Peristiwa Mudan tahun 1871 (Hanzi: 八瑤灣事件、Japanese: 宮古島島民遭難事件[2]、Japanese: 琉球漂流民殺害事件[3]) adalah pembantaian 54 pelaut Ryukyu di Taiwan zaman Qing, yang berkelana sampai bagian tengah Taiwan setelah kapal mereka karam.
12 penyintas diselamatkan oleh Suku Han dan kemudian dikembalikan ke Pulau Miyako dalam Kepulauan Ryukyu. Namun, karena Kerajaan Ryukyu berada dalam lingkup pengaruh Dinasti Qing dan juga lingkup pengaruh Kekaisaran Jepang, pembantaian itu dimanfaatkan sebagai dalih Jepang untuk akhirnya mencaplok Kerajaan Ryukyu Kingdom di tahun 1879. Jepang mengirimkan pasukan militer ke Taiwan dalam Ekspedisi Taiwan tahun 1874 sebagai pembalasan atas kematian "bangsa Jepang". Peristiwa Mudan seharusnya memperlihatkan kelemahan kendali Qing atas bagian Timur Taiwan, sehingga membuka pintu bagi Jepang untuk mempertanyakan kedaulatan regional dinasti Qing.
Kapal karam
Kapal karam dalam masa ini sudah biasa terjadi. Antara tahun 1701 dan 1876, 278 kapal Ryukyu karam sepanjang garis pantai Tiongkok, dan lebih banyak lagi kapal karam sepanjang garis pantai Taiwan sendiri.[4] Pada tanggal 30 November 1871, empat kapal pembayar upeti Ryukyu meninggalkan ibukota Shuri, di Pulau Okinawa, pulang ke Pulau Miyako dan Kepulauan Yaeyama (keduanya di bagian Selatan Kerajaan Ryukyu). Namun, sebelum mencapai tujuan, keempat kapal melenceng dari jalur karena terjebak badai pada tanggal 12 Desember 1871.[5] Dari dua kapal yang hendak pulang ke Yaeyama, salah satunya hilang dan yang lainnya mendarat di pantai barat Taiwan.[5] Dari dua kapal yang hendak pulang ke Miyakojima, yang satu berhasil pulang ke Miyako, yang lainnya— yang pelautnya nanti dibunuh oleh para penduduk asli— karam di lepas pantai bagian Tenggara Taiwan dekat Teluk Bayao.[5] Ada 69 pelaut dari kapal yang karam itu, tiga di antaranya meninggal ketika berusaha mencapai pantai.[5]
Pembantaian tanggal 18 Desember 1871
Pada tanggal 17 Desember 1871, 66 penumpang kapal Ryukyu yang selamat berhasil mencapai pantai dan dilaporkan bertemu dengan dua orang Tionghoa yang memberi mereka peringatan untuk tidak melakukan perjalanan memasuki pulau lebih dalam, khawatir bertemu dengan orang Paiwan— yang dilaporkan berbahaya oleh kedua orang itu.[5] Testimoni para penyintas juga menyatakan bahwa para pelaut itu dirampok oleh orang Tionghoa itu dan setelahnya berpisah dengan mereka.[5]
