Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.
Henti jantung, yang juga dikenal sebagai henti kardiopulmonar atau henti sirkulasi, merupakan keadaan terhentinya sirkulasi normal dari darah akibat kegagalan jantung dalam berkontraksi secara efektif.[1]
Henti jantung berbeda dengan (namun dapat disebabkan oleh) infark miokard akut atau serangan jantung, di mana terdapat hambatan aliran darah ke jantung.[2]
Sirkulasi darah yang terhenti mencegah transportasi oksigen dan glukosa ke seluruh tubuh. Penurunan oksigen dan glukosa ke otak menyebabkan penurunan kesadaran, yang kemudian menyebabkan henti napas. Cedera otak sangat mungkin terjadi jika henti jantung tidak teratasi hingga lebih dari lima menit.[3][4][5]
Henti jantung merupakan kegawatdaruratan medis yang mana pada situasi tertentu dapat berpotensi reversibel bila ditangani secara cepat.[1] Tatalaksana henti jantung merupakan defibrilasi segera jika ditemukan ritme yang dapat di-defibrilasi, dan resusitasi jantung paru (RJP) digunakan untuk mendukung sirkulasi dan atau menginduksi ritme yang dapat di-defibrilasi.
Klasifikasi
Klinisi mengklasifikasi henti jantung ke dalam "shockable" dan "non–shockable", yang ditunjukkan oleh ritme EKG. Hal ini sesuai dengan tatalaksana yang akan diberikan apakah dapat ditatalaksana dengan defibrilasi.[6] Dua ritme yang dapat di-defibrilasi adalah fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel dengan hipopulsasi, sementara dua ritme yang tidak dapat di-defibrilasi adalah asistol dan hipopulsasi aktivitas elektrik [7]
Tanda dan Gejala
Henti jantung dibuktikan dengan pulsasi nadi yang tidak teraba.[8]
Tetapi, akibat dari tidak adekuatnya sirkulasi otak, pasien dapat mengalami penurunan kesadaran dan dapat mengalami henti napas. Kriteria diagnostik utama untuk mendiagnosis henti jantung (yang berlawanan dengan henti napas yang mana memiliki tanda dan gejala yang mirip) adalah kekurangan sirkulasi yang dapat dibuktikan dengan beberapa cara.[9]
Penyebab
Penyakit arteri koroner merupakan penyebab utama dari henti jantung yang tiba-tiba. Kebanyakan kondisi jantung dan non jantung lainnya juga dapat meningkatkan risiko henti jantung.
Diagnosis
Henti jantung biasanya didiagnosis secara klinis dengan tidak terabanya nadi. Pada beberapa kasus perabaan arteri karotis untuk mendeteksi pulsasi nadi merupakan standar emas untuk mendiagnosis henti jantung, namun kurangnya pulsasi (terutama pada nadi perifera) dapat disebabkan oleh kondisi lainnya (misalnya syok sirkulasi), atau sekadar kesalahan penolong. Penelitian menunjukkan bahwa penolong sering kali melakukan kesalahan ketika akan mendeteksi pulsasi karotis pada saat gawat darurat, baik itu tenaga profesional kesehatan[10] maupun orang pada umumnya.[11]
Konsil Resusitasi di Inggris[12] mengusulkan teknik yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan profesional dengan pelatihan dan keahlian bersama dengan indikator seperti pernapasan agonal.[6]
Penatalaksanaan
Henti jantung yang tiba-tiba dapat ditatalaksana dengan percobaan resusitasi. Hal ini biasanya dilaksanakan berdasarkan Bantuan Hidup Dasar / advanced cardiac life support (ACLS),[12]pediatric advanced life support (PALS)[13] atau neonatal resuscitation program (NRP).
Prognosis
Angka keselamatan pasien yang menerima tatalaksana gawat darurat di ambulans hanya mencapai 2%.[14] Tetapi, dengan dilakukannya defibrilasi dalam 3–5 menit pertama, angka keselamatan meningkat hingga 30%.[15][16]
Referensi
^ abJameson, J. N. St C.; Dennis L. Kasper; Harrison, Tinsley Randolph; Braunwald, Eugene; Fauci, Anthony S.; Hauser, Stephen L; Longo, Dan L. (2005). Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division. ISBN0-07-140235-7.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Mallinson, T (2010). "Myocardial Infarction". Focus on First Aid (15): 15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-21. Diakses tanggal 2010-06-08.
^Safar P (December 1986). "Cerebral resuscitation after cardiac arrest: a review". Circulation. 74 (6 Pt 2): IV138–53. PMID3536160.
^Safar P, Xiao F, Radovsky A; et al. (January 1996). "Improved cerebral resuscitation from cardiac arrest in dogs with mild hypothermia plus blood flow promotion". Stroke. 27 (1): 105–13. doi:10.1161/01.STR.27.1.105. PMID8553385.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Parnia, S (August 2007). "Near death experiences, cognitive function and psychological outcomes of surviving cardiac arrest". Resuscitation. 74 (2): 215–21. doi:10.1016/j.resuscitation.2007.01.020. PMID17416449.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Ochoa FJ, Ramalle-Gómara E, Carpintero JM, García A, Saralegui I (June 1998). "Competence of health professionals to check the carotid pulse". Resuscitation. 37 (3): 173–5. doi:10.1016/S0300-9572(98)00055-0. PMID9715777.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bahr J, Klingler H, Panzer W, Rode H, Kettler D (August 1997). "Skills of lay people in checking the carotid pulse". Resuscitation. 35 (1): 23–6. doi:10.1016/S0300-9572(96)01092-1. PMID9259056.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abECC Committee, Subcommittees and Task Forces of the American Heart Association (December 2005). "2005 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care". Circulation. 112 (24 Suppl): IV1–203. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.105.166550. PMID16314375.
^American Heart, Association (May 2006). "2005 American Heart Association (AHA) guidelines for cardiopulmonary resuscitation (CPR) and emergency cardiovascular care (ECC) of pediatric and neonatal patients: pediatric advanced life support". Pediatrics. 117 (5): e1005–28. doi:10.1542/peds.2006-0346. PMID16651281.