Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Iman

Iman adalah suatu "keyakinan terhadap Tuhan atau doktrin ajaran agama".[1] Umat beragama menganggap iman sebagai keyakinan dengan tingkat kepastian, atau bukti,[2][3] sementara orang-orang yang cenderung skeptis menganggap iman sebagai kepercayaan belaka tanpa pembuktian.[4][a]

Menurut Thomas Aquinas, iman adalah "suatu tindakan cerdas yang menyetujui kebenaran atas perintah keinginan".[b] Agama memiliki tradisi yang panjang — sejak zaman purba — dalam menganalisis pertanyaan-pertanyaan tentang dewa/tuhan menggunakan pengalaman manusia pada lazimnya seperti sensasi, akal budi, sains, dan sejarah yang tidak bergantung pada wahyu; itu disebut teologi alamiah.[c]

Etimologi

Perkataan iman berasal dari bahasa Arab iman (إيمان), yang diambil dari kata kerja aamana (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Kata iman juga dipakai sebagai padanan kata pistin (bahasa Yunani: πίστιν) dalam Kristen.[8][d] Alkitab Terjemahan Baru (TB) mencatat kata "iman" sebanyak 155 kali. Iman sering dimaknai "percaya" (kata sifat) dan tidak jarang juga diartikan sebagai kepercayaan (kata benda).[e]

Buddhisme

Dalam Buddhisme, iman―meskipun dengan konsep yang sangat berbeda dari tradisi agama-agama Abrahamik―mengacu pada keyakinan terhadap Triratna, yaitu Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Keyakinan tidak hanya terhadap suatu tokoh, tetapi juga terkait dengan konsep-konsep dalam ajaran Buddha seperti efikasi karma dan kemungkinan mencapai kecerahan. Keyakinan dipandang sebagai komitmen untuk mempraktikkan ajaran Buddha, seperti bederma, moralitas, dan meditasi secara berkelanjutan. Dalam Buddhisme awal dan aliran Theravāda, iman terpusat terhadap kecerahan Buddha (tathāgatabodhi-saddhā) atau, secara alternatif, terhadap Triratna (ratanattaya-saddhā): keyakinan terhadap Buddha, dhamma, dan sangha.[10][11][12][13][14] Menurut Buddhisme, keyakinan adalah faktor mental yang memercayai suatu objek. Faktor-mental keyakinan dalam Buddhisme bukanlah kepercayaan yang sepenuhnya memerlukan kepatuhan buta (amūlika-saddhā) dengan mengesampingkan fakta, investigasi, dan kebijaksanaan. Seseorang juga tidak akan bisa menyakiti makhluk lain atas dasar keyakinannya.[10]

Islam

Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Iman itu ditujukan kepada Allah, kitab kitab dan Rasul. Iman itu ada dua jenis: Iman Hak dan Iman Batil. Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang-orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, di setiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. Atau juga pandangan dan sikap hidup. Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."

Kekristenan

Iman dalam Kekristenan adalah suatu keyakinan sentral yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam kaitannya dengan injil (Kabar Baik).[15] Menurut Yesus, iman merupakan suatu tindakan percaya dan penyangkalan diri sehingga orang tidak lagi mengandalkan kebijaksanaan dan kekuatannya sendiri tetapi melekatkan diri pada kuasa dan perkataan dari Dia yang ia percayai.[16][17] Sejak Reformasi Protestan, pengertian dari istilah ini telah menjadi suatu objek dari ketidaksepakatan teologis utama dalam Kekristenan Barat. Sebagian besar dari perbedaan tersebut telah diatasi dalam Deklarasi Bersama tentang Doktrin Pembenaran (1999). Kekristenan berbeda dengan agama Abrahamik lainnya karena berfokus pada ajaran-ajaran Yesus, kedudukan-Nya sebagai Kristus yang dinubuatkan, termasuk keyakinan akan 'Perjanjian Baru'. Menurut kebanyakan tradisi Kristen, iman Kristen atau Kristiani mensyaratkan suatu keyakinan akan kebangkitan Yesus "dari antara orang mati", yang Dia nyatakan sebagai rencana dari Allah Bapa.[18][19]

