Artikel atau bagian ini sedang dalam perubahan besar untuk sementara waktu. Untuk menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan pada halaman ini selama pesan ini ditampilkan.
Halaman ini terakhir disunting pada 05.22, 7 Agustus 2025 (UTC) (23 hari lalu) – (hapus singgahan). Pesan ini dapat dihapus jika halaman ini sudah tidak disunting dalam beberapa jam. Jika Anda adalah penyunting yang menambahkan templat ini, harap diingat untuk menghapusnya setelah selesai atau menggantikannya dengan {{Akan dikerjakan}} di antara masa-masa menyunting Anda.
Kabel listrik dan telekomunikasi di pinggir Jalan Perniagaan Raya, Jakarta Barat, yang semrawut merupakan salah satu jenis polusi visual
Polusi visual atau pencemaran visual (dalam bahasa inggris: Visual pollution) merupakan suatu permasalahan lingkungan dan sosial yang signifikan yang ditandai oleh elemen visual yang mengganggu estetika dan tidak menarik di lingkungan sekitar, yang menyebabkan kerugian bagi penglihatan dan kesehatan makhluk hidup.[1] Meskipun polusi visual bisa disebabkan oleh sumber alami (misalnya kebakaran hutan), penyebab utamanya tetap berasal dari aktivitas manusia.[2] Pencemaran ini sering terjadi di wilayah perkotaan padat penduduk.[3]
Jenis-jenis polusi visual
Polusi Reklame dan Iklan
A. Papan reklame berlebihan
Papan reklame yang berlebihan dari sisi ukuran, warna, desain, dan jumlah.[4] Biasanya polusi jenis ini sering terjadi pada saat musim pemilu, perayaan hari-hari besar (diskon, promosi).[5][6][7]
Salah satu jenis polusi visual dalam bentuk papan reklame berlebihan
B. Spanduk atau baliho liar
Pemasangan spanduk atau baliho yang tidak teratur, menutupi bangunan, atau dipasang di lokasi yang tidak semestinya.[8] Contoh kasus, Sebanyak kurang lebih 1.890 spanduk, baliho hingga banner yang bertebaran liar di jalan perkotaan Sukabumi ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Sukabumi.[9]
C. Videotron yang menyilaukan
Papan iklan video LED yang menyilaukan dapat mengganggu para pengendara saat berkendara di jalan.[10]
Polusi Infrastruktur dan Kabel
A. Kabel listrik dan telekomunikasi semrawut
Jaringan kabel yang terpasang atau tergeletak tidak teratur, kusut, dan tidak rapi, seringkali terlihat menjuntai di udara atau berserakan di jalan. di tiang-tiang listrik, internet, telepon, terutama di area padat penduduk.[11] Ini tidak hanya tidak sedap dipandang tapi juga berbahaya.[12] Seperti di DKI Jakarta, di beberapa wilayahnya masih banyak kabel yang semrawut.[13]
B. Tiang dan menara yang tidak estetik
Tiang listrik, tiang lampu, menara BTS, atau struktur transmisi yang didesain tanpa mempertimbangkan estetika lingkungan sekitar dan merusak pemandangan sekitarnya.[14][15] Contoh kasus, di Cikini, Jakarta Pusat banyak tiang yang miring yang mengganggu estetika kota dan dapat membahayakan sekitarnya.[16][17]
C. Jalan dan fasilitas umum yang rusak dan terbengkalai
Jalan yang berlubang, trotoar yang pecah-pecah, bangku taman yang rusak, halte bus yang kotor, atau fasilitas umum lainnya yang tidak terawat. Seperti di Kulon Progo, Yogyakarta sekitar 25 fasilitas umum rusak.[18]
Sampah di simpang Jalan Gabus dan Jalan Tuanku Tambusai, Pekanbaru, Riau. yang merupakan salah satu contoh dari polusi visual
Sampah yang menumpuk menjadi masalah visual, kebersihan, dan kesehatan.[19] Salah satu contohnya, Di TPST Bantar Gebang dan TPA Cipayung kapasitas penampungan sampahnya tidak cukup sehingga terjadi penumpukkan sampah.[20][21]
Pencemaran limbah tidak hanya merusak dan membahayakan lingkungan. Tetapi, membuat lingkungan sekitar tidak enak dilihat.[22] Pencemaran ini terjadi di Sungai Citeureup, Bogor, Aliran sungai tersebut berubah warna menjadi warna oranye.[23]
