Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Tari Pamonte

Tari Pamonte adalah tari tradisional masyarakat Suku Kaili, Sulawesi Tengah yang ditampilkan sebagai penyambutan musim panen.[1] Tari Pamonte diakui secara resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dalam bentuk seni pertunjukan melalui SK No. 1044/P/2020.[2]

Sejarah

Tari Pamonte diciptakan pada tahun 1957 oleh seniman Sulawesi Tengah bernama Hasan M. Bahasyua. Tarian ini mengangkat kebiasaan para gadis Suku Kaili dalam menyambut masa panen. Pada masa itu, sebagian besar masyarakat Kaili bekerja sebagai petani, sehingga panen padi dirayakan bersama oleh masyarakat.[3][4]

Penari

Tari Pamonte ditampilkan oleh remaja perempuan. Pada 1957, jumlah penari tari Pomonte mencapai dua puluh satu orang. Kemudian mengalami penyesuaian hingga menjadi tujuh belas orang. Jumlah penari yang tampil dalam tari Pamonte tidak dibatasi, namun umumnya ganjil, seperti sembilan, tiga belas, tujuh belas, atau dua puluh satu. Dari keseluruhan penari, satu orang berperan sebagai Tadulako (penghulu atau pemimpin tari) yang bertugas memberikan instruksi dan mengatur ritme gerakan para penari lainnya.[3][4]

Busana

Tari Pamonte ditampilkan oleh para penari perempuan yang mengenakan pakaian menyerupai petani. Busana yang digunakan antara lain adalah blus los berlengan panjang (busana pasau) dan rok model lipat berhias renda (buya sambe) atau kain sarung donggala.[3] Selain itu, penari juga mengenakan tudung sebagai penutup kepala dan membawa selendang. Pada versi lawas pertunjukan ini, penari juga membawa properti pelengkap seperti alu untuk menumbuk padi, bakul atau bingga sebagai wadah padi, dan padi. Namun, sekarang yang umum digunakan hanya properti tudung (taro) dan selendang.[4]

Gerak tari

Gerakan dalam tari Pamonte mengikuti alur pertanian mulai dari proses memanen hingga menyimpan hasil panen. Setiap gerakan diberi nama dan memiliki makna tertentu. Gerakan diawali dengan netabe yang berarti penghormatan. Selanjutnya adalah gerakan momonte yang menggambarkan aktivitas memetik padi. Setelah itu, ada gerakan manggeni pae ri sapo dan manggaeni pae ri nonju yang berarti membawa padi ke rumah dan ke lesung. Ada juga gerakan mombayu pae yang menggambarkan kegiatan menumbuk padi, gerakan mosidi yang berarti menapis, serta gerak maggeni ose yang bermakna membawa beras. Gerakan para penari diselaraskan dengan irama musik dan syair yang dinyanyikan.[4]

Iringan musik

Pertunjukan tari Pamonte diiringi oleh alat musik tradisional Sulawesi Tengah seperti ngongi, ganda, seruling (suli), kendang (gimba), serta gong (tawa-tawa). Permainan alat musik juga dipadukan dengan lantunan syair dengan bahasa asli suku Kaili[3] yang dinyanyikan oleh vokalis.[4]

Kegunaan

Pertunjukan tari Pamonte ditampilkan dalam berbagai acara, baik di tingkat lokal maupun nasional. Tarian ini ditampilkan dalam acara penyambutan tamu, pertunjukan seni, hingga festival budaya. Selain berfungsi sebagai hiburan, tari Pamonte juga memuat pesan moral tentang kerja sama, kebersamaan, dan rasa syukur.[4] Tari Pamonte ini juga dikolaborasikan dengan elemen budaya Bali, seperti iringan gamelan Bali dan tari kecak dalam acara budaya lainnya.[1]

Referensi

  1. ^ a b Hariana, Kadek (2019-09-19). "Transit and Transition: Refleksi Multikultural pada Seni Sesaji Canang Sari di Sulawesi Tengah". Seminar Nasional Seni dan Desain 2019. State University of Surabaya: 213–230.
  2. ^ "Tari Pamonte". Pusdatin Kemendikbudristek. Diakses tanggal 2025-06-14.
  3. ^ a b c d Sudirman. (2023). Tarian Pomonte dalam Kehidupan Masyarakat Suku Kaili di Desa Sidole Timur Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal e-Komunikasi, Vol. 10, No. 3, hlm. 418–429.
  4. ^ a b c d e f Welianto, Ari (2021-02-02). "Tari Pamonte, Tari Khas Sulawesi Tengah". Kompas. Diakses tanggal 2025-06-16.
Kembali kehalaman sebelumnya