Catatan

  1. ^ Faith means intense, usually confident, a belief that is not based on evidence sufficient to command assent from every reasonable person.[5]
  2. ^ As unforced belief, faith is 'an act of the intellect assenting to the truth at the command of the will' (Summa theologiae, II/II, Q. 4, art. 5); and it is because this is a free and responsible act that faith is one of the virtues... Aquinas thus supported the general (though not universal) Christian view that revelation supplements, rather than cancels or replaces, the findings of sound philosophy.[6]
  3. ^ For purposes of studying natural theology, Jews, Christians, Muslims, and others will bracket and set aside for the moment their commitment to the sacred writings or traditions they believe to be God's word. Doing so enables them to proceed together to engage in the perennial questions about God using the sources of evidence that they share by virtue of their common humanity, for example, sensation, reason, science, and history. Agnostics and atheists, too, can engage in natural theology. For them, it is simply that they have no revelation-based views to bracket and set aside in the first place.[7]
  4. ^ Menurut beberapa versi terjemahan Alkitab, kata "iman" yang dalam bahasa Yunani tertulis sebagai πίστιν (baca "pistin") Namun dalam beberapa versi terjemahan Alkitab, kata "iman" dan kata "percaya" diterjemahkan juga dari kata Yunani "πίστις" (baca "pistis").
  5. ^ Menurut Paulus: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat"[9]

Referensi

  1. ^ "Definition of faith". Dictionary.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2023-03-09. Diakses tanggal 2023-03-03.
  2. ^ Plantinga, Alvin (January 27, 2000). Warranted Christian Belief. USA: Oxford University Press. hlm. 169–199. ISBN 978-0-19-513192-5. Diakses tanggal November 27, 2019.
  3. ^ Boa, Kenneth D.; Bowman, Robert M. Jr. (March 1, 2006). "Warranted Christian Belief". Faith Has Its Reasons: Integrative Approaches to Defending the Christian Faith. USA: IVP Books. hlm. 251–255. ISBN 978-0-8308-5648-0.
  4. ^ Russell, Bertrand. "Will Religious Faith Cure Our Troubles?". Human Society in Ethics and Politics. Diarsipkan dari asli tanggal 2020-11-12. Diakses tanggal 16 August 2009.
  5. ^ Kaufmann, Walter Arnold (1961). The Faith of a Heretic. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-16548-6.
  6. ^ "Faith and Reason". Encyclopedia Britannica. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2023-05-07. Diakses tanggal 2023-05-07.
  7. ^ "Natural Theology". Internet Encyclopedia of Philosophy. University of Tennessee. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2021-05-08. Diakses tanggal 2023-05-07.
  8. ^ Strong #4102
  9. ^ Ibrani 11:1
  10. ^ a b Kheminda, Ashin (2019-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94342-7-4.
  11. ^ Kheminda, Ashin (2020-02-01). KAMMA: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94011-0-8.
  12. ^ Wichian, Phurapha Phramaha (2016). "An investigation of the concept of Saddhā in Theravāda Buddhism and its significance in the modern world" (PDF). International Research Journal of Interdisciplinary & Multidisciplinary Studies (IRJIMS). II (III). Ph.D. scholar, Centre for Buddhist studies, University of Hyderabad, Hyderabad, India: 17–20. ISSN 2394-7969.
  13. ^ Medhācitto, Tri Saputra (2022). Aspek Sosiologi dalam Sigālovāda Sutta (PDF). Semarang: Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra. hlm. 46–48. ISBN 978-602-53319-9-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  14. ^ Payutto, P. A. (2007). The Buddhist's Tenets: A Starting Point and a Unifying Point—A Convergence for Success and Prosperity (PDF). Nakhon Pathom: Wat Nyanavesakavan. hlm. 10–11. ISBN 9749414381. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  15. ^ Markus 1:15
  16. ^ Matius 21:25; Lukas 1:20
  17. ^ (Inggris) Footnote b to Matthew 8:10 in The New Jerusalem Bible, London: Darton, Longmann & Todd, 1985. ISBN 0-232-51650-2, p. 1621.
  18. ^ 1 Korintus 15:1–4,14; Kisah 2:32; Filipi 3:10; Yohanes 11:25
  19. ^ (Inggris) Dictionary of Premillennial Theology by Mal Couch 1997 ISBN 0-8254-2410-0 page 127
Kembali kehalaman sebelumnya