Umair bin WahbUmair bin Wahb bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah al-Jumahi al-Qurasyi al-Kinani (bahasa Arab: عمير بن وهب بن خلف بن وهب بن حذافة الجمحي القرشي الكناني), salah satu sahabat Nabi, adalah salah satu musuh paling keras di masa jahiliah, bahkan dikenal sebagai Setan Quraisy. dan ia memeluk Islam pada tahun kedua hijrah setelah Pertempuran Badar.[1] Dia adalah orang yang sangat cerdas dan tajam penglihatannya. Ketika perang Badar, dia diutus oleh kaum Kafir Quraisy untuk memata-matai pasukan kaum muslimin dan memperkirakan jumlah mereka. Maka Umair pun menyelinap dan mengamati disekeliling perkemahan kaum muslimin, dan memperkirakan jumlah kaum muslimin sekitar 300 orang. Perkiraan yang sangat akurat.[2] Masuk IslamSuatu ketika, Umair bin Wahb sedang berbincang secara rahasia dengan sahabatnya Shafwan Umayyah, membahas kekalahan menyakitkan mereka di Perang Badar melawan kaum Muslimin. Umair bin Wahb kehilangan anaknya yang saat itu ditawan oleh kaum muslimin di Madinah. Sedang Shafwan memendam dendam kesumat dengan kaum muslimin, karena ayahnya tewas di Perang badar. Dia sangat berkeinginan untuk membunuh Muhammad.[2] Umair bin wahb pun demikian, namun dia mengatakan, "Demi Allah, seandainya bukan karena utang yang belum aku bayar, dan keluarga yang aku khawatirkan akan terlantar sepeninggalku, niscaya aku berangkat mencari muhammad untuk membunuhnya". [2] "Aku juga memiliki alasan yang kuat agar bisa mengelabuhinya, yaitu dengan beralasan membicarakan anakku yang ditawan disana". tambah Umair.[2] Shafwan pun tertarik dengan kesempatan besar yang dimiliki sahabatnya, Umair untuk membunuh Muhammad. Ia kemudian berkata pada sahabatnya tersebut, "Biarlah aku yang menanggung hutangmu. Aku lunasi semua hutangmu dan keluargamu hidup bersama keluargaku. Aku akan menjaga mereka seperti menjaga keluargaku." "Bila demikian simpanlah rahasia kita ini". kata Umair [2] Maka Umair pun mempersiapkan perjalanan ke Madinah. Dia asah pedangnya dan membubuhinya dengan racun. Kamudian ia berangkat ke Madinah. Sesampainya di Madinah, ia turun dari kudanya dan menenteng pedangnya siap untuk ditebaskan. Umar bin Khattab yang melihatnya pun langsung tahu bahwa kedatangan Umair tidak ada maksud lain kecuali ingin Membunuh Muhammad. Dia kemudian lapor kepada Muhammad, "Ya Nabi Allah, itu si Umair musuh Allah, ia telah datang siap menghunuskan pedang". Maksud Umar adalah minta izin untuk melawan si Umair. Namun Muhammad tidak mengehendakinya dan berkata, "Suruhlah ia masuk untuk menghadapku". [2] Umar pun menaatinya, dan sebelum itu ia menyuruh para sahabat yang hadir untuk berjaga didekat Muhammad, menghapi segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Setelah dirasa posisi Muhammad aman, Umar membawa Masuk Umair. Umar juga berada didekat umair dan menenteng-nenteng pedangnya, menakut-nakuti Umair agar jangan pernah berfikir untuk bertindak macam-macam. Muhammad dengan lembut berkata, "Biarkanlah ia Wahai Umar, Silahkan wahai Umair". [2] "Selamat pagi", kata Umair. Ini adalah ucapan salam Jahiliyah, Muhammad bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan ucapan kehormatan yang lebih baik dari ucapanmu wahai Umair, Yaitu Ucapan salam yang merupakan penghormatan bagi Ahli Surga" Umair menjawab, "Demi Allah, Aku baru mendengar soal itu". [2] Muhammad kemudian bersabda, "Apa maksud kedatanganmu kesini wahai Umair?". "Kedatanganku kesini sehubungan dengan tawanan yang berada ditanganmu". Jawab Umair berbohong. "Apa maksud pedang yang kau sandang itu", Tanya Muhammad lagi karena belum puas atas jawaban