Uni Timor Aswain
Uni Timor Aswain[1] adalah wadah tunggal yang diberi wewenang untuk mewakili seluruh warga Timor Timur yang setia kepada Bangsa Indonesia, berjiwa pro integrasi dan anti kekerasan menjunjung tinggi HAM dan Cinta Damai, Berjuang secara politik dari generasi ke generasi demi mewujudkan penyelesaian masalah Timor Timur secara terhormat, adil dan menyeluruh di alam perdamaian dan rekonsiliasi yang diilhami tradisi budaya dan religi Insan Timoris dalam persatuan Webiku Wehali. Landasan Sejarah dan BudayaUNTAS sesungguhnya lahir dari nuansa budaya leluhur tanah yang dilambangkan dalam figur persatuan raja 'MAROMAK OAN'berpusat di Webiku Wehali yang jauh sebelum kedatangan bangsa barat memerintah seluruh pulau timor dan kepulauan sekelilingnya melalui tiga liurai: Wehali (Selatan/Timur), Sonbai (barat), Likusain (utara/timur) . Kerajaan pemersatu Webiku Wehali ini yang memelihara ikatan istimewa dengan kerajaan Majapahit, diruntuhkan pasukan Portugal atas prakarsa Ordo Dominikan pada tahun 1661. UNI TIMOR ASWAIN adalah wadah tunggal yang diberi wewenang untuk mewakili seluruh warga Timor Timur yang setia kepada Bangsa Indonesia, berjiwa anti penjajahan dan anti kekerasan menjunjung tinggi HAM dan Cinta Damai, Berjuang secara politik dari generasi ke generasi demi mewujudkan penyelesaian masalah Timor Timur secara terhormat, adil dan menyeluruh di alam perdamaian dan rekonsiliasi yang diilhami tradisi budaya dan relegi Insan Timoris dalam persatuan Webiku Wehali. Upaya Perdamaian dan RekonsoliasiKelompok Pro-Otonomi telah menunjukan secara nyata keinginan dasarnya untuk mewujudkan perdamaian dan rekonsilasi, yaitu:
Pandangan Dasar Penentuan Nasib SendiriUNTAS memandang bahwa suatu penentuan nasib sendiri yang akan membawa pembebasan sejati ialah yang mampu mengembalikan kemurnian jati diri Webiku Wehali, dalam sinkretisme filosofis timoris, sebagaimana adanya sebelum kedatangan bangsa penjajah. Dengan demikian bagi insan Timoris sejati tidak akan ada pembebasan bila tidak dihilangkan konteks kolonialis yang masih melingkupi alam pikiran penyelesaian PBB dan Triparti. Dalam tanggung jawab sejarah dan moral, pembebasan sejati hanya akan tumbuh dalam keaslian identitas budaya lainnya. UNTAS juga memandang bahwa PBB dan Badan-badan Internasional lainnya sudah teracuni jiwa pemulung dan nafsu kejahatan sempurna telah menguasai nuraninya sehingga siapapun yang tak berdaya pasti akan menjadi korbannya. Kenyataan memang demikian: PBB dan badan-badan Internasional yang seharusnya merasa terhormat mengupayakan penyelesaian bagi masalah Timor Timur secara adil dan jujur, ternyata lebih berinisiatif bertindak semena-mena termasuk merekayasa kepentingan bangsa yang kuat dan menguntungkan, terhadap ketidakberdayaan rakyat yang diurusnya. Penentuan nasib sendiri akhirnya menjadi sebuah sandiwara perekayasaan kepentingan-kepentingan global dari yang kuat, yang pada dasarnya tetap bersifat kolonialis-imperialis, dengan mengabaikan kepentingan rakyat yang sesungguhnya. Suatu contoh konkret ialah bahwa sanjungan terhadap figur Xanana sesungguhnya mempunyai maksud terselubung untuk menggarap legitimasi seorang pimpinan yang didudukan demi kepentingan agar Timor Timur dijadikan pangkalan. Sanjungan tersebut akan nantinya berfungsi sebagai unsur penekanan maut terhadapnya untuk tidak menolak kepentingan itu. UNTAS dapat mensinyalir bahwa peranan semacam itu akan lebih banyak memicu konflik daripada menyelesaikan masalah, namun tampak jiwa pemulung memang menghendaki demikian sebab dengan menimbulkan masalah baru berarti menjamin adanya proyek baru. Dalam kasus Timor Timur konflik yang rumit dan berkepanjangan sudah tertanam dengan terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan jajak pendapat. Tampak sekali dalam kasus ini adanya kepentingan yang bersifat kolonialis-imperialis antara lain:
Pernyataan Sikap DasarBerdasar pada kenyataan inilah UNTAS secara tegas menyatakan sikapnya bahwa:
Kalu mau merdeka atau mau memilih penyelesaian apapun seharusnya ditempuh proses penentuan nasib sendiri yang menurut hukum internasional, harus dilaksanakan secara demokratis, serta dengan kesepakatan dan keikutsertaan bersama semua pihak yang terkait dan berhak ikut serta
Referensi
|