Jalan Tengah adalah jalan yang membentang di sepanjang Downtown Core dan kawasan perencanaan Rochor di Kawasan Tengah, Singapura. Jalan ini membentang dari persimpangan Jalan Selegie hingga persimpangan Jalan Toll Nicoll. Jalan Tengah sudah ada sejak berabad-abad yang lalu dan muncul dalam Map of Singapore karya George Drumgoole Coleman pada 1836. Daerah di sekitar Jalan Tengah adalah permukiman asli komunitas imigran Hainan, sebuah komunitas yang terkenal karena peran aktifnya dalam sejarah makanan dan minuman Singapura. Sejak akhir abad ke-19 hingga Perang Dunia kedua, daerah di sekitar Jalan Tengah, Jalan Hylam, dan Jalan Melayu juga merupakan daerah kantong Jepang yang terkenal dengan rumah pelacurannya beranggotakan karayuki-san dan toko-toko tradisional yang dikelola para imigran Jepang.
Etimologi
Jalan ini sebelumnya berfungsi sebagai garis demarkasi yang memisahkan wilayah sipil dari permukiman etnis Singapura sebagai bagian dari perencanaan kota oleh pemerintah kolonial Inggris yang dikenal sebagai Rencana Jackson. Dari sinilah ilham bagi nama jalan ini berasal.[1]
Sejarah
Komunitas dan daerah kantong Hainan
Dari kelompok-kelompok dialek Cina yang tinggal di Jalan Tengah, komunitas Hainan adalah komunitas terbesar di antara komunitas-komunitas yang lain. Daerah kantong Hainan berbatasan dengan gereja-gereja Eropa, kamp tentara, dan Hotel Raffles. Daerah ini membentang dari pantai sepanjang Beach Road ke arah barat menuju Jalan Jembatan Utara.[2] Ketiga jalan yang membentag tegak lurus ke Jalan Tengah, Jalan Purvis, dan Jalan Seah masing-masing disebut Jalan Pertama Hainan, Jalan Kedua Hainan, dan Jalan Ketiga Hainan oleh komunitas Hainan dan komunitas lainnya.[3]
Pemukim Hainan pertama yang tercatat dalam sejarah adalah Lim Chong Jin, yang tiba di Singapura pada 1841.[4] Pada 1881, komunitas Hainan meliputi sekitar 10% dari penduduk setempat Cina yang berjumlah 8.319 jiwa.[5] Orang-orang Hainan bekerja terutama di industri yang berhubungan dengan jasa dan menjalankan toko-toko perlengkapan, jasa barang-barang kapal dan pengiriman uang, hotel, dan kedai kopi.[6] Jasa-jasa tersebut membuat komunitas ini kemudian menjadi terkenal di tingkat regional.[7] Ngiam Tong Boon, seorang bartender Hainan yang bekerja di Hotel Raffles membuat gin dan tonik berjenama The Singapore Sling pada 1915. Di Jalan Tengah No. 51—53 (sekarang sudah dihancurkan), Wong Yi Guan mengadaptasi hidangan nasi yang disajikan dengan ayam, yang dipopulerkan oleh anak didiknya Mok Fu Swee lewat rumah makannya, Swee Kee Chicken Rice. Nantinya, hidangan ini akan "diekspor kembali" di tempat lain dengan nama nasi ayam Hainan.[8] Secara umum diakui bahwa orang Hainan menyeduh kopi terbaik di kopitiam (kedai kopi Tionghoa) di Asia Tenggara. Beberapa kopitiam di antaranya berubah menjadi bisnis waralaba yang sukses seperti Ya Kun Kaya Toast yang didirikan orang Hainan lainnya, Loi Ah Koon, pada 1944.[3]
Rujukan
Catatan
- ^ Prof Lai, "The Early Ethnic Landscape", p. 5.
- ^ Hodder, —, p. 35.
- ^ a b Prof Lai, "The Hainanese Community and Enclave", p. 6.
- ^ Chan, —, p.48.
- ^ Tan, —, p. 29.
- ^ Hodder, p. 34; Chan, p. 48.
- ^ Chan, —, pp. 209—296.
- ^ Wong, —, pp. 51—60.
Daftar pustaka
- Victor R Savage, Brenda S A Yeoh (2004). Toponymics—A Study of Singapore Street Names (2nd Ed). Singapore: Eastern Universities Press. ISBN 981-210-364-3.
- Prof Lai Chee Kien (2006). "Multi-ethnic Enclaves around Middle Road: An Examination of Early Urban Settlement in Singapore" – Biblioasia (Vol 2, Issue 2). Singapore: National Library Board. ISSN 0219-8126.
- Hodder, B.W. (1953). "Racial groupings in Singapore"—The Malayan Journal of Tropical Geography, 1. Singapore: Department of Geography, University of Malaya in Singapore.
- Chan, S.K. (1976). The Hainanese Commercial and Industrial Directory—Vol 2. Singapore: Hainanese Association of Singapore.
- Tan, B.L. (1986). History of the Chinese Clan Associations in Singapore. Singapore: Singapore Federation of Chinese Clan Associations.
- Wong, C.S. (1992). Roots the series #3. Singapore: Seng Yew Book Store and Shin Min News Daily.
- Mikami, K. (1998). Pre-war Japanese community in Singapore: Picture and record. Singapore: The Japanese Association.
- Warren, James Francis. (1993). Ah Ku and Karayuki-san: Prostitution in Singapore: 1870—1940. Singapore: Oxford University Press. ISBN 0-19-588616-X
- Grubler, G. (1972). The Pre-Pacific War Japanese Community in Singapore. Unpublished M.A. Thesis submitted to Brigham Young University.
Pranala luar