Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Samarra

Infotaula de geografia políticaSamarra
situs arkeologi
kota besar Edit nilai pada Wikidata
سامراء (ar) Edit nilai pada Wikidata

Tempat
PetaKoordinat: 34°11′45.240″N 43°53′8.448″E / 34.19590000°N 43.88568000°E / 34.19590000; 43.88568000 
Negara berdaulatIrak
Daftar kegubernuran di IrakKegubernuran Salah ad Din Edit nilai pada Wikidata
Ibu kota dari
NegaraIrak Edit nilai pada Wikidata
Penduduk
Keseluruhan140.400 Edit nilai pada Wikidata (2015 Edit nilai pada Wikidata)
Geografi
Luas wilayah150,58 km² Edit nilai pada Wikidata[convert: unit tak dikenal]
Ketinggian80 m Edit nilai pada Wikidata
Sejarah
Kejadian penting
Informasi tambahan
Kode pos34010 Edit nilai pada Wikidata

Samarra (bahasa Arab: سامراء) adalah sebuah kota yang dibangun di tepi sungai Tigris, Irak. Pembangunan kota Samarra dengan permukiman tetap dimulai sejak tahun 221 H atau 836 M oleh Kekhalifahan Abbasiyah. Samarra pernah menjadi kantor pusat militer Kekhalifahan Abbasiyah selama masa pemerintahan Khalifah Al-Mu'tashim dan sebagai ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah selama masa pemerintahan Khalifah Al-Watsiq. Pada abad ke-9 Masehi, Samarra merupakan sentra produksi gelas di kawasan Irak. Salah satu bangunan bersejarah di Samarra ialah Masjid Agung Samarra.

Sejarah

Samarra terletak 125 km di sebelah utara Bagdad

Samarra merupakan salah satu kota dengan permukiman tertua di dunia. Artefak-artefak yang ditemukan di bawah tanah Samarra diperkirakan dibuat pada 6000 SM.[1] Pada abad ke-8 M, Samarra menjadi salah satu permukiman tetap yang terletak di jalur penghubung Kota Bagdad.[2] Lokasi Samarra berada di tepi sungai Tigris dengan jarak sekitar 125 km dari Bagdad.[3] Nama Samarra berasal dari frasa bahasa Arab yaitu Surra Man Ra'a atau Saamraah. Frasa bahasa Arab yaitu Surra Man Ra'a berarti orang yang melihatnya menjadi senang. Sedangkan dalam bahasa Persia, frasa Saamraah berarti jalan Saam.[4]

Samarra mulai dibangun sebagai sebuah kota pada tahun 221 H atau 836 M dalam wilayah kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah.[5] Pembangunan Samarra Abbasiyah dimulai pada masa pemerintahan Al-Mu'tashim selaku khalifah.[5] Al-Mu'tashim memiliki garis keturunan orang Turki dari jalur ibunya.[6] Al-Mu'tashim membangun Kota Samarra sebagai pusat permukiman bagi Al-Mawali Turki yang mulai mendominasi jabatan pemerintahan di Kekhalifahan Abbasiyah. Tujuannya untuk menghindari konflik antara bangsa Arab dan Al-Mawali Turki akibat kecemburuan sosial dan kebencian yang timbul setelah Al-Mu'tashim melakukan perekrutan massal terhadap Al-Mawali Turki dalam pemerintahannya.[7]

Dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah, sebagian besar wilayah Samarra Abbasiyah telah menjadi reruntuhan dan hanya menyisakan sebagian kecil saja sebagai Kota Samarra modern.[4] Di Irak, Kota Samarra terletak di bagian tengah negara.[1]

Fungsi

Fungsi pemerintahan

Ketika Dinasti Abbasiyah mulai dikelola oleh Al-Mawali Turki, Kota Samarra menjadi salah satu pusat kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah selain Bagdad.[8] Pada masa Khalifah Al-Mu'tashim, Kota Samarra dijadikan sebagai kantor pusat militer Kekhalifahan Abbasiyah.[9] Jumlah prajurit yang bermukim di Kota Samarra pada masa Khalifah Al-Mu'tashim sebanyak 250.000 orang.[10]

Setelah Al-Watsiq menjadi khalifah menggantikan Al-Mu'tashim, ia berusaha menghilangkan pengaruh dari wazir-wazir keturunan Turki. Al-Watsiq menjadikan Samarra sebagai ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah menggantikan Bagdad. Namun khalifah-khalifah berikutnya tetap dikendalikan oleh wazir-wazir keturunan Turki. Kota Samarra tidak lagi menjadi ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah setelah Khalifah Al-Mu`tadhid (870-892 M) menetapkan kembali Bagdad sebagai ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah.[11]