Di pagi tanggal 18 Desember, orang-orang Ryukyu ini kemudian berjalan ke arah barat dan kemudian bertemu dengan, barangkali, orang-orang Paiwan, yang kemudian membawa mereka ke desa Kuskus dan memberi mereka makanan, air, dan tempat tinggal untuk malam itu.[5] Testimoni dari para penyintas sekali lagi menyatakan bahwa mereka dirampok di malam hari, kali ini oleh tuan rumah Kuskus mereka.[5] Keesokan harinya, orang-orang Ryukyu diperintahkan untuk tinggal di tempat saat para penduduk lokal pergi berburu, tapi mereka berusaha pergi saat para pemburu pergi. Seperti yang dinyatakan oleh sejarawan, Paul Barclay: "Keberadaan begitu banyak lelaki bersenjata, diiringi dengan rumor perburuan kepala yang menyapa mereka di pantai dua hari sebelumnya, mendorong mereka [orang-orang Ryukyu] untuk melarikan diri saat kelompok pemburu tak ada."[6]
Banyak orang Ryukyu ditampung di rumah Deng Tianbao ("Weng Tua" menurut testimoni penyintas), seorang tua operator pos perdagangan Hakka.[6] Namun, di hari yang sama orang-orang Paiwan menemukan orang-orang Ryukyu di rumah Deng, dan puluhan dibunuh di luar rumah itu, sebagian lainnya ditangkap ketika melarikan diri lalu dibunuh.[6] 54 dari 66 orang Ryukyu terbunuh dalam pembantaian itu, sembilan lainnya berhasil bersembunyi di dalam rumah Deng, sementara tiga orang yang meloloskan diri tertangkap oleh orang Suku Paiwan lainnya.[6]
Kesembilan penyintas di rumah Deng dipindahkan ke kamp Hakka yang lebih besar, Poliac (Baoli), di mana mereka diurus oleh kepala desa Yang Youwang.[6] Yang Youwang juga menantu Deng Tianbao. Yang juga mengatur tebusan untuk ketiga orang pelarian yang berada di tangan suku Paiwan hands, dan akhirnya menampung 12 orang Ryukyu yang selamat selama sekitar 40 hari.[6] Para penyintas kemudian dikirim ke Taiwan-fu (zaman modern Tainan), lalu dibawa ke Fuzhou, dan dikembalikan ke Naha pada bulan Juli 1872.[6]
Orang-orang yang menyelamatkan 12 pelaut
Yang Youwang (楊友旺) (1824–1916)[7] adalah kepala kota kecil dan dia terlihat bermartabat dengan seragam resmi Tionghoa dalam sebuah gambar di jilid buku Miyaguni Fumio. Dia menampung 9 orang dan menyelamatkan 3 orang lainnya dengan memberi binatang-binatang dan pakaian berharga pada para penduduk asli. Dia memerintahkan putra dan keponakannya pergi bersama 12 orang itu sampai selamat.
Lin Ajiu (林阿九) adalah kepala kota kecil yang kemudian membujuk Wen Zhulei (溫朱雷) memberikan 44 tengkorak dan mengembalikannya ke tentara Jepang. Keluarganya terus melakukan upacara peringatan bagi para korban.
Niya adalah nama orang kelas Pechin di Ryūkyū (Okinawa dan Miyakojima), yang namanya tidak diketahui.
Tabel ini disusun oleh Shimabukuro Kame (11 orang Okinawa) dan oleh Motomura Choryo (43 orang Miyakojima). Shimabukuro Kame meminta Teruya Hiroshi untuk mencari informasi di tahun 1925; Teruya meminta Motomura Choryo di Miyakojima untuk informasi.
