Spondilolisis
Spondilolisis adalah kondisi defek atau stress fracture pada pars interarticularis lengkung vertebra.[1] Sebagian besar kasus ini terjadi di vertebra lumbar bagian bawah (L5), tetapi juga dapat terjadi di vertebra servikal.[2] Tanda dan gejalaPada sebagian besar kasus, spondylolysis muncul tanpa gejala, yang dapat membuat diagnosis menjadi sulit dan insidental.[3] Bila pasien menunjukkan gejala, ada beberapa tanda dan gejala umum yang dapat dideteksi oleh dokter:
PenyebabPenyebab spondylolysis masih belum diketahui, namun banyak faktor yang diduga berkontribusi terhadap perkembangannya. Kondisi ini terjadi pada hingga 6% populasi, yang mayoritas biasanya muncul tanpa gejala.[7] Penelitian mendukung bahwa ada faktor risiko keturunan dan yang didapat yang dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap kelainan tersebut. Gangguan ini umumnya lebih umum terjadi pada pria daripada wanita dan cenderung terjadi lebih awal pada pria karena keterlibatan mereka dalam aktivitas yang lebih berat pada usia yang lebih muda.[8] Pada atlet muda, tulang belakang masih tumbuh; terdapat banyak pusat osifikasi, yang meninggalkan titik-titik kelemahan pada tulang belakang. Hal ini membuat atlet muda berisiko lebih tinggi, terutama saat terlibat dalam hiperekstensi dan rotasi berulang di sepanjang tulang belakang lumbar.[9] Spondylolysis merupakan penyebab umum nyeri punggung bawah pada atlet praremaja dan remaja, karena mencakup sekitar 50% dari semua nyeri punggung bawah.[7] Dipercayai bahwa trauma berulang dan kelemahan genetik bawaan dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap spondylolysis.[4] Implikasi untuk rehabilitasiSpondylolysis dapat berdampak besar pada karier atlet muda, dan dapat menghambat kemampuan mereka untuk berprestasi di masa mendatang.[10] Penting untuk memahami bagaimana faktor sosial dan psikologis dapat memengaruhi rehabilitasi atlet yang cedera. Frustrasi, kemarahan, kebingungan, ketakutan, dan depresi adalah beberapa faktor psikologis yang dialami atlet yang cedera, oleh karena itu cedera yang melemahkan dapat berdampak besar pada kesejahteraan mental atlet.[11] Faktor-faktor psikologis ini juga dapat memengaruhi pemulihan dan kembali ke olahraga karena rasa takut cedera berulang sering kali mencegah atlet mematuhi rehabilitasi dan kembali ke olahraga mereka dengan intensitas penuh.[10] Faktor sosial juga dapat memengaruhi respons kognitif, perilaku, dan fisik terhadap cedera. Lebih khusus lagi, isolasi sosial dari tim dapat memiliki efek psikologis yang mendalam. Hal ini membuatnya penting untuk memberikan dukungan sosial melalui mendengarkan dengan penuh dukungan, dukungan emosional, bantuan pribadi, dan penyesuaian realitas.[10] Penting juga untuk mendidik atlet tentang proses rehabilitasi sehingga mereka tahu apa yang diharapkan. Misalnya, menjelaskan aktivitas apa yang harus dihindari dan akan menyebabkan rasa sakit serta durasi proses perawatan. Selain itu, penting untuk memilih opsi perawatan yang tepat untuk setiap individu. Untuk metode konservatif, kepatuhan terhadap latihan membutuhkan pasien yang termotivasi karena dapat membosankan dan memakan waktu. Misalnya, satu studi yang mengamati ko-kontraksi perut bagian dalam melaporkan bahwa dibutuhkan waktu selama 4–5 minggu untuk mencapai pola ko-kontraksi ini. Tokoh terkenal yang menderita spondylolysis
Referensi
Pranala luar
|