Fungsi keagamaan

Kota Samarra menjadi salah satu kote penting bagi para penganut Syiah yang mengutamakan rasionalitas dalam beragama.[12] Dalam ajaran Syiah, diyakini bahwa Imam Mahdi dilahirkan pada tahun 255 H atau 256 H. Imam Mahdi diyakini masih hidup dan sedang bersembunyi di suatu tempat. Salah satu tempat persembunyian Imam Mahdi yang diyakini oleh penganut Syiah yaitu sebuah ruang bawah tanah yang terletak di Samarra. Ruang bawah tanah ini diyakini terletak di dalam rumah dari ayah Imam Mahdi.[13]

Perekonomian

Pada abad ke-9 M, Samarra merupakan salah satu sentra produksi gelas di wilayah Irak. Kualitas gelas buatan pengrajin Kota Samarra sangat tinggi dan peninggalannya masih dapat ditemukan pada beberapa museum di dunia.[14]

Bangunan bersejarah

Masjid Agung Samarra

Masjid Agung Samarra mulai dibangun sekitar tahun tahun 833 M dan selesai pada tahun 842 M.[6] Bentuk Masjid Agung Samarra menyerupai benteng pertahanan karena tidak memiiki simbol apapun yang menandakannya sebagai masjid.[6] Namun arsitektur Islam ditemukan pada menara Masjid Agung Samarra yang berbentuk pilin. Secara simbolik, bentuknya bermakna perjalanan jiwa menuju ke Tuhan.[15] Masjid Agung Samarra telah ditetapkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 2007.[16]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Jones, Paul Anthony (2020). Around the World in 80 Words: A Journey Through the English Language. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-682-82-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ Indra 2021, hlm. 141.
  3. ^ Ulung, G., dan Rona, D. (2014). Rona, D., dan Hardiman, I. (ed.). Jejak kuliner Arab di Pulau Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 61–62. ISBN 978-602-03-0336-9. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  4. ^ a b Muhammad (2012). Tim Pustaka Al-Kautsar (ed.). Rihlah Ibnu Bathuthah. Diterjemahkan oleh Anasy, M. M., dan Fath, K. Jakarta Timur: Pustaka Al Kautsar. hlm. 256. ISBN 978-979-592-583-5. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  5. ^ a b Usmani, Ahmad Rofi' (Juni 2015). Jejak-jejak Islam: Kamus Sejarah dan Peradaban Islam dari Masa ke Masa. Yogyakarta: Penerbit Bunyan. hlm. 3. ISBN 978-602-7888-79-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  6. ^ a b c Indra 2021, hlm. 136.
  7. ^ Maharsi, dkk. 2022, hlm. 41.
  8. ^ Maharsi, dkk. 2022, hlm. 36.
  9. ^ Zohdi, Ahmad (2018). Fahrurrozi (ed.). Sejarah Peradaban Islam: Islam, Sains, dan Peradaban (PDF). Mataram: Penerbit Sanabil. hlm. 94. ISBN 978-602-6223-79-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  10. ^ Nasution, Syamruddin (Juli 2017). Sejarah Perkembangan Peradaban Islam (PDF). Pekanbaru: Asa Riau. hlm. 245. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  11. ^ Soleh, Achmad Khudori (September 2010). Esha, Muhammad In’am (ed.). Integrasi Agama dan Filsafat: Pemikiran Epistemologi al-Farabi (PDF). Malang: UIN-Maliki Press. hlm. 21. ISBN 978-602-958-307-6. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  12. ^ Mansyur, Zaenudin (Desember 2020). Hidayatullah, Muhammad Dimas (ed.). Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah tentang Anak sebagai Subjek Hukum (PDF). Mataram: Sanabil. hlm. 40. ISBN 978-623-317-077-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  13. ^ Chandra, H., dkk. (2021). Nuraini (ed.). Pengaruh Politik Sunni dan Syi'ah terhadap Perkembangan Ilmu Hadis (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 50. ISBN 978-623-231-937-0. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  14. ^ Al-azizi, Abdul Syukur (2018). Arifin, Yanuar (ed.). Untold Islamic History. Yogyakarta: Laksana. hlm. 246. ISBN 978-602-407-309-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  15. ^ Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (1987). Diskusi Ilmiah Arkeologi II: Estetika dalam Arkeologi Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. hlm. 89. ISBN 979-8041-11-9. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  16. ^ Indra 2021, hlm. 137.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya