Eksonim dan endonimEksonim (dari bahasa Yunani ἔξωὄνομα, exonoma, artinya "nama (pemberian) luar") adalah nama sebutan untuk suatu tempat yang tidak digunakan oleh penduduk lokal tempat tersebut (baik dalam bahasa resmi negara maupun bahasa lokal lainnya), atau nama sebutan untuk penduduk atau bahasa yang tidak digunakan oleh penduduk atau bahasa yang dimaksudkan tersebut. Nama yang digunakan oleh penduduk lokal suatu tempat disebut endonim atau otonim (Bahasa Yunani ἔνδον endon=di dalam, αὐτό auto=diri, dan ὄνομα onoma=nama), yang artinya nama sebutan untuk diri sendiri. Sebagai contoh, Deutschland adalah endonim; Jerman adalah eksonim dalam Bahasa Indonesia untuk nama tempat tersebut; dan Allemagne adalah eksonim dalam Bahasa Prancis. Demikian pula, Bahasa Spanyol adalah eksonim untuk nama bahasa tersebut; para petutur Bahasa Spanyol sendiri menyebut dengan nama español atau castellano. Contoh lain, Tiongkok (Zhongguo) adalah endonim untuk negara tersebut, sementara dalam bahasa Inggris menggunakan nama eksonim China, dan di Indonesia pada tahun 1966-2014 menggunakan nama eksonim Cina. (lihat Nama Tiongkok). PengunaanSebagai preferensi eksonimDalam beberapa situasi, penggunaan eksonim mungkin lebih disukai. Misalnya, di kota-kota multibahasa seperti Brussel, yang dikenal dengan ketegangan linguistik antara penutur bahasa Belanda dan Prancis, nama yang netral mungkin lebih disukai agar tidak menyinggung siapa pun. Dengan demikian, eksonim seperti Brussel dalam bahasa Inggris dapat digunakan alih-alih mengutamakan salah satu nama lokal (Belanda/Flandria: Brussel; Prancis: Bruxelles). Preferensi resmiKadang sebuah pemerintah negara ingin menganjurkan pengunaan nama endonim daripada nama eksonim yang diberikan negara lain:
Hanyu PinyinDi Singapura selama 1980an, pemerintah mendorong penggunaan ejaan Hanyu Pinyin untuk nama-nama tempat, terutama yang menggunakan nama Teochew, Hokkien, atau Kanton, sebagai bagian dari Kampanye Bicara Mandarin untuk mempromosikan bahasa Mandarin dan mencegah penggunaan "dialek". Misalnya, daerah Nee Soon, yang dinamai menurut nama pengusaha Teochew-Peranakan, Lim Nee Soon (林義順, Teochew Peng'im: lim5 ngi6 sung6, Mandarin Pinyin: Lín Yìshùn), menjadi Yishun dan sekolah serta tempat-tempat di sekitarnya yang didirikan setelah perubahan tersebut menggunakan ejaan Hanyu Pinyin. Sebaliknya, Hougang adalah ejaan Hanyu Pinyin, tetapi pengucapan Hokkien Aū-káng paling umum digunakan.[5] Perubahan pada Hanyu Pinyin tidak hanya memakan biaya besar, tetapi juga tidak populer di kalangan penduduk setempat. Mereka berpendapat bahwa versi Hanyu Pinyin terlalu sulit diucapkan oleh penutur non-Tiongkok atau non-Mandarin. Pemerintah akhirnya menghentikan perubahan tersebut pada tahun 1990-an, yang menyebabkan beberapa nama tempat di suatu daerah memiliki ejaan yang berbeda. Misalnya, Jalan Nee Soon, Daerah Pemilihan Perwakilan Kelompok Nee Soon, dan Pangkalan Angkatan Bersenjata Singapura, Kamp Nee Soon, semuanya terletak di Yishun tetapi tetap mempertahankan ejaan lama.[6] Kebingungan dengan penamaan kembaliAsia TimurWalaupun beberapa nama kota Tiongkok seperti Beijing dan Nanjing tidak memiliki perubahan di Bahasa Tionghoa (walaupun bahasa unggulan berganti dari dialek Nanjing menuju dialek Beijing pada abad ke-19), kedua kota tersebut disebut dengan nama Peking dan Nanking di Bahasa Inggris karena sistem peromawian pos Tiongkok yang dibuat berdasarkan dialek Nanjing. Hanyu Pinyin yang sebagian besar didasari oleh dialek Beijing menjadi sistem latinisasi yang sah pada 1970an. Karena pelafalan Mandarin tidak sepenuhnya sesuai dengan fonem bahasa Inggris, penutur bahasa Inggris yang menggunakan romanisasi apa pun tidak akan mengucapkan nama-nama tersebut dengan benar jika pelafalan bahasa Inggris standar digunakan. Meskipun demikian, banyak penutur bahasa Inggris yang lebih tua masih menyebut kota-kota tersebut dengan nama-nama lama mereka, dan bahkan hingga saat ini nama-nama tersebut sering digunakan dalam asosiasi tradisional mereka, seperti Bebek Peking, Opera Peking, dan Universitas Peking. Sedangkan untuk Nanjing, peristiwa bersejarah yang disebut Pembantaian Nanking (1937) menggunakan nama lama kota tersebut karena itulah nama kota tersebut pada saat kejadian. Demikian pula, banyak kota di Korea seperti Busan dan Incheon (sebelumnya masing-masing disebut "Pusan" dan "Inch'ŏn") juga mengalami perubahan ejaan akibat perubahan romanisasi, meskipun pengucapan bahasa Korea sebagian besar tetap sama. Daftar eksonim
Lihat pulaPranala luar
|