Umair. "Pedang-pedang yang tidak berguna, menurutmu ada manfaatnya pedang bagi kami"? jawab Umair mencoba berkilah. "Berkatalah terus terang wahai Umair, Apa maksud kedatangamu yang sebenarnya?" desak Muhammad[2] "Aku tidak datang selain untuk itu". jawab Umair lagi. Maka Muhammad pun berkata, "Bukankah engkau telah duduk bersama Shafwan bin Umayah diatas batu, lalu engkau berbincang-bincang tentang orang-orang Quraisy yang tewas di Sumur Badar, dan engkau berkata, "Kalau bukan karena utang dan keluargaku, niscaya aku akan pergi membunuh Muhammad. Kemudian Shawan menjamin akan membayar utangmu dan menanggung keluargamu, asal kamu membunuhku, padahal Allah telah menjadi penghalang bagi Maksudmu itu?". [2] Umair pun kaget bukan kepalang. Bagaimana ia tahu, ia sangat yakin tidak ada satu orang pun yang tahu pembicaraan mereka berdua. Hal tersebut akhirnya membuat ia sadar, Bahwa orang yang didepannya ini bukan manusia biasa. Dia adalah benar-benar utusan Allah. Umair kemudian mengikrarkan diri untuk masuk kedalam Islam, "Ashaduallailahailllah, waasyhadu anna muhammadan rosulallah. Perbincangan itu tidak ada yang menghadiri kecuali aku dan Shafwan saja. Demi Allah tidak ada yang memberi kabar kepadamu selain Allah. Puji syukur kepada Allah yang telah menunjukkan aku kepada Islam."[2] Muhammad dan seluruh kaum muslimin pun bergembira, bahkan Umar berkata, "Demi Dzat yang diriku di Tangan-Nya, aku lebih suka melihat babi daripada si Umair pada awal ia muncul dihadapan kami. Tetapi sekarang aku lebih suka kepadanya daripada sebagian anakku sendiri". [2] Setelah beberapa lama, shafwan yang terus menunggu kabar dari Madinah, akhirnya kabar itu tiba. Kabar kematian muhammad yang dinantikan, tetapi ternyata yang datang adalah kabar masuk islamnya sahabatnya Umair bin Wahb. Marah besarlah Shafwan pada sahabatnya tersebut. Namun pada akhirnya, Shafwan bin Umayyah pun masuk kedalam agama Islam ketika peristiwa Fathul Makkah, atas usaha dari sahabat tercintanya, Umair bin Wahb. [2] Perjuangan Untuk Dakwah IslamSetelah masuk Islam, Umair berusaha menebus dosa-dosanya di masa lalu. ia bertekad untuk mengimbangi baktinya untuk ISlam sebagaimana dia dulu memusuhi Islam. Ia mengajak orang masuk Islam sebagaimana ajakannya dulu dalam memusuhi Islam. Ia berkata pada Muhammad, "Wahai Rosulallah dahulu aku berusaha memadamkan cahaya Allah. Sekarang aku ingin agar engkau mengizinkan aku pergi ke Makkah. Aku akan menyeru mereka kepada Allah dan Rosul-Nya, serta kepada Islam. semoga mereka diberi hidayah oleh-Nya."[2] Maka berangkatlah Umair ke Makkah di waktu yang ditentukan. Dia menenteng pedang, untuk melindungi dirinya jika ada orang yang hendak berbuat jahat dalam dakwahnya. Umar berdakwah pada penduduk Makkah selama beberapa pekan, dan membawa mereka yang mau masuk Islam berangkat Hijrah ke Madinah. Kemudian ia balik lagi ke Makkah untuk berdakwah. Ia bawa lagi rombongan yang sudah menerima hidayah Islam Hijrah ke Madinah. Dia pun kembali lagi ke Makkah untuk berdakwah, dan balik ke Madinah membawa rombongan besar kaum muslimin. Hingga datanglah Fathul Makkah, masa pembebasan kota Makkah, yang membuat hampir seluruh penduduk Makkah memeluk Islam. [2] KematianUmair ikut serta dalam Pembebasan Mesir pada tahun 20 H (640 M).[3] Ia meninggal pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.[4] KeluargaUmair menikah dengan Ruqaiqah (Khalidah) binti Kaldah bin Khalaf bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah yang juga berasal dari Bani Jumah dan melahirkan anak-anaknya yang bernama Wahb, Umayyah, dan Ubay.[5] Lihat pulaReferensi
Pranala luar |