Sitok Srengenge
Sitok Srengenge (lahir 22 Agustus 1965) yang punya nama asli Sunarto, adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia yang juga mendalami seni teater dan telah menghasilkan banyak karya tulis. Ia dikenal sebagai seorang penyair serta penulis novel dan esai.[1] Karya-karyanya banyak dimuat di media massa Indonesia maupun luar negeri seperti Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Menurut Janet de Neefe,[2] meskipun puisi-puisinya banyak berisi mengenai kondisi umat manusia, fokus utamanya adalah tema cinta. Beberapa karya puisi Sitok juga diaransemen oleh Ubiet menjadi musik puisi yang dinyanyikan oleh Hedi Yunus. Pada bulan November 2013, Sitok dilaporkan ke polisi atas pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia sehingga mengakibatkan kehamilan.[3][4] Pada 6 Oktober 2014, Sitok resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.[5] Kehidupan pribadiSitok mulai mendalami seni peran di teater SMP Negeri Dempet, Demak dan SMA Negeri 1 Semarang. Setelah lulus SMA pada tahun 1985, ia pergi ke Jakarta. Di Jakarta, ia menuju Taman Ismail Marzuki (TIM) untuk mencari informasi tentang Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang ternyata mahal untuk kemampuannya. Akhirnya ia harus magang di grup teater pimpinan Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Teguh Karya dan W.S. Rendra.[1] Setelah setahun ikut W.S. Rendra, Sitok mendapat beasiswa dari Bengkel Teater Rendra. Ia mendapatkan beasiswa sampai kuliah selesai di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Negeri Jakarta. Pada sore harinya, Sitok ikut kursus filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.[1] Sitok Srengenge juga terdaftar sebagai alumni International Writing Program University of Iowa, Amerika Serikat dan International Writing Program Hong Kong Baptist University.[1] Aktivitas![]() Sitok Srengenge telah mengikuti berbagai festival sastra internasional.[1] Ia memperoleh dukungan dari Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat untuk partisipasinya di IWP.[6] Semenjak tahun 1997, Sitok telah berpartisipasi dalam berbagai even di Eropa, diantaranya Rotterdam International Poetry Reading dan Winternachten Festival di Belanda, the Poetry Society di Inggris, dan Melbourne's Next Wave Festival di Australia.[7] Karya-karya Sitok telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.[1] Karyanya yang berjudul Secrets Need Words diterbitkan pada tahun 2001 (editor Harry Aveling) oleh the Ohio University Press. Selain itu, juga ada beberapa karya dalam bahasa Inggris lain seperti the Nonsens Poetry anthology dan berbagai puisi serta antologi fiksi pendek lainnya di Indonesia.[6] Namun, karena kesulitan dalam penerjemahan, beberapa karyanya yang ditranslasikan mengalami penurunan kualitas sastra. Misalnya pada “Kidung Kabung Sekubang Kedung” yang dialihbahasakan menjadi “Requiem for a Lake”, penerjemahnya yang bernama Amal mengaku gagal dalam mempertahankan rima serta rasa yang ditimbulkan dari karya yang asli. Selain itu, bahasa Inggris memiliki tenses yang membedakan waktu kejadian suatu peristiwa (masa lampau, sekarang, atau masa depan) yang menambah kerumitan dalam penerjemahan.[2] Selain aktif bermain teater, Sitok juga pernah menjadi pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).[1] Ia menjadi guru literatur pada Eksotika Karmawiggangga dan editor Jurnal Kultur Kalam.[6] Sitok juga merupakan pendiri serta pengelola Penerbitan Katakita.[8] Beberapa komunitas yang ikut didirikan atau diikuti oleh Sitok Srengenge:[1] antara lain: Gorong-gorong Budaya, Teater Matahari, Komunitas Utan Kayu sebagai kurator teater,[6] dan Komunitas Salihara sebagai kurator bidang teater, tetapi pada tanggal 3 Desember 2013 Sitok Srengenge mengundurkan diri dari Salihara.[8] Kasus pemerkosaanPada bulan November 2013, Sitok dilaporkan ke polisi atas pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia sehingga mengakibatkan kehamilan.[3][4] Namun, keluarga Sitok sendiri menyangkal tuduhan perkosaan, melainkan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.[9] Pada beberapa waktu kemudian, seorang mahasiswi berusia 22 tahun dari Bandung juga mengungkapkan pengalamannya sebagai korban percobaan pelecehan seksual oleh penyair Sitok Srengenge. Pengakuan korban bermula saat ia menghadiri peluncuran buku Sitok di Jakarta pada Desember 2012. Setelah berkenalan, keduanya berbicara mengenai proyek sastra. Percakapan tersebut kemudian berujung pada ajakan Sitok agar korban datang ke kamar kosnya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.[10] Dalam pengakuannya—yang disampaikan melalui pendampingnya, Sarasdewi (dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia)—korban mengaku dirayu dan diberi minuman keras secara paksa. Ketika menyadari situasi mulai tidak aman, ia berupaya pergi, namun Sitok menghalanginya dengan cara manipulatif dan tekanan verbal. Meskipun tidak mengalami kekerasan fisik secara langsung, korban merasa dimanipulasi dan dipaksa secara psikologis untuk tetap berada di tempat tersebut. Korban berhasil melarikan diri dari situasi tersebut, meski sebelumnya sempat dilecehkan secara seksual. Usai kejadian, ia mengalami trauma yang mendalam. Sarasdewi menyatakan bahwa korban sangat kesulitan menceritakan kembali kejadian tersebut, menunjukkan dampak psikologis yang serius. Saat melapor kepada Sarasdewi, kondisi mental korban masih terguncang dan belum stabil. Pada 6 Oktober 2014, Sitok resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Hal tersebut didasarkan pada pemeriksaan 11 saksi, termasuk saksi ahli. Polisi memerlukan keterangan dari beberapa saksi ahli untuk menguji pasal yang dikenakan. Saksi ahli yang diperiksa terdiri atas kriminolog, ahli hukum pidana, psikolog, psikiater, dan juga ahli antropologi.[5][11] KaryaAntologi puisi
Novel
Esai
Teater
Komposisi musik dan laguPuisi-puisi Sitok Srengenge yang digubah menjadi komposisi musik dan lagu dalam berbagai genre, di antaranya adalah:[1]
Penghargaan
Referensi
Pranala luar![]() Wikimedia Commons memiliki media mengenai Sitok Srengenge. |