Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Prasasti Paradah

Prasasti Paraḍaḥ
Prasasti Paradah I (a) dan I (b) berasal dari wilayah Kediri bagian Timur
Bahan bakuBatu Andesit
Sistem penulisanAksara Jawa Kuno
Dibuat856 Śaka atau 934 Masehi masa kerajaan Medang
DitemukanDesa Siman, Kepung, Kediri, Jawa Timur
Lokasi sekarangIn Situ

Prasasti Paradah atau dikenal juga prasasti Siman adalah dua buah prasasti batu dari masa kerajaan Medang yang disebut prasasti Paradah I (a) dan I (b). Ditemukan di Desa Siman, Kepung, Kediri, Jawa Timur berada di punggung Gunung Kelud. Di dekat penemuan prasasti tersebut ditemukan pula prasasti Harinjing yang kini tersimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.[1]

Isi prasasti

Prasasti Paradah I dituliskan pada dua buah batu yang ditempatkan berdampingan. Prasasti ini merupakan satu dari dua kasus prasasti yang teksnya ditata pada dua buah batu, kasus lainnya adalah Prasasti Trailokyapuri III. Di kalangan masyarakat umum, dua buah prasasti batu ini sering dianggap sebagai Prasasti Paradah I dan II. Faktanya, meskipun ditemukan di area yang sama, Prasasti Paradah II yang berangka tahun 865 Śaka atau 943 Masehi, dilaporkan sudah hancur berkeping-keping sejak zaman kolonial dan belum diketahui lagi keberadaannya sekarang.

Kondisi prasasti cukup baik dan terawat karena aksaranya masih terlihat jelas. Isinya menyebutkan tahun pembuatan, yaitu 856 Saka atau 934 Masehi. Oleh Sri Maharaja Rakai Hino Dyah Sindok Sri Isanawikrama Dharmottungadewawijaya atau Mpu Sindok raja kerajaan Medang Periode Jawa Timur sekitar tahun 929–947 masa pemerintahan Mpu Sindok masih terpaut jauh dari masa kerajaan Kadiri, sehingga prasasti Paradah tercatat sebagai prasasti sejarah masa pra-Kadiri. Meskipun demikian, nama Kadiri telah lebih dahulu dikenal dalam prasasti Harinjing pada tahun 726 Saka atau 804 yang berasal dari masa pemerintahan Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodhong raja Medang periode Jawa Tengah, pada prasasti Paraḍaḥ I (934 M) terdapat kalimat:

"...kita prasiddha maŋrakṣa kaḍatwan rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi matarām i watugaluh..."

Terjemahan inskripsi: (wahai sekalian] engkau (yang mulia), yang melindungi kedaton leluhurmu di Medang, di bumi Mataram yang terletak di Watugaluh...") (Brandes, 1913: 100).

Frasa ini mengungkapkan nama kerajaan. Ini menunjukkan bahwa nama Mdang sudah digunakan pada periode Jawa Tengah sebelumnya. Ungkapan mḍaŋ i bhūmi mātaram berarti Medang di tanah Mataram, yang berarti Medang adalah nama kedatuan dengan pusatnya di tanah Mataram. Makna kita prasiddha di sini plural, sehingga rahyaŋta boleh jadi merujuk kepada para leluhur yang meninggal di Mataram.[2]

Di dalam prasasti Paradah disebutkan tentang anugerah status sima di Desa Paradah, wilayah atau Watak Paradah. Nama Paradah ini masih terabadikan sebagai salah satu nama Dusun di Desa Siman yang bernama Dusun Bogorpradah. Isi prasasti adalah perintah agar tanah sawah yang terletak di sebelah utara sungai di Desa Paradah dijadikan sima atas bangunan suci untuk Hyang Dharmmakamulan. Hyang Dharmmakamulan sendiri bisa diartikan sebagai leluhur yang telah mangkat.

Alih Aksara

Alih aksara dalam Prasasti Paradah 1 (b) ini termuat di OJO XLVIII. Berikut alih aksara dari 8 baris awal Prasasti Paradah batu ke 2 :

1 ~ Swasti cakawarsatita 865 crawana masa tithi pancami cuklapaksa,pa, ka

2 ~ So wara ksatra

3 ~ Raja Rakai Hino Pu Sindok Cri Icana Wikrama Dharmotunggadewa tinadah Rakriyan mapinghai i halu pu sahasra umingso

4 ~ R i Rakai Kanuruhan pu kumonakan ikanang lmah sawah i paradahi tutuganing tandai paradah

5 ~ Hyang dharmma kamulan winli deng sang slak mas ka 2 rikanang rama i paradah sapasuk wanua kabeh muang ikanang lmah gaga warukwaruk i tagi watak para

6 ~ Wan imah kanayakan tan kakatihan halu para ko ka nan tan palu angi draby haji panggu han i tagi ukurnya tampah 6 winli de

7 ~ Mas ka 1 su 10 i tagi sapasuk wanua kabeh siman susukan de sang sluknya ikanang sawah winli sinduk i paradah

8 ~ Ka arpanakna i sang hyang dhar(mma)kamulan i punya sang sluk i paradah lorning luah paknanya punpunana sang hyang dharmma kamulan umyarpaga A

Interpretasi

Berdasarkan alih bahasa tersebut di ketahui bahwa, Prasasti Paradah 1 berasal dari tahun 856 Saka atau 934 Masehi. Prasasti ini berisi tentang Maharaja Rakai Hino Pu Sindok yang diterima oleh Rakryan Mapinghe i Halu Pu Saharsa, kemudian diturunkan pada Rakai Kanuruhan Pu Da. Maharaja Mpu Sindok memerintahkan agar tanah sawah yang terletak di sebelah utara sungai di desa Paradah, yang telah dibeli oleh Sang Sluk dari Rama di Paradah, dijadikan sima sebagai bangunan suci untuk Hyang Dharmmakamulan.

Referensi

https://berita.kedirikab.go.id/pemugaran-cungkup-peneduh-situs-prasasti-paradah

Lihat pula


Kembali kehalaman sebelumnya