Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Perang Sumedang–Cirebon

Perang Sumedang–Cirebon adalah konflik antar 2 kerajaan Jawa Barat yaitu Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Sumedang Larang. Perang ini dipicu oleh Peristiwa Harisbaya, yaitu terjadinya perselingkuhan antara Raja Kusumadinata II atau dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun (Raja Sumedang Larang) dengan Ratu Harisbaya, selir Panembahan Ratu I (Sultan Cirebon) yang melarikan diri ke Sumedang.[1][2]

Perang Sumedang–Cirebon
Tanggal1585-1587
LokasiJawa Barat
Hasil
  • Kemenangan diplomatik Cirebon
  • Memburuknya hubungan baik di antara kedua kerajaan
Perubahan
wilayah
Majalengka diberikan kepada Cirebon melalui perjanjian.[2][3]
Pihak terlibat
Kesultanan Cirebon Kerajaan Sumedang Larang
Kesultanan Mataram Kesultanan Mataram
Tokoh dan pemimpin
Panembahan Ratu I Prabu Geusan Ulun Menyerah
Depati Aji Menyerah
Jayaperkasa [4][5]
Kekuatan
2,000 pasukan[1] 1,400 pasukan
Korban
tidak diketahui Hampir tidak tersisa,dan beberapanya termasuk warga sipil[1]

Latar belakang

Prabu Geusan Ulun di masa muda menghabiskan waktunya di Demak Bintoro untuk memperdalam ilmu agama, dimana ia berkenalan dengan Harisbaya yang saat itu belum menikah. Ketika sudah menjadi raja, Prabu Geusan Ulun melakukan perjalanan ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Sultan Panembahan Ratu I. Saat Prabu Geusan Ulun berada di Cirebon, ia kembali bertemu dengan Harisbaya yang sudah menjadi selir Sultan Cirebon. Harisbaya memohon agar membawa dia dibawa ke Sumedang karena tidak bahagia tinggal di Pakungwati. Prabu Geusan Ulun pun menyanggupi pendapat itu. Saat pagi hari, Panembahan Ratu I tidak menemukan Harisbaya dan memutuskan untuk mencarinya. ketika menyadari bahwa Harisbaya menghilang, Panembahan Ratu I mencurigai Prabu Geusan Ulun adalah pelakunya, dan Sultan Cirebon tersebut memerintahkan angkatan perangnya untuk menyerang Sumedang.

Akibat dan Dampak

Akibat dari perang ini mengakhiri hubungan persahabatan antara kedua kerajaan. Kehilangan wilayah kekuasaan berupa Sindangkasih menyebabkan Sumedang Larang semakin lemah. Peristiwa ini juga mencoreng nama Prabu Geusan Ulun, dimana rakyat Sumedang banyak memilih untuk meninggalkan Sumedang dan tinggal di tempat lain.[6] Saat itu Sumedang juga harus menghadapi serangan Banten yang saling berebut wilayah dan pengaruh di bekas Kerajaan Sunda. Sumedang Larang yang semakin tak berdaya akhirnya meminta perlindungan kepada Mataram sejak tahun 1620, dimana Sumedang Larang tak lagi berdiri sebagai kerajaan namun menjadi wilayah bawahan Mataram.

Perjanjian

Ada beberapa isi perjanjian setelah perang usai yaitu :

  1. Panembahan Ratu I menjatuhkan talak kepada Ratu Harisbaya, Prabu Geusan Ulun harus menyerahkan wilayah Sindangkasih (Majalengka) kepada Cirebon.[2][3]
  2. Anak Panembahan Ratu I yang berada didalam perut Harisbaya harus menggantikan posisi Prabu Geusan Ulun saat dia mangkat/meninggal. Anak ini terlahir sebagai Suriadiwangsa.[2]

Rujukan

  1. ^ a b c Israwa N Raditya 2017.
  2. ^ a b c d Warna Sari 2018.
  3. ^ a b Danil Kasputra 2023.
  4. ^ "Riwayat Putri Harisbaya dalam Konflik Perang Cirebon VS Sumedang Larang". historyofcirebon. 2023. Diakses tanggal 2 Agustus 2025.
  5. ^ Suhendra, Ahmad (2024). "Ratu Harisbaya, Si Cantik Pemantik Konflik Cirebon Vs Sumedang". qubaca.id. Diakses tanggal 2 Agustus 2025.
  6. ^ Salura, Purnama (2015-01-01). Sundanese Architecture. Rosda. ISBN 978-979-692-541-4.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya