Litham
Litham (Arab: لِثَام, romanisasi: lithām; kadang diucapkan lifam) adalah penutup mulut yang secara tradisional digunakan oleh suku Tuareg dan para nomaden di Afrika Barat dan Utara, terutama dipakai oleh kaum pria.[1] Peran dan MaknaLitham berfungsi sebagai pelindung dari debu dan suhu ekstrem yang menjadi ciri khas lingkungan gurun. Dalam kasus perseteruan berdarah, litham juga berperan untuk melindungi pemakainya dari kekerasan dengan membuatnya sulit dikenali. Penggunaan litham tidak dianggap sebagai kewajiban agama, meskipun konon dipercaya memiliki perlindungan magis terhadap kekuatan jahat.[1] Sejarah dan PraktikDalam ukiran batu purba di Afrika, menggambarkan wajah manusia dnegan mata tetapi tanpa mulut atau hidung. Hal ini menunjukkan bahwa asal-usul litham tidak hanya ada di zaman pra-Islam, tetapi bahkan ada sejak zaman pra-sejarah. Litham umumnya dipakai oleh suku Berber Sanhaja di Afrika Barat Laut. Penggunaannya oleh kaum Almoravid—yang berasal dari klan Sanhaja—memberinya makna politik selama penaklukan mereka pada abad ke-11 dan ke-12. Praktik ini membuat Almoravid mendapat julukan merendahkan "al-mulaththamun" (orang-orang yang tertutup).[2] Dinasti Almohad yang menggantikan Aloravid sebagai kekuatan dominan di Afrika Utara, menentang penggunaan litham dengan alasan bahwa pria dilarang meniru pakaian perempuan. Namun, mereka tidak pernah berhasil sepenuhnya dalam melakukan pelarangan penggunaannya.[3] Di kalangan suku Tuareg, pria memakai litham—disebut juga tagelmust, sedangkan perempuan mengenakan cadar. Anak laki-laki Tuareg mulai mengenakan litham saat memasuki masa pubertas, dan cadar ini dianggap sebagai tanda kedewasaan. Bagi mereka, tidak pantas bagi seorang pria untuk tampil tanpa cadar di hadapan orang yang lebih tua, terutama dari keluarga istrinya.[3] Litham Tuareg dibuat dari beberapa potong kain Sudan yang dijahit menjadi satu hingga membentuk lembaran sepanjang sekitar empat yard.[4] Tagelmust, Afrwal atau Litham![]() Tagelmust (juga dikenal sebagai cheich, cheche, dan litham ) adalah bentuk litham yang terbuat dari kain katun berwarna indigo menyerupai kombinasi antara kerudung dan sorban. Kain ini panjangnya bisa mencapai lebih dari 10 meter (33 kaki). Tagelmust dikenakan oleh pria Tuareg Berber, Hausa dari wilayah Sahel Utara, dan Songhai. Saat ini, berbagai warna lain telah digunakan, sementara kain berwarna indigo biasanya disimpan untuk acara-acara khusus.[5] Tagelmust menutupi bagian kepala dan membantu pemakainya menghindari menghirup pasir yang terbawa angin di wilayah Gurun Sahara.[6] Banyak pemakainya percaya bahwa pewarna indigo memiliki manfaat kesehatan dan estetika. Zat warna indigo yang menyerap ke dalam kulit juga dianggap melindungi tubuh dan menjadi tanda kemakmuran.[7] Karena keterbatasan air, kain tagelmust sering kali diwarnai dengan cara dipukul menggunakan serbuk indigo kering, bukan direndam dalam cairan pewarna. Akibatnya, warna biru dari pewarna itu sering kali menempel permanen pada kulit pemakainya sehingga suku Tuareg sering disebut sebagai "orang-orang biru dari gurun"[8] Di antara suku Tuareg, pria yang mengenakan tagelmust disebut "Kel Tagelmust" atau "orang-orang bertudung." Tagelmust hanya dikenakan oleh pria dewasa dan dilepas hanya di hadapan keluarga dekat. Para pria Tuareg merasa malu jika harus memperlihatkan mulut atau hidung mereka. Selain sebagai perlindungan, cara membungkus dan melipat tagelmust juga menunjukkan asal-usul klan dan daerah pemakainya. Semakin gelap warna kainnya, semakin kaya orang yang mengenakanannya.[9] Cara Memakai Tagelmust, Afrwal atau Litham![]() Setiap suku nomaden memiliki cara sendiri dalam mengenakan tagelmust atau afrwal atau litham. Ada yang melilitkannya dengan gaya yang unik disesuaikan dengan bentuk kepala, aktivitas sehari-hari, serta panjang kain yang mereka gunakan. Setiap anggota suku dapat dikenali dari cara khas mereka mengenakan tagelmust. Berikut adalah langkah-langkah dalam membuat hiasan kepala tagelmust atau afrwal atau litham:[10]
Dalam Sastra dan FolklorSejumlah legenda diciptakan untuk menjelaskan kebiasaan pria mengenakan cadar. Salah satunya menceritakan bahwa jika seseorang gugur dalam pertempuran dan kehilangan litham-nya, teman-temannya tidak akan mengenalinya hingga cadar tersebut dikembalikan ke wajahnya.[11][12] Kata litham dan turunannya banyak digunakan dalam sastra Arab, terutama dalam puisi yang sering memainkan makna ganda antara "cadar" dan kata kerja "lathama" yang berarti "mencium". Dalam kisah Seribu Satu Malam, perempuan menggunakan litham untuk menyamar sebagai pria.[13] Dalam kamus klasik Lisan al-Arab karya Ibn Manzur, lifam dianggap sebagai kata terpisah dan dijelaskan sebagai penutup mulut yang dikenakan oleh perempuan.[14] Referensi
|