Perang Sumedang–CirebonPerang Sumedang–Cirebon adalah konflik antar 2 kerajaan Jawa Barat yaitu Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Sumedang Larang. Perang ini dipicu oleh Peristiwa Harisbaya, yaitu terjadinya perselingkuhan antara Raja Kusumadinata II atau dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun (Raja Sumedang Larang) dengan Ratu Harisbaya, selir Panembahan Ratu I (Sultan Cirebon) yang melarikan diri ke Sumedang.[1][2]
Latar belakangPrabu Geusan Ulun di masa muda menghabiskan waktunya di Demak Bintoro untuk memperdalam ilmu agama, dimana ia berkenalan dengan Harisbaya yang saat itu belum menikah. Ketika sudah menjadi raja, Prabu Geusan Ulun melakukan perjalanan ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Sultan Panembahan Ratu I. Saat Prabu Geusan Ulun berada di Cirebon, ia kembali bertemu dengan Harisbaya yang sudah menjadi selir Sultan Cirebon. Harisbaya memohon agar membawa dia dibawa ke Sumedang karena tidak bahagia tinggal di Pakungwati. Prabu Geusan Ulun pun menyanggupi pendapat itu. Saat pagi hari, Panembahan Ratu I tidak menemukan Harisbaya dan memutuskan untuk mencarinya. ketika menyadari bahwa Harisbaya menghilang, Panembahan Ratu I mencurigai Prabu Geusan Ulun adalah pelakunya, dan Sultan Cirebon tersebut memerintahkan angkatan perangnya untuk menyerang Sumedang. Akibat dan DampakAkibat dari perang ini mengakhiri hubungan persahabatan antara kedua kerajaan. Kehilangan wilayah kekuasaan berupa Sindangkasih menyebabkan Sumedang Larang semakin lemah. Peristiwa ini juga mencoreng nama Prabu Geusan Ulun, dimana rakyat Sumedang banyak memilih untuk meninggalkan Sumedang dan tinggal di tempat lain.[6] Saat itu Sumedang juga harus menghadapi serangan Banten yang saling berebut wilayah dan pengaruh di bekas Kerajaan Sunda. Sumedang Larang yang semakin tak berdaya akhirnya meminta perlindungan kepada Mataram sejak tahun 1620, dimana Sumedang Larang tak lagi berdiri sebagai kerajaan namun menjadi wilayah bawahan Mataram. PerjanjianAda beberapa isi perjanjian setelah perang usai yaitu :
Rujukan
Pranala luar
|