Tugas organisasi ini meliputi penyusunan program, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air pada sungai, pantai, bendungan, danau, situ, embung dan tampungan air lainnya, irigasi, rawa, tambak, air tanah, air baku, serta pengelolaan drainase utama perkotaan di WS Ciliwung-Cisadane.[2]
Sejarah
Organisasi ini memulai sejarahnya pada tanggal 11 Februari 1965 saat Presiden Soekarno membentuk Komando Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya (Kopro Banjir) untuk mencegah dan mengendalikan banjir di Jakarta melalui program penanganan jangka pendek dan menyusun perencanaan sistem drainase jangka panjang. Presiden Soekarno juga menunjuk Suyono Sosrodarsono sebagai pemimpin pertama dari organisasi ini.[3] Kopro Banjir kemudian berhasil menyusun buku “Pola Induk Tata Pengairan DCI Jakarta Raya" yang antara lain merekomendasikan pembangunan waduk di Pluit, Setiabudi, Tomang, dan Grogol; pembangunan polder di Melati, Pluit, Grogol, Setiabudi Barat, dan Setiabudi Timur; pembangunan sodetan di Kali Grogol dan Kali Pesanggrahan, serta pembangunan gorong-gorong di Jl. Jenderal Sudirman.[4][5]
Pada tahun 1972, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Ir. Sutami, meneken perjanjian bantuan teknis dengan Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Mr. Hugo Scheltema, untuk menyusun rencana induk drainase dan pengendalian banjir di Jakarta. Bantuan teknis dari Belanda diberikan melalui NEDECO yang kemudian mengutus Prof. H.J. Schoemaker. Sementara dari pihak Indonesia, Direktorat Jenderal Pengairan antara lain mengutus pimpinan dari Kopro Banjir, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Dinas Tata Kota DKI Jakarta, dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk ikut menyusun rencana induk tersebut.[5]
Tim lalu berhasil menyusun Masterplan of Drainage and Flood Control of Jakarta yang kemudian dikenal sebagai 'Masterplan 1973'. Masterplan tersebut antara lain merekomendasikan pembangunan saluran kolektor air di Jakarta bagian barat (Cengkareng Drain) dan timur (Cakung Drain); perbaikan sistem drainase di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat yang terletak di hilir Kanal Banjir Barat; pembangunan saluran drainase Sunter Barat dan Sunter Timur untuk mencegah terjadinya banjir di Jakarta Timur; pemasangan pompa untuk menguras air yang tertampung di polder-polder yang telah dibangun di Jakarta Barat dan Jakarta Timur; serta pembangunan Kanal Banjir Timur.[4]
Pada tahun 1984, nama dari organisasi ini diubah menjadi Badan Pelaksana Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya (Proyek Banjir Jaya).[1] Pada tahun 1992, nama organisasi ini kembali diubah menjadi Badan Pelaksana Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Proyek Ciliwung Cisadane), dengan wilayah kerjanya juga diubah, dari yang awalnya hanya meliputi Jakarta Raya menjadi meliputi WS Ciliwung-Cisadane.[5] Pada tahun 1994, status dari organisasi ini ditingkatkan menjadi proyek induk dengan nama Badan Pelaksana Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (PIPWS Ciliwung Cisadane), karena membawahi lebih dari satu proyek.[1]
Pada tahun 1997, bersama JICA, organisasi ini menyusun Masterplan for Comprehensive River Water Management Plan in Jabodetabek yang kemudian biasa disebut sebagai 'Masterplan 1997'.[5] Pasca diterapkannya otonomi daerah di Indonesia, pada tahun 2007, nama organisasi ini diubah menjadi seperti sekarang dengan wilayah kerjanya meliputi WS Ciliwung-Cisadane dan WS Kepulauan Seribu.[5][6] Pada tahun 2015, WS Kepulauan Seribu tidak lagi digolongkan sebagai WS lintas provinsi, sehingga sejak saat itu, organisasi ini hanya bertugas mengelola sumber daya air di WS Ciliwung-Cisadane.[7]
Wilayah kerja
WS Ciliwung-Cisadane secara geografis terletak pada koordinat 106˚20’ BT sampai 106˚40’ BT dan 6˚0’ LS sampai 6˚20’ LS. Wilayah sungai ini terdiri dari 18 buah sungai orde 1, 33 buah sungai orde 2, dan 4 buah sungai orde 3. Luas wilayah sungai ini adalah 5.293,01 km2 dan terbagi menjadi 15 buah daerah aliran sungai (DAS). Sungai utama yang melintasi wilayah sungai ini adalah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane yang bermuara di Jakarta Utara.[8]
Sungai
Orde 1
Ciasin
Cikapidilan
Cileleus
Cileungsi
Ciliwung
Cimanceuri
Cimauk
Cipirang Melayu
Ciranggon
Cirarab
Cisadane
Angke
Bekasi
Blencong
Cakung
Krukut
Pesanggrahan
Sunter
Orde 2
Cileuwibangke
Cilongo
Cianiwung
Ciapus
Ciapus
Ciaruteun
Ciawi 3 km
Cibeuteung
Cibokor
Cibudik
Cicarehan
Cicayur satu
Ciesek
Cigeujug
Cihowe
Ciinang
Cijantung
Cijantungeun
Cijeletreng
Cikakalen
Cikaniki
Cikarang
Cikeruh
Cikumpa
Cilongok
Ciodeng
Ciodeng kaler
Cirarab
Cisabik
Cisauk
Ciseuseupan
Cisuda
Kali Baru Barat
Orde 3
Ciherang
Ciherang
Cilemah Abang
Galonggong
Daerah Aliran Sungai
Wilayah sungai ini terbagi menjadi 15 daerah aliran sungai (DAS), dengan DAS terluas adalah DAS Bekasi dengan luas 1447,35 km2. DAS terluas kedua adalah DAS Cisadane dengan luas 1376,49 km2, sedangkan DAS tersempit adalah DAS Ciranggon yang hanya memiliki luas 16,81 km2 atau hanya 0,3 % dari total luas WS Ciliwung Cisadane.[8] Berikut ini DAS yang ada di WS Ciliwung-Cisadane:
Operasional dan pemeliharaan daerah irigasi di wilayah sungai ini yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (luas baku minimal 3.000 hektar) diperbantukan kepada pemerintah daerah, sementara perbaikannya tetap dilakukan oleh organisasi ini. Daerah irigasi di wilayah sungai ini yang menjadi kewenangan pemerintah pusat hanyalah Daerah Irigasi Cisadane dengan luas baku 22.441 hektar.[9]
Bendungan
Operasional, pemeliharaan, dan perbaikan bendungan yang ada di wilayah sungai ini dilakukan oleh organisasi ini. Hingga akhir tahun 2022, baru terdapat dua bendungan yang dibangun di wilayah sungai ini, yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.[10]