Sardjito
Prof. dr. M. Sardjito (13 Agustus 1889 – 5 Mei 1970)[3] adalah dokter yang menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pada masa perang kemerdekaan, ia ikut serta dalam proses pemindahan Institute Pasteur dari Bandung ke Klaten. Selanjutnya ia menjadi Presiden Universiteit (sekarang disebut rektor) Universitas Gadjah Mada (UGM) yang pertama dari awal berdirinya UGM tahun 1949 sampai 1961, selanjutnya menjadi Rektor ketiga Universitas Islam Indonesia (UII). Namanya diabadikan sebagai nama sebuah rumah sakit umum pusat rujukan provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Pada tanggal 8 November 2019, Sardjito dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo dalam sebuah upacara di Istana Negara.[4] Yang menerima penghargaan mewakili keluarga ahli waris adalah Dyani Poedjioetomo, Cucu dari Sardjito.[5] Pendidikan
Peran ProfesionalSetelah lulus dari STOVIA, Sardjito menjadi dokter di Rumah Sakit Djakarta dan ikut dalam riset mengenai penyakit influenza pada tahun 1918 hingga 1919. Sebelum melanjutkan studi ke Universitas Amsterdam, Ia juga menjadi dokter di Institute Pasteur Djakarta dari tahun 1916 hingga 1920. Sepulangnya dari Amsterdam dan Leiden, Sardjito diberikan kepercayaan sebagai dokter di Laboratorium Pusat Djakarta (1924-1929), Kepala Laboratorium di Makasar (1930). Ia juga mempunyai kesempatan untuk bekerja di Laboratorium Reichsgesundheitsamt (Kantor Kesehatan Reich) Berlin, Jerman pada tahun 1931.[3] Pulang dari Jerman, ia diberi tanggung jawab untuk memimpin Laboratorium Semarang (1931-1944) dan menjadi Kepala Institute Pasteur Bandung (1945). Dengan adanya pemindahan Institute Pasteur dari Bandung ke Klaten, akhirnya Sardjito pindah ke Klaten pada tahun 1946. Di mana 3 tahun setelahnya (1949), ia bersama Hamengkubuwana IX, Prof.Dr. Prijono, Prof.Ir. Wreksodiningrat, Prof. Ir. Harjono dan lain-lain sepakat untuk membentuk Universitas Gadjah Mada. Sardjito terpilih menjadi rektor pertama UGM dari tahun 1949 hingga 1961. Pergerakan politik
WafatPada tanggal 5 Mei 1970, Sardjito wafat di RS Panti Rapih Yogyakarta pada usianya ke-80. Ia meninggalkan seorang istri dan seorang putra dengan dua orang cucu. Begitu banyak jasanya terhadap ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan dengan upacara militer dengan diberangkatkan dari Balairung UGM ke Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara. Referensi
Pranala luar
|