Tentara Beiyang

Tentara Beiyang saat berlatih.

Tentara Beiyang (Tentara Pei-yang; Hanzi: ; Pinyin: Běiyáng Jūn; Wade–Giles: Pei3-yang2 Chün1; harfiah: Tentara Laut Utara) merupakan pasukan militer Cina yang dibentuk oleh pemerintahan Dinasti Qing pada akhir abad ke-19. Pembentukan pasukan yang mengadopsi gaya Barat ini, berperan dalam penataan ulang sistem militer Cina secara umum. Tentara Beiyang memilki andil besar di dunia perpolitikan Cina, setidaknya selama tiga dekade hingga tahun 1949. Tentara Beiyang dikenal sebagai dalang dari lahirnya Revolusi Xinhai.

Berawal dari Li Hongzhang (hingga 1900)

Tentara Beiyang diciptakan dari Tentara Huai pimpinan Li Hongzhang, yang pertama kali melihat aksi pertempuran selama Pemberontakan Taiping. Berbeda dengan Standar Hijau atau Pasukan Bendera tradisional Qing, Tentara Huai adalah milisi angkatan darat yang dibentuk secara pribadi ketimbang secara institusional, kesetiaan sangat diutamakan dalam pasukan ini. Tentara Huai awalnya dilengkapi dengan senjata campuran tradisional dan modern. Li Hongzhang sang penciptanya, menggunakan pendapatan bea cukai dan pajak dari lima provinsi yang berada di bawah kendalinya pada tahun 1880-an dan 1890-an untuk memodernisasi bagian-bagian dari Tentara Huai, dan untuk membangun angkatan laut modern (Armada Beiyang). Pada saat itu istilah "Tentara Beiyang" mulai digunakan untuk merujuk pada pasukan militer yang ada di bawah kendalinya. Istilah "Beiyang", yang secara harfiah berarti "Samudra Utara", mengacu pada pendapatan bea cukai yang dikumpulkan di Tiongkok Utara, yang digunakan terutama untuk mendanai Armada Beiyang baru setelah itu untuk keperluan Tentara Beiyang. Namun, dana itu datang tidak teratur dan pelatihan pasukan menjadi tidak sistematis dan berkesinambungan. Dikatakan oleh penasihat militer Inggris Kapten William M. Lang bahwa "Pada akhirnya tidak ada keraguan bahwa Jepang harus benar-benar dihancurkan."[1][2][3][4][5][6]

Pada pertengahan 1890-an, Tentara Beiyang adalah formasi regional terbaik yang dapat dikerahkan oleh Tiongkok. Perang Tiongkok-Jepang Pertama (1894–1895) hampir seluruhnya diperangi oleh Tentara Beiyang dan tidak didukung oleh pasukan dari provinsi lain. Dalam peperangan, Armada Beiyang yang terdiri dari dua kapal perang Pra Dreadnought, dikalahkan oleh senjata meriam laut QF (quick firing, tembak cepat) dari armada Jepang yang lebih ringan. Demikian juga di darat, tentara Jepang dengan gaya ala tentara wajib militer Kekaisaran Jerman yang dipimpin oleh para perwira profesional yang terlatih dari akademi militer, dengan mudah mengalahkan Tentara Beiyang. Beberapa perwira Beiyang ada juga yang dilatih di Akademi Militer Tianjin (天津武備學堂) dengan latihan model Barat dan dilengkapi penasihat asing.[7]

Muslim Tiongkok, Tentara Gansu (Kansu Braves) dibentuk menjadi bagian dari Tentara Beiyang.

Naiknya Yuan Shikai (1901–1908)

Li Hongzhang meninggal pada tahun 1901 dan digantikan oleh Yuan Shikai, yang sebelumnya ditunjuk Li sebagai Raja Muda Zhili dan sebagai Menteri Beiyang. Yuan menjadi komandan brigade Tentara Baru pada 1895. Banyak perwiranya kemudian menjadi tokoh terkemuka pada era panglima perang seperti Zhang Xun (yang berusaha mengembalikan dinasti Qing di 1917), Xu Shichang (Presiden Republik Tiongkok 1918-1922), Cao Kun (Presiden 1922-1924 dan pemimpin Kelompok Zhili), Duan Qirui (yang berkali-kali menjabat sebagai "Perdana Menteri" antara tahun 1916-1920 dan juga pemimpin Kelompok Anhui) serta Feng Guozhang (Presiden 1917-1918 dan pendiri Kelompok Zhili).