Nama
Asal wilayah
Tugas
Alamat
Takdir dan lainnya
Nakasone Gen-an
Chudo
Kepala komunitas besar
Hirara Miyakojima
Terbunuh, Tubuh besar diangkut oleh dua orang
Tanahara Gen-ei
Chudo
Kepala kota kecil
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Hoeshige Genkan
Chudo
Kepala kota kecil
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Takaesu Yoshiyo
Mazoku
Kepala kota kecil
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Okudaira Niya
Tidak diketahui
Asisten kepala kota kecil
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Takaesu Niya
Tidak diketahui
Asisten kepala kota kecil
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Tanahira Genkyo
Chudo
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Hoeshige Genkei
Chudo
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Takaesu Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Hirara Keisei
Shirakawa
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Tsukayama Keigo
Shirakawa
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Soeishi Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Inafuku Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Takahara Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Aniya Yoshimasa
Mazoku
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Yamauchi Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Yamauchi Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Shitahaku Niya
Tidak diketahui
Sekretaris
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Ikemura Niya
Tidak diketahui
Sekretaris Makatary
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Magtsukawa Kin
Tidak ada
Pelayan lebih rendah (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Maekawa Yashin
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Hamakawa Kin
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Maedomari Kin
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Futenma Kin
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Irabujima Miyakojima
Terbunuh
Sakumoto Keiza
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Irabujima Miyakojima
Terbunuh
Ikema Kin
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Irabujima Miyakojima
Terbunuh
Nakachiya Makoto
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Irabujima Miyakojima
Terbunuh
Nagahama Kama
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Uchima Ka-a-ryou
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Uchima Yashin
Tidak ada
Pelayan (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Kawamitsu Kin
Tidak ada
Pelayan (asisten)
Shimojimura Miyakojima
Terbunuh
Maesato Kama
Tidak ada
Pelayan (asisten)
Shirabejima Miyakojima
Terbunuh
Shimajiri Chabu
Tidak ada
Pelayan (asisten)
Shimojimura Miyakojima
Terbunuh
Nobara Tsuro
Tidak ada
Pelayan (asisten)
Shimojimura Miyakojima
Terbunuh
Sakugawa Matsu
Tidak ada
Pelayan (asisten)
Shimojimura Miyakojima
Terbunuh
Kawamitsu Kin
Tidak ada
Pelayan (asisten)
Shimojishima Miyakojima
Terbunuh
Oyadomari Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Karimata Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Karimata Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai (kepala)
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Sunagawa Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai (kepala)
Shimojimura Miyakojima
Terbunuh
Matsukawa Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Kataesu Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Okuhira Niya
Tidak diketahui
Pengikut kelas Samurai
Hirara Miyakojima
Terbunuh
Shinjo Choken
Tidak diketahui
Menumpang
Shuri Okinawa
Terbunuh
Miyagi Mototaka
Tidak diketahui
Menumpang
Shuri Okinawa
Terbunuh
Taba Kame
Tidak ada
Menumpang
Shuri Okinawa
Terbunuh
Aragaki Bou
Tidak ada
Menumpang
Shuri Okinawa
Terbunuh
Nakamatsu Bou
Tidak ada
Menumpang
Shuri Okinawa
Terbunuh
Iha Hiroyuki
Tidak diketahui
Menumpang
Naha Okinawa
Terbunuh
Matsuda Kame
Tidak ada
Menumpang
Naha Okinawa
Terbunuh
Aragaki Niou
Tidak diketahui
Menumpang
Naha Okinawa
Terbunuh
Nakankadari Kame
Tidak ada
Menumpang
Naha Okinawa
Terbunuh
Iju Kame
Tidak ada
Menumpang
Naka-atama
Terbunuh
Nakasone Matsu
Tidak ada
Menumpang
Nakijin Okinawa
Terbunuh
Shimabukuro Jiryou
Tidak ada
Tidak diketahui
Shuri Okinawa
Hidup, ayah Shimabukuro Kame
Shimabukuro Kame
Tidak ada
Tidak diketahui
Shuri Okinawa
Hidup, wafat tahun 1926 pada usia 76, meninggalkan dokumen
Jabana Jiryou
Tidak ada
Tidak diketahui
Shuri Okinawa
Hidup, penerjemah karakter bahasa Mandarin
Nakamoto Kana
Tidak ada
Tidak diketahui
Shuri Okinawa
Hidup
Tokeiji Matsu
Tidak ada
Tidak diketahui
Naha Okinawa
Hidup
Shimajiri Yonabaaru
Tidak ada
Tidak diketahui
Naha Okinawa
Hidup
Zashiki Bou
Tidak ada
Tidak diketahui
Kerama
Hidup, tukang perahu
Takaesu Matsu
Tidak ada
Tidak diketahui
Kerama
Hidup
Shimoji Niya
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Miyakojima
Hidup
Hirara Niya
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Miyakojima
Hidup, ditukar dengan seekor sapi
Taketomi Niya
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Miyakojima
Hidup
Urasaki Kin
Tidak ada
Tidak diketahui
Miyakojima
Hidup, ditukar dengan pakaian
Shimabukuro Kame
Shimabukuro Kame (1850–1926) adalah seorang penyintas dan seorang informan penting berkaitan dengan peristiwa dan para korban. Ayahnya dan dirinya sendiri adalah peichin kelas rendah tanpa gaji yang hidup di Shuri, Okinawa; ada 5 korban yang hidup di Shuri, dan mereka menumpang di kapal itu. Di tahun 1872, ayahnya dan dirinya diwawancara pemerintah Ryukyu. Setelah penghapusan klan, apa yang mereka lakukan tidak diketahui. Di tahun 1925, Kame mengirim surat pada Iha Fuyū yang memperkenalkan Teruya Hiroshi, yang memberi alamat para penyelamat, karena Kame ingin berterima kasih pada mereka. Teruya Hiroshi sangat tergerak dan setelah alamat-alamat korban Miyako diselidiki oleh Motomura Choryo, nama-nama korban diukir baik di pemakaman di Taiwan maupun di Naha.
