Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Batang Garing

Tugu Batang Garing yang ada di Kapuas, Kalimantan Tengah, mengambil inspirasi dari kepercayaan suku Dayak Ngaju tentang Pohon Kehidupan.

Batang Garing (batang haring) adalah Pohon Kehidupan dalam kepercayaan suku Dayak.[1]

Batang Garing adalah pohon simbolis yang diciptakan bersamaan dengan diciptakannya leluhur suku Dayak Ngaju. Pohon ini dianggap menjadi pohon petunjuk untuk mengatur kehidupan yang harus diajarkan pada keturunan Dayak Ngaju.[2]

Sejarah Batang Garing

Suatu waktu, Ranying Hatalla Langit (penguasa alam atas) bersama sang istri, Jata Balawang Bulau (penguasa alam bawah) sepakat untuk menciptakan dunia, diawali dengan penciptaan Batang Garing (Pohon Kehidupan). Batang, daun, tangkai dan buah Batang Garing semuanya terdiri dari berbagai jenis logam dan batu mulia.[1]

Jata Balawang Bulau melepaskan burung tingang betina (enggang betina) dari sangkar emasnya. Burung itu kemudian terbang, lalu hinggap menikmati buah-buahan Batang Garing, bersamaan dengan itu Ranying Hatalla Langit melemparkan keris emasnya, lalu menjelma menjadi tingang jantan yang disebut Tembarirang. Sang jantan turut hinggap dan menikmati buah-buahan Batang Garing.[1]

Kedua tingang berlainan jenis ini rupanya saling iri dan cemburu, sampai akhirnya terjadi perang. Pertempuran ini menghancurkan Batang Garing dan kedua burung itu sendiri. Dari keping-keping kehancuran inilah tercipta kehidupan baru, alam semesta dan segala jenisnya.[1]

Dari kehancuran tadi tercipta pula sepasang insan. Sang wanita bernama Putir Kahukum Bungking Garing (puteri dari kepingan Gading) dan sang pria bernama Manyamei Limut Garing Balua Unggon Tingang (sari pohon kehidupan yang dipatahkan oleh Tingang). Masing-masing insan ini memperoleh perahu, untuk sang wanita bernama bahtera emas (Banama Bulau) dan untuk sang pria bernama bahtera intan (Banama Hintan).[1]

Kedua insan ini kemudian menikah dan mendapatkan keturunan pertama berupa babi, ayam, anjing dan kucing. Keturunan kedua berwujud manusia, yaitu Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Bunu.[1]

Sumber Tertulis

Suku Dayak Ngaju memiliki keyakinan bahwa keberadaan alam kehidupan ini berawal dari sebuah pohon yang disebut Batang Garing atau Batang Haring. Keyakinan ini dijelaskan pula dalam kitab suci Panaturan (Kitab suci umat Hindu Kaharingan). Dalam Panaturan Pasal 2 ayat 5, dijelaskan mengenai penciptaan Batang Garing, yaitu:

RANYING HATALLA haduanan panatau RANYING PANDEREH BUNU, IE mantejek huang bentuk tasik lumbah; Hayak Auh Nyahu Batengkung Ngaruntung Langit, homboh Malentar Kilat Basiring Hawun, panatau Ranying Pandereh Bunu basaluh manjadi BATANG HARING, hayak IE mananggare jete bagare BATANG KAYU JANJI; Kalute RANYING HATALLA mampajadi kahandake ije katelue.

Artinya:

Kemudian RANYING HATALLA mengambil lagi panatau RANYING PANDEREH BUNU, yaitu sifat kemuliaan-NYA Yang Maha Lurus, Maha Jujur dan Maha Adil, IA menempatkan itu di tengah-tengah samudera luas, yang disertai bunyi Guntur menggemuruh memenuhi alam semesta, Petir Halilintar menggetarkan buana, Ranying Pandareh Bunu berubah menjadi BATANG HARING; Bersama itu IA menyebutkan namanya BATANG KAYU JANJI; Begitulah RANYING HATALLA menjadikan kehendak-NYA yang ketiga.[1]

Bagian Pohon Batang Garing

  • Batang: Batang Garing berbentuk seperti mata tombak yang mengarah ke atas atau ke langit. Hal ini dipercaya melambangkan kepercayaan agama Kaharingan (kepercayaan suku Dayak) kepada Ranying Hatala Langit, sumber segala kehidupan.
  • Dahan: Setiap dahan memiliki tiga buah yang menghadap ke atas dan ke bawah. Dahan tersebut melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Bunu.
  • Buah: Buah yang ada pada Batang Garing melambangkan kelompok umat manusia. Ada buah yang mengarah ke atas dan ada yang mengarah ke bawah, sebagai pengingat bagi manusia untuk selalu menghargai antara sesama.
  • Daun: Daun dari Batang Garing melambangkan ekor dari burung yang menjadi identitas suku Dayak, yaitu burung enggang (burung tingang).
  • Guci: Bagian bawah Batang Garing terdapat guci berisi air suci, serta dahan berlekuk yang melambangkan Jatha atau dunia bawah, atau sering disebut dengan Pulau Batu Nindan Tarung, pulau yang menjadi tempat manusia pertama kali sebelum diturunkan ke bumi.[1]

Galeri

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h Mirim; Sudiman (2018). "Batang Haring (Sebuah Kajian Mitologi, Fungsi dan Makna)". Jurnal Widya Katambung. 9 (1).
  2. ^ Febriyana, Wahyu. "Batang Garing dan Tingang Simbol Puspa dan Satwa Dayak". mmckalteng. Diakses tanggal 2025-06-18.
Kembali kehalaman sebelumnya