Tentara Beiyang sedang melakukan latihan militer di akhir dinasti Qing.

Yuan Shikai mengawasi reformasi - meskipun sedikit demi sedikit - dari institusi militer Qing setelah tahun 1901, terutama reformasi pada Pasukan Beiyang-nya. Ia mendirikan Akademi Militer Baoding, yang memungkinkannya untuk memperluas Pasukan Beiyang, bersamaan dengan membangun beberapa sekolah militer dan akademi pelatihan taruna lainnya. Kekuatan pasukannya berjumlah 20.000 personel pada tahun 1902. Dengan dibentuknya Komisi Reorganisasi Angkatan Darat pada bulan Desember 1903, Angkatan Darat Beiyang menjadi model standar yang harus diikuti oleh pasukan militer dari provinsi lain. Pada musim panas 1904 ada tiga divisi dan pada tahun 1905 Yuan telah meningkatkan Angkatan Darat Beiyang menjadi enam divisi di mana masing-masing divisi terdiri lebih dari 10.000 personel, divisi ketujuh dibentuk pada tahun 1907. Meskipun beberapa unit berbasis di tiga provinsi timur laut di Manchuria, pangkalan utama Tentara Beiyang berada di Baoding, dekat Tianjin. Pada awal 1900-an, sebuah departemen administrasi militer yang dibagi menjadi beberapa cabang dibentuk untuk mengelola logistik. Menurut pendapat pengamat asing, Tentara Beiyang adalah kekuatan militer terbesar, terlengkap dan paling terlatih di Tiongkok pada waktu itu bukan dari pihak Barat dan/atau kolonial.[8]

Tentara Beiyang di bawah kendali Qing (1909–1910)

Janda Permaisuri Cixi meninggal pada 15 November 1908 dan menobatkan Puyi yang baru berusia tiga tahun sebagai kaisar baru. Zaifeng, Pangeran Chun (醇親王) bertindak sebagai wali dan menjadi ayah baru Puyi, pangeran ini yang menyebabkan Yuan Shikai diberhentikan pada tahun berikutnya. Yuan menunggu waktunya di masa pensiun, dengan hati-hati menjaga jaringan koneksi pribadinya yang ada di dalam Angkatan Darat Beiyang. Pada saat Revolusi Xinhai 1911, komando Tentara Beiyang diduga berada di tangan menteri perang dan angkatan darat Qing bernama Yinchang. Pada kenyataannya, Yuan Shikai masih memiliki kemampuan untuk memanipulasinya karena kesetiaan dari para Tentara Beiyang kepadanya secara pribadi. Empat divisi terletak di Zhili, Divisi ke-3 berada di Tiongkok timur laut dan Divisi ke-5 di Shandong. Hampir semua perwira yang ada di Tentara Beiyang beretnis Tionghoa Han, banyak dari mereka adalah mahasiswa yang baru kembali dari Jepang. Persenjataan tidak terstandardisasi, tetapi masih lebih baik daripada sebelum atau sesudahnya. Sebagian besar pasukan infanteri dipersenjatai dengan senapan standar arisaka 30 tahun 1896 buatan Jepang atau dari pabrik senjata Mauser 7.9 mm.

Revolusi 1911

Pasukan Beiyang berparade setelah tahun 1912.
Pelatihan militer Tentara Beiyang tahun 1910-an.

Selama terjadinya peristiwa-peristiwa revolusi menunjukkan bahwa Tentara Beiyang, yang terdiri dari 36-divisi Tentara Baru, mutlak merupakan kekuatan militer yang dominan di Tiongkok. Mengendalikan loyalitas yang terpecah-pecah dari formasinya adalah kunci kekuatan politik di Tiongkok pasca 1911. Pemberontakan yang sebenarnya memicu Revolusi 1911 terjadi di Wuchang pada 10 Oktober. Empat hari kemudian, lembaga pemerintah Qing mengorganisir Tentara Baru di utara, dan khususnya Tentara Beiyang, menjadi tiga kekuatan: Tentara Pertama, yang akan dikirim untuk berperang di Wuchang di bawah komando Yinchang Menteri Perang Dan Angkatan Darat. Tentara Kedua, yang akan bertindak sebagai pasukan cadangan dan akan dikirim ke garis depan sesuai kebutuhan di bawah komando Feng Guozhang. Dan Tentara Ketiga yang akan mempertahankan ibu kota, di bawah pimpinan Zaitao. Pasukan Pertama dan Kedua masing-masing terdiri dari sekitar 25.000 personel atau terdiri dari dua divisi. Pasukan Pertama termasuk elemen dari divisi kedua, keempat, keenam dari Tentara Beiyang, yang merupakan pasukan pecahan pemerintah Qing yang dilatih oleh Yuan Shikai.[9]