Teruya Hiroshi (1875–1934) lahir di Naha dan belajar di Sekolah Lebih Tinggi Daiichi dan Universitas Tokyo. DIa menjadi insinyur kereta api di Taiwan dan kemudian menjadi Walikota Naha.
Motomura Choryo (1876–1937) adalah kepala kota kecil Hirara di antara tahun 1917 dan 1919. Dia memberi informasi mengenai para korban Miyako.
Warisan
"Meskipun sudah menjadi kebenaran di antara para pejabat Jepang dan para penulis kronik selanjutnya bahwa penduduk desa Mudan Suku Paiwan membunuh para pelaut itu, para penghuni Kuskus, yang hari ini dikenal sebagai Gaoshifo, adalah penyerangnya."[6] Judul "Peristiwa Mudan" tetap menjadi kesalahan penamaan karenanya.
Namun konsekuensi yang sangat nyata dari Peristiwa Mudan Incident adalah Ekspedisi Taiwan tahun 1874. Meskipun Kerajaan Ryukyu merupakan negara merdeka pada saat itu, pemerintah Jepang akhirnya menuntut pemerintah Qing bertanggung jawab untuk tindakan Suku Paiwan, yang tidak diindahkan oleh pemerintah Qing, atas dasar bahwa "peradaban belum meluas ke wilayah itu."[9] Kerajaan Ryukyu sendiri tidak melobi para pejabat Jepang untuk mencampuri atas nama mereka untuk para korban kapal karam, dalam kenyataannya pengadilan Ryukyu mengirim hadiah untuk para pejabat Tionghoa di Fuzhou karena kembalinya kedua belas penyintas dengan selamat.[10] Menurut Profesor Matayoshi Seikiyo, peristiwa Mudan secara historis penting karena dua alasan: berakibat pada "putusan bahwa Kepulauan Ryukyu milik Jepang," dan "bertindak sebagai batu loncatan untuk okupasi dan kolonisasi Taiwan oleh Jepang."[9]
Para pejabat Jepang melancarkan invasi ke Taiwan pada tahun 1874 atas nama membalaskan dendam kematian 54 orang Ryukyu.[11]
Kesalahpahaman satu sama lain dan rekonsiliasi kontemporer
Sebagian besar ingatan masyarakat adat lokal mengenai Peristiwa Mudan telah dikeruhkan oleh narasi-narasi negara lebih besar dari Jepang karena dua alasan: bahasa Ryukyu tidak memiliki sistem penulisan, begitu juga bahasa Paiwan. Karena alasan ini, tradisi oral dalam bentuk sejarah oral, testimoni, dan pernyataan digunakan baik dalam kasus Ryukyu maupun Paiwan.[12]
Bahasa juga mungkin memiliki peranan dalam peristiwa itu sendiri. Menurut sejarawan Paiwan lokal Valjeluk Mavalju, penawaran air oleh para penghuni Kuskus merupakan simbol lokal yang menawarkan perlindungan dan pertemanan.[5] “Dalam tradisi kesukuan Paiwan, meminum air yang ditawarkan orang asing artinya menyepakati keterlibatan damai di antara orang yang setara. Tapi menghilangnya orang-orang asing itu secara tiba-tiba melanggar kesepakatan, sehingga mengubah tamu menjadi musuh.”[12] Situasi tak dikenal itu mungkin dikaitkan dengan orang-orang Ryukyu melarikan diri dari Kuskus, rintangan bahasa antara orang Ryukyu dengan Paiwan mungkin berkaitan dengan kesalahpahaman ini.
