Candi Pegulingan
Candi Pegulingan adalah sebuah candi yang terletak di Kabupaten Gianyar, Bali dengan jarak kurang lebih 48 km dari kota Denpasar atau 16 km dari kota Gianyar dan memiliki ketinggian 551 mdpl, berada di sebelah timur, tidak jauh dari lingkungan Pura Tirta Empul, Tampaksiring.[1][2] Dari Balai Banjar Basangambu kita belok ke kiri dengan berjalan kaki melewati jalan setapak kira-kira ± 250 meter akan sampai di Pura Pegulingan.[3] Candi Pegulingan terdapat di dalam kompleks pura Pegulingan. Panorama alam di lingkungan ini sangat indah, dari Pura Pegulingan Istana Tampaksiring pun kelihatan indah jika kita menghadap ke arah barat. Posisi Pura ini juga sangat strategis karena terletak di areal persawahan, sehingga secara tidak langsung kita disuguhi panorama alam yang sangat indah.[3] Pura pegulingan sendiri berdasarkan Lontar Usana Bali diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli di Bali pada abad ke 11 Masehi atau tahun caka 1178. Situs Pura Pegulingan ditemukan pada tahun 1982, pada saat itu masyarakat hendak mendirikan sebuah Padmasana.[1][3][4] Pada tahun 2012 kompleks Candi dan Pura Pegulingan masuk dalam wilayah B Lanskap kultur Provinsi Bali.[5] PenemuanCagar budaya di pura ini antara lain : sebuah stupa dan temuan lain berupa materai tanah liat, relief Gana, arca Budha dari emas dan fragmen-fragmen bangunan, kotak batu padas berisi materai tanah liat yang bertuliskan Formula Ye-Te dengan huruf pranagari berbahasa Sanskerta yang menguraikan mantra Agama Buddha Mahayana mengenai 3 ajaran Dharma.[1][4]
Terjemahannya: “Sang Buddha (tathagata) telah berkata demikian Dharma ialah sebab atau pangkal dari segala kejadian (segala yang ada). Dan juga (Dharma itu) sebab atau pangkal dari kehancuran penderitaan. Demikianlah ajaran sang maha pertapa(Sang Budha)…” Arca Budha yang ada di Pura Pegulingan diperkirakan lima buah, terbuat dari batu padas, akan tetapi pada saat dilakukan penggalian hanya ditemukan empat buah dalam kondisi yang rusak.
Ditemukan juga sebuah mangkuk perunggu berisi lempengan emas dan perak bertulis, gambar atau simbol keagamaan seperti vajra dan padma. Ditemukan pula pedupaan, sebuah gelang perunggu dan miniatur stupa dengan yasti yang telah patah. Komponen miniatur stupa itu terdiri atas bagian kaki berbentuk segi delapan, berdiri di atas lapik padmaganda, kemudian anda di bagian tengah, pada bagian atas terdapat yasti berbentuk silinder. Pada bagian anda yang menghadap ke arah barat, berhias relief dua ekor gajah saling membelakangi di kanan dan kiri tangga gapura. Hal ini diduga melukiskan candrasengkala, yang mengandung arti. Gajah bernilai 8, gapura bernilai 9, dan gajah bernilai 8, sehingga sama dengan angka tahun 898 Saka atau 976 Masehi.[1][4]
Referensi
|