Urutan pertempuran mereka pada Oktober 1911 adalah sebagai berikut:[9][10]

  • Angkatan Darat Pertama (Yinchang, kemudian diganti oleh Yuan Shikai)
  • Angkatan Darat Ke-2 (Feng Guozhang)
    • Divisi Ke-5 (Zhang Yongcheng)
    • Brigade Ke-5 (Lu Yongxiang) — Divisi Ke-3.
    • Brigade Ke-39 (Wu Zhenxiang) — Divisi Ke-20 yang dibentuk pada Januari 1910.
    • Brigade Ke-2 Campuran (Wang Ruxian, kemudian diganti oleh Lan Tianwei) — dibentuk dari Divisi Ke-2 dan Ke-4.
  • Angkatan Darat Ke-3 (Zaitao)
    • Divisi Pertama
    • Pengawal Utama (Zaifeng, Pangeran Chun — Prajurit Bendera Manchu yang dilatih Yuan Shikai, di bawah komando langsung Pangeran Chun-wali dan ayah angkat kaisar.

Tentara Kedua tidak pernah dibentuk sebagai unit militer fungsional karena melakukan pemberontakan, dan dengan demikian tidak pernah dikirim ke garis depan untuk membantu Tentara Pertama. Formasi dihapus pada awal Desember 1911.[11]

Pada tanggal 12 Oktober, Yinchang diperintahkan untuk membawa dua divisi Tentara Beiyang (Tentara Pertama) ke stasiun kereta api Beijing-Hankou untuk menekan pemberontakan di Wuchang. Dia menyerang pasukan revolusioner yang dipimpin oleh Huang Xing pada tanggal 27 Oktober. Dengan dilindungi oleh artileri dan senjata-senjata dari armada kekaisaran, pasukan infanteri Beiyang sengaja mengajak berkelahi para pemberontak sambil diikuti oleh peralatan tempur dari divisinya yang siap menembaki para pemberontak. Taktik seperti ini tidak dapat digunakan dalam pertempuran intens seperti Perang Dunia I, tetapi untuk melawan kekuatan revolusioner yang tidak disiplin dan tanpa senjata mesin, cara seperti ini bisa berhasil dengan sempurna.

Pada hari yang sama Yuan Shikai diperintahkan untuk mengambil alih komando pasukan di Wuchang. Dia menolak dan malah memberikan kendali komando tersebut kepada dua rekannya yang paling terpercaya, Feng Guozhang dan Duan Qirui. Pertempuran berlanjut di Hubei selama sebulan lagi ketika Yuan bernegosiasi dengan dinasti Qing dan kaum revolusioner dengan menggunakan Tentara Beiyang sebagai senjata untuk memaksakan kehendaknya. Hasil akhirnya adalah Yuan terpilih sebagai Presiden sementara Republik Tiongkok.

Kelompok Beiyang berkuasa (1911–15)

Yuan Shikai sebagai Kaisar Tiongkok (1915–1916).

Selama periode 1911-15, Yuan Shikai tetap satu-satunya orang yang bisa menyatukan Tentara Beiyang. Dia dan para pengikutnya sangat menentang upaya apa pun oleh Kuomintang (KMT) untuk memasukkan orang luar ke dalam rantai komando mereka. Mereka menegosiasikan pinjaman £ 25 juta dari konsorsium perbankan untuk mendukung Tentara Beiyang, meskipun ada protes dari pihak KMT. Pada tahun 1913, Yuan Shikai menunjuk empat letnannya yang setia sebagai gubernur militer di provinsi selatan: Duan Qirui di Anhui, Feng Guozhang di Jiangsu, Li Shun di Jiangxi dan Tang Xiangming di Hunan. Kelompok militer Beiyang yang bersatu sekarang mencapai tingkat maksimum pengendalian teritorial. Militer Beiyang juga menjalankan kontrol yang kuat atas Tiongkok Utara dan provinsi Sungai Yangtze. Sepanjang tahun 1914 militer Beiyang mendukung Yuan dalam membuat revisi konstitusi untuk memperkuat posisinya dalam membuat keputusan perang dan negosiasi perjanjian memiliki kekuatan darurat yang besar (tiga komandannya dijuluki oleh surat kabar pada waktu itu sebagai malaikat adalah Duan Qirui, sebagai harimau adalah Wang Shizhen dan sebagai anjing adalah Feng Guozhang).