Para akademisi Taiwan dan Okinawa seperti Yang Meng-che, Matayoshi Seikiyo, Lianes Punanang, dan juga sejarawan lokal seperti Valjeluk Mavalju telah berusaha memeriksa kembali Peristiwa Mudan melalui penggunaan sejarah oral lokal, mempertimbangkan geopolitik saat itu, dan memposisikan ulang baik orang-orang suku Paiwan maupun orang-orang Ryukyu, bukan hanya sebagai pendahulu invasi tahun 1874.
Menurut Lianes Punanang: “Secara keseluruhan, baik orang-orang saya maupun rekan Miyako merupakan korban. Tapi yang menyedihkan adalah keturunan mereka harus menunggu 140 tahun untuk dapat membicarakan tentang apa yang dilaporkan terjadi.”[12] Kunjungan rekonsiliasi di antara keturunan pelaut Miyako/Ryukyu dan keturunan Paiwan telah terjadi sejak tahun 2004.[12]
Pemakaman dan setelahnya
Ekspedisi tentara Jepang mendirikan menara peringatan di depan pemakaman yang telah dibuat oleh para penyelamat Taiwan, dan mengumpulkan tengkorak, sebanyak 44 tengkorak; 10 tengkorak tidak dapat ditemukan. Tengkorak itu dipindahkan pertama kali ke Nagasaki kemudian ke Naha dan dikuburkan di sana baru kemudian di Gokoku-ji (Okinawa) dalam kota yang sama. Di tahun 1980, pemakaman diperbarui lagi, dan orang-orang yang berhubungan dari Pulau Miyako menghadiri upacaranya. Namun batu nisannya telah dikritik oleh orang Paiwan dan Okinawa karena terlihat Jepang-sentris, dan juga anakronistis.[12] Di tahun 1997, Fumio Miyakuni mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dan menulis buku.[13]
^ abcdefghiBarclay, Paul (2017). Outcasts of Empire: Japan's Rule of Taiwan's "Savage Border," 1874-1945. University of California Press. hlm. Chapter 1: From Wet Diplomacy to Scorched Earth: The Taiwan Expedition, the Guardline, and the Wushe Rebellion" PAGE 50.
^ abcdefghBarclay, Paul (2017). Outcasts of Empire: Japan's Rule on Taiwan's "Savage Border," 1874-1945. University of California Press. hlm. Chapter 1: "From Wet Diplomacy to Scorched Earth: The Taiwan Expedition, Guardline, and the Wushe Rebellion" PAGE 52.
^Miyaguni, Humiyo. 宮古島民台湾遭難事件. ISBN9784890950973.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abNishida, Masaru (November 24, 2005). "Japan, the Ryukyus and the Taiwan Expedition of 1874: toward reconciliation after 130 years". The Asia-Pacific Journal. 3.
^Barclay, Paul (2017). Outcasts of Empire: Japan's Rule on Taiwan's "Savage Border," 1874-1945. University of California Press. hlm. Chapter 1: "From Wet Diplomacy to Scorched Earth: The Taiwan Expedition, Guardline, and the Wushe Rebellion PAGE 54.