahwa penggunaan sound horeg mengganggu dan membawa dampak sosial dan moral yang buruk dalam setiap pertunjukannya.[31][32] Sebelumnya, pada 17 November 2024, ulama dan santri yang berkumpul dalam forum Bahtsul Masa’il Kubro (BMK) ke-5 di Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, juga telah menjatuhkan fatwa yang sama.[33] Para ulama di Denanyar menyoroti penggunaan volume berlebihan pada sound horeg. Pelanggaran terhadap batasan suara keras yang telah ditetapkan oleh pakar kesehatan berpotensi merusak sistem pendengaran dan berdampak buruk pada psikologi dan fisiologi manusia.[34][35]
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur melalui salinan Fatwa MUI Jatim Nomor 1/2025 tentang Penggunaan Sound Horeg juga telah menyatakan keharaman sound horeg. Dasar pertimbangan MUI Jatim adalah intensitas suara yang melebihi batas kewajaran dan gangguan yang ditimbulkan terhadap khalayak umum.[36] Keputusan ini diambil setelah mereka menerima surat permohonan fatwa dari masyarakat yang ditandatangi oleh 828 orang pada 3 Juli 2025 dan berdiskusi dengan dokter spesialis THT. Volume sound horeg disebut bisa mencapai 120-135 desibel (dB) atau lebih, sedangkan ambang batas yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 85 desibel (dB) untuk paparan selama 8 jam.[37] Selain faktor kebisingan, MUI juga menyoroti perusakan fasilitas umum dan properti masyarakat, percampuran laki-laki dan perempuan dalam ajang joget, serta hal-hal negatif lainnya, baik saat pertunjukan diselenggarakan di lokasi khusus maupun diarak di jalan. Sound horeg dinilai mengandung aspek tabdzir (pemborosan) serta idha'atul mal atau menyia-nyiakan harta yang hukumnya adalah haram secara mutlak.[37]
Peraturan daerah Jawa Timur
Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Jawa Timur telah merilis SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 tanggal 6 Agustus 2025 tentang penggunaan sistem tata suara di wilayah Jawa Timur. SE ini mengatur tingkat kebisingan dengan membagi sound berdasarkan mobilitasnya:[38]
Pengeras suara statis (menetap), seperti untuk konser musik atau pertunjukan seni budaya di dalam maupun luar ruangan: maksimal 120 desibel (dBA).
Pengeras suara nonstatis (bergerak), seperti pada karnaval budaya atau aksi unjuk rasa: maksimal 85 desibel (dBA).
Selain itu, disebutkan pula bahwa penyelenggara harus mendapat izin kegiatan; truk pengangkut sound baik untuk pertunjukkan bergerak maupun statis harus melakukan Uji Kelayakan Kendaraan (KIR); tidak diperbolehkan merusak properti; serta panitia diwajibkan mematikan sound saat melintas di depan rumah sakit, tempat ibadah jika sedang berlangsung peribadatan, lembaga pembelajaran jika ada sedang berlangsung proses belajar mengajar, dan ambulans yang lewat. Peraturan ini juga melarang penggunaan sistem tata suara untuk kegiatan yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, dan norma hukum. Sanksi berupa penghentian acara dan tindakan polisi akan diberlakukan jika ada pelanggaran yang terjadi.[38]
Seorang pengamat kebijakan publik, Alie Zainal, menyatakan bahwa peraturan ini tidak realistis. Ia menyebut peraturan ini dibuat tanpa mempertimbangkan fakta di lapangan, seperti batasan volume yang seharusnya hanya sampai 85 desibel. Ia juga meragukan efektivitas SE ini jika tanpa disertai pengawasan ketat dan sumber daya yang memadai.[39]