Pada Desember 1915, Yuan Shikai menyatakan dirinya sebagai Kaisar. Ini ditentang oleh hampir semua jenderal dan perwira Tentara Beiyang, dari Duan Qirui hingga Feng Guozhang. Lebih penting lagi, banyak provinsi terpencil seperti Yunnan secara terbuka menentangnya. Yuan terpaksa mundur dari rencana kekaisarannya. Baik Duan maupun Feng menolak untuk mendukungnya berkuasa lebih jauh, dan pada akhirnya satu-satunya jendral Beiyang yang tetap setia mendukungnya adalah Zhang Xun. Yuan meninggal tidak lama kemudian. Setelah kematiannya, Tentara Beiyang terpecah menjadi kelompok-kelompok yang dipimpin oleh anak didik utama Yuan. Kelompok Anhui dipimpin oleh Duan Qirui dan Kelompok Zhili didirikan oleh Feng Guozhang, tetapi setelah kematian Feng kelompok ini dipimpin oleh Cao Kun dan Wu Peifu, mereka ini adalah 2 Kelompok utama pecahan dari Tentara Beiyang. Karena sudah terpecah belah, kekuatan Tentara Beiyang ditantang oleh pasukan-pasukan provinsi seperti pasukan Yan Xishan dari Shanxi dan Kelompok Fengtian pimpinan Zhang Zuolin.

Fragmentasi tentara Beiyang (1916–18)

Tekanan dari komandan Beiyang mencegah tokoh politik kiri mengambil kekuasaan dalam pemerintahan Republik Tiongkok. Selama hampir satu dekade setelah kematian Yuan, agenda utama para panglima perang Beiyang adalah menyatukan kembali Tiongkok dengan pertama-tama menyatukan kembali Tentara Beiyang dan kemudian menaklukkan tentara provinsi yang lebih lemah.

Selama periode dari pertengahan 1916, Jenderal Beiyang ultrakonservatif Zhang Xun berhasil mempertahankan kesatuan tentara melalui hubungan kolegial dan negosiasi. Seperti yang telah dilakukan oleh Yuan Shikai, para jenderal Beiyang menggunakan kekuatan militer mereka untuk mengintimidasi parlemen Majelis Nasional Republik Tiongkok untuk meloloskan undang-undang yang mereka inginkan. Setelah perselisihan dengan Presiden Li Yuanhong mengenai pinjaman dari Jepang pada awal 1917, Duan Qirui menyatakan kemerdekaan dari pemerintah bersama dengan sebagian besar jenderal Beiyang lainnya. Zhang Xun kemudian menguasai Beijing bersama pasukannya, dan pada 1 Juli mengejutkan dunia politik Tiongkok dengan memproklamirkan pemulihan dinasti Qing. Semua jenderal lain mengutuk hal ini dan rencana pemulihan itu segera runtuh. Zhang Xun disingkirkan segera setelah yang berakibat hancurnya keseimbangan kekuasaan antara faksi-faksi saingan Feng dan Duan, sekaligus menandai masuk ke satu dekade era panglima perang.

Feng Guozhang berangkat ke Beijing untuk menerima jabatan sebagai Presiden setelah mengangkat anak-anak didiknya menjadi komandan militer di Jiangxi, Hubei dan Jiangsu. Ketiga provinsi ini menjadi basis kekuatan militer Kelompok Zhili. Duan Qirui kembali ke posisinya sebagai Perdana Menteri, Kelompok Anhui-nya (yang kadang-kadang disebut Anfu) mendominasi wilayah Beijing. Menggunakan dana dari Jepang untuk membangun apa yang disebut "Tentara Partisipasi Perang", Duan terus berjuang dengan Feng Guozhang.

