Feminisme adalah istilah yang diberikan untuk karya-karya para peneliti yang berusaha mengangkat permasalahan gender ke studi akademik politik internasional.
Dalam teori hubungan internasional (HI), perlu diketahui bahwa feminisme bercabang dari refleksionisme.[1] Feminisme dalam HI mengakritik pendekatan dalam teori Realisme yang dianggap terlalu maskulin. Salah satu tulisan terpenting dalam HI feminis adalah Bananas, Beaches and Bases karya Cynthia Enloe (Pandora Press 1990). Buku ini menyebutkan berbagai peran yang dimainkan wanita dalam politik internasional, misalnya pekerja perkebunan, istri diplomat, pekerja seks di pangkalan militer, dll. Poin utama dari buku tersebut adalah bagaimana seseorang bisa mempertimbangkan kembali asumsi pribadinya mengenai definisi politik internasional dari sudut pandang wanita.
HI feminis melihat bagaimana politik internasional memengaruhi dan dipengaruhi oleh pria dan wanita serta bagaimana konsep inti yang diterapkan dalam disiplin HI (e.g. perang, keamanan, dll.) memiliki gendernya masing-masing. HI feminis tidak hanya mempermasalahkan pandangan tradisional HI terhadap negara, perang, diplomasi, dan keamanan, tetapi juga menekankan pentingnya melihat bagaimana gender membentuk ekonomi politik global masa kini. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan yang jelas antara feminis yang bergerak di bidang hubungan internasional dan feminis yang bergerak di bidang ekonomi politik internasional (EPI).
Kritik
Dalam lingkup akademik teori HI arus utama, sudut pandang feminis tidak diperhatikan dengan serius karena cara-caranya yang tidak lazim dalam menyelesaikan masalah.[2] Seiring waktu, ilmu sosial cenderung mengarah ke metode hipotetis-deduktivis dalam mengungkap fenomena sosial.[3] Sesuai konteks tersebut, perspektif feminis lebih cocok digolongkan sebagai tindakan aktivis yang mengupas suatu masalah, bukan menyelesaikannya. Robert Keohane, salah satu tokoh HI, mengusulkan agar kaum feminis merumuskan masalah yang dapat diperiksa, mengumpulkan data, dan melakukan penelitian untuk menyelesaikannya.[2] Namun demikian, usulan tersebut ditanggapi dingin oleh kaum feminis. Georgina Waylen menanggapi usulan Keohane dengan menulis artikel berjudul “You Still Don’t Understand: Why Troubled Engagements Continue between Feminists and (Critical) IPE.”.[4] Kritikus lain berpendapat bahwa teori bisa saja dikonstruksi secara sosial melalui interaksi antara teoriwan dengan istrinya, ibunya, anak dan adik perempuannya, meski keterlibatan wanita kadang kala kurang terlihat; merancang moralitas wanita dianggap tidak perlu lagi dan moralitas universal manusia jauh lebih utama dan dapat dicapai.[5]
Lihat pula
Referensi
- ^ Roach, Steven C. (2020-02-28). Handbook of Critical International Relations (dalam bahasa Inggris). Edward Elgar Publishing. ISBN 978-1-78811-289-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-19. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ a b Keohane, R. O. (1998). Beyond dichotomy: Conversations between international relations and feminist theory. International Studies Quarterly, 42(1):193-197
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-11. Diakses tanggal 2015-05-03.
- ^ Waylen, Georgina. 2006. “You Still Don’t Understand: Why Troubled Engagements Continue between Feminists and (Critical) IPE.” Review of International Studies 32(1):145–64.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-31. Diakses tanggal 2015-05-03.
- Wasburn, Philo C. and Mara H. Wasburn. “Media Coverage of Women in Politics: The curious case of Sarah Palin” Media, Culture & Society 33.7 (2011): 1027-1041. Web. 15 March 2015.
Bacaan lanjutan