Rakai Panaraban
Rakai Panaraban adalah Raja Medang ketiga yang memerintah sekitar tahun 784 - 803. Namanya dikenal dalam Prasasti Wanua Tengah III dan Naskah Carita Parahyangan dengan sebutan Rakai Panaraban serta Rakeyan Panaraban.[1] Nama tersebut dianggap identik dengan tokoh Rakai Panunggalan yang termuat dalam Prasasti Mantyasih.[1] Interpretasi Para AhliRakai Panaraban Adalah SamaratunggaJ. Sundberg dalam penelitiannya cenderung mengidentifikasi Rakai Panaraban (r. 784 - 803) dengan Samaratungga/Samaragrawira. Hal ini merujuk pada Prasasti Abhayagiriwihara (792 M) yang memuat nama Dharmmottunggadewa (beberapa ahli seperti De Casparis mengoreksinya menjadi Samaratunggadewa).[2][3]Prasasti ini jatuh pada masa pemerintahan Rakai Panaraban (r. 784 - 803), selain itu ditemukan pula lempengan emas pada gerbang Situs Ratu Boko yang bertuliskan "Om Taki Hum Jah Svaha Panarabwan Khanipas," yang berarti, "Panarabwan yang menyimpan." Dalam prasasti Nalanda, Samaragrawira adalah putra seorang Raja Jawa (Yawabhumipalah) yang kiranya adalah Sri Sanggrama Dhananjaya Kariyana Panangkarana (r. 746 - 784). Ia menikah dengan Dewi Tara, putri seorang penguasa besar dari dinasti Soma (kemungkinan besar adalah Maharaja Sriwijaya), Dharmasetu (r. 775?), dari pernikahan itu ia dikaruniai seorang putra bernama Balaputradewa yang kelak menjadi Maharaja Sriwijaya. Di sisi yang lain terdapat Prasasti Kayumwungan (824 M), yang memuat seorang raja bernama Samaratungga yang membangun/melanjutkan pembangunan sebuah kuil Jinalaya, dan diresmikan oleh putrinya, Pramodawardhani. J. Sundberg menyimpulkan bahwa pendahulunya, yaitu Rakai Panangkaran (r. 746 - 784) tak lain adalah raja Wangsa Sailendra yang dipuji sebagai Pembunuh musuh-musuh yang sombong, dan penerusnya yaitu Rakai Panaraban, adalah Samaragrawira/Samaratungga (r. 784 - 803), yang telah wafat pada tahun 803 M. Akan tetapi dugaan ini bersifat tafsir, dan membutuhkan bukti pendukung yang lebih kuat.[4] Kutipan
|