Feng akhirnya tersingkir dari kehidupan politik pada tahun 1918, ketika Xu Shichang, seorang negarawan tua Beiyang, menjadi Presiden. Wakilnya Cao Kun menggantikannya sebagai pemimpin Kelompok Zhili. Pada akhir Perang Dunia I, Duan mendominasi perwakilan Tiongkok di Perjanjian Versailles dan menggunakan konferensi perdamaian Shanghai pada tahun 1919 untuk memberikan tekanan kepada para anggota militer non-Beiyang yang mendukung pemerintahan Sun Yat-sen di Guangzhou. Dia tetap menerima dana dari Jepang untuk pasukannya (yang dinamai "Tentara Pertahanan Nasional"), karena dia bersedia menjalankan hukum Jepang terhadap hak-hak Jerman di Shandong (lihat Gerakan 4 Mei)).

Sebelum Mei – Juni 1919, beberapa kombinasi pertempuran dan negosiasi di antara para pemimpin utama Beiyang diperkirakan akan mengarah pada penyatuan militer, yang pada gilirannya akan memungkinkan pemulihan proses politik konstitusional yang telah terganggu oleh Yuan Shikai. Pada 1919 tiga kelompok militer utara yang utama dan kuat, dua di antaranya - Kelompok Anhui dan Kelompok Zhili - dari pecahan Tentara Beiyang dan yang ketiga, Kelompok Fengtian di bawah Jenderal Zhang Zuolin, dari penggabungan Beiyang dan pasukan lokal. Mereka dan para kelompok militer lain yang lebih kecil, yang meniru kelompok mereka bersedia untuk mendapatkan uang dan senjata dari sumber mana pun untuk bertahan hidup, dan faksi yang lebih lemah akan bergabung melawan yang lebih kuat.

Sejarah perang utama selama era panglima perang sampai tahun 1925 menunjukkan tentang kegagalan para komandan militer di Tiongkok untuk memusatkan kekuatan politik dan militer sampai pada tingkat tertentu. Dalam situasi yang menyerupai periode Lima Dinasti dan Sepuluh Negara, sebagian besar Tiongkok Selatan tetap berada di luar kendali Beiyang, untuk menjadi inkubator bagi pergerakan Partai Kuomintang (KMT) dan Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Ekspedisi Utara

Rapat panglima perang Beiyang. Di sebelah kiri, Zhang Zuolin, di sebelah kanan Wu Peifu, di tengah, Zhang Zongchang, penguasa Shandong. Di belakang Wu, putra Zhang Zoulin, Zhang Xueliang.

Kuomintang mendirikan Tentara Revolusi Nasional dengan bantuan Uni Soviet dan Partai Komunis Tiongkok. Chiang Kai-shek kemudian meluncurkan Ekspedisi Utara pada tahun 1926 dalam upaya untuk membuat para panglima perang berada di bawah kendalinya. Beberapa panglima perang Tentara Beiyang dikalahkan oleh pasukan Chiang, dan Tentara Revolusi Nasional secara bertahap menjadi dominan di Tiongkok. Era panglima perang secara resmi berakhir pada tahun 1928, ketika sebagian besar panglima perang berhasil dikalahkan atau bersekutu dengan Kuomintang, meskipun sering hanya sebagai formalitas saja. Perang Saudara Tiongkok yang akan menghasilkan kehancuran salah satu di antara Chiang atau Komunis sudah berlangsung pada saat ini. Pada tahun 1930 Perang Dataran Tengah dimulai setelah beberapa panglima perang yang bersekutu dengan Kuomintang menjadi kecewa dan berusaha untuk menggulingkan Chiang. Mereka tidak berhasil, tetapi kurangnya kerja sama dan persaingan selalu menjangkiti Tiongkok selama bertahun-tahun berikutnya, yang akhirnya mengarah pada kehancuran rezim Chiang dalam Perang Saudara Tiongkok pada tahun 1949.

Sumber

Referensi

  1. ^ Baker (1894), p. 162
  2. ^ "CHINA AND JAPAN". The West Australian. 10, (2,692). Western Australia. 1 October 1894. hlm. 6. Diakses tanggal 18 May 2017 – via National Library of Australia. 
  3. ^ Paine (2005), p. 156
  4. ^ Lachlan (2012), p. 568
  5. ^ Fairbank (1978), p. 269
  6. ^ Adams (1931), p. 19
  7. ^ Google Books Japan and the Illustrated London news: complete record of reported events, 1853-1899
  8. ^ Schillinger (2016), pp. 29-33
  9. ^ a b Esherick (2013), pp. 215—216
  10. ^ Esherick (2013), pp. 219—222
  11. ^ Esherick (2013), p. 223