Kawasan permukiman kumuh yang terletak di pinggiran sungai Ciliwung, yang merupakan salah satu bentuk dari polusi visual[24][25]
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2011 pasal 1 ayat (13) tentang Perumahan dan Permukiman, Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.[26] Bangunan kumuh sering mengganggu pemandangan, keindahan, kenyaman, kebersihan di perkotaan.[27] Di Jakarta memiliki permukiman kumuh yang tersebar ke 445 RW,[28] Permukiman kumuh tersebut rata-rata berada di pinggir sungai, kolong jalan tol layang, jalan gang sempit, pinggir rel kereta.[29][30][31]
B. Bangunan atau struktur yang tidak serasi, tidak nyambung, jelek, buruk
Bangunan yang tidak sesuai dengan sekitarnya, struktur yang buruk, desain bangunan yang jelek.[32][33][34] Seperti rumah tua di tengah-tengah apartemen di Jakarta Pusat.[35] "Rumah paku" di tengah-tengah jalan tol di China.[36] Kawasan padat penduduk di Jakarta.[37] Patung gajah di Gresik, Jawa Timur.[38] Tugu pesut Samarinda, Kalimantan Timur.[39] Patung penyu di Sukabumi, Jawa Barat.[40]
C. Bangunan atau struktur yang mangkrak, tak layak, rusak, terbengkalai
Bangunan mangkrak adalah bangunan atau struktur arsitektur lain seperti jembatan, jalan, atau menara yang mana proses konstruksinya berhenti di tengah jalan, atau tidak digunakan setelah selesai dibangun.[41]Jakarta Monorail, Menara Saidah, Kompleks Olahraga Hambalang, Rusunami Sumber Arta, Bekasi, Kampung Gajah, Kabupaten Bandung Barat, yang merupakan contoh dari polusi visual.[42][43][44][45][46]
Vandalisme "coret-coretan" di dinding tembok menjadi salah satu bentuk dari polusi visual
Vandalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah "perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni serta barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya)" atau "perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas".[47]
Secara umum, tindakan vandalisme yang sering terjadi berbentuk aktivitas mencoret-coret dinding, papan, serta menempelkan brosur atau pamflet pada fasilitas umum. Vandalisme tidak hanya terbatas pada coretan atau tempelan di fasilitas umum, tetapi juga mencakup pada perusakan tumbuhan, terumbu karang, atau bangunan bersejarah. Namun, tindakan mencoret-coret adalah bentuk vandalisme yang paling umum.[48]
Polusi Tanpa Tata Ruang yang Baik
Area Komersial yang Kacau
Penataan toko-toko, kios, atau warung yang tidak teratur, saling menumpuk, dan tanpa desain yang kohesif.
Parkir Sembarangan
Kendaraan yang diparkir di tempat yang tidak semestinya, menghalangi pemandangan atau menciptakan kesan semrawut.
Kurangnya Ruang Hijau
Minimnya area hijau atau taman di perkotaan yang seharusnya bisa menjadi penyeimbang visual dari elemen-elemen buatan manusia.
Hostile architecture
Penyebab
Dampak-dampak
Penilaian
Menganalisis atau mengukur tingkat polusi visual di suatu tempat itu disebut penilaian polusi visual (VPA). Selama beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan metode untuk menilai polusi visual di tengah masyarakat memang meningkat.[49]
Baru-baru ini, sebuah alat baru telah diperkenalkan untuk mengukur polusi visual. Alat ini bisa dipakai untuk mengukur keberadaan berbagai objek polusi visual (VPO) dan tingkat polusi visual yang dihasilkan. Analisis mendalam tentang polusi visual, konteksnya, studi kasus, serta analisis menggunakan alat tersebut dibahas dalam buku "Visual Pollution: Concepts, Practices and Management Framework" karya Nawaz et al.[50][51]