Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Pertempuran Anbar

Lokasi Pertempuran Anbar.

Pertempuran Anbar (Arab: معركة الأنبار) atau Pertempuran Al-Anbar adalah pertempuran antara tentara Arab Muslim Khalifah Rasyidin pada masa Khalifah Abu Bakar, di bawah komando Khalid bin al-Walid dan Kekaisaran Sassaniyah Persia pada akhir Juni 633 M atau Rabiul Akhir 12 H.[1] Pertempuran itu terjadi di Anbar yang terletak sekitar 80 mil dari kota kuno Babilonia, setelah Pertempuran Ain al-Tamur. Khalid mengepung pasukan Persia Sassaniyah di benteng kota, yang memiliki tembok yang kuat. Puluhan pemanah Muslim digunakan dalam pengepungan tersebut. Gubernur Persia, Shirzad, akhirnya menyerah dan diizinkan untuk mundur.[2] Pertempuran Al-Anbar sering dikenang sebagai "Aksi Mata" karena pemanah Muslim yang digunakan dalam pertempuran itu diperintahkan untuk membidik "mata" garnisun Persia.

Saat pertempuran 1.000 panah pasukan muslim meluncur ke arah pasukan persia di atas pagar benteng. Lalu setelah 1.000 pemanah bagian depan, selanjutnya giliran 1.000 pemanah di barisan kedua melepaskan anak panahnya. Lebih seratus pasukan Sheerzad kehilangan penglihatan matanya akibat terjangan panah Muslimin, sehingga disebut juga Dzatul Uyun.[3] Melihat  pasukan Khalid semakin di atas angin, Sheerzad mengirim utusan untuk perdamaian dengan syarat, namun ditolak Khalid yang menginginkan musuh menyerah tanpa syarat. Perang terus berlanjut, Khalid mencoba taktik memanjat benteng dengan membuat jembatan parit dari unta-unta yang disembelihnya[3] dan tangga dinding benteng. Saat pasukan Muslimin berupaya menyeberangi parit, pintu benteng terbuka yang diikuti keluarnya beberapa pasukan Persia yang berniat melakukan serangan balik. Upaya mereka gagal sehingga terpukul kembali di dalam benteng dan buru-buru menutup gerbang benteng kembali.[2]

Sheerzad mengirim utusan kedua kalinya untuk meminta kesepakatan damai karena ia melihat sudah tidak ada harapan melawan muslimin. Khalid menerima dengan syarat pasukan Persia pergi meninggalkan Anbar sehingga tersisa penduduk Arab asli. Maka menyerahlah Sheerzad dan pergi menyelamatkan diri bersama pasukannya ke Ctesiphon (Madain).[1] Hal ini dimanfaatkan oleh prajurit Arab Khalid untuk belajar tulis menulis Arab dengan penduduk setempat selama sebulan. Selanjutnya pasukan Khalid menuju Pertempuran Muzayyah.

Referensi

  1. ^ a b Grania, Abu Fatah (2008). Panglima Surga. Jakarta: Cicero Publishing. ISBN 9789791751285
  2. ^ a b A.I. Akram, The Sword of Allah: Khalid bin al-Waleed, His Life and Campaigns, Nat. Publishing. House, Rawalpindi (1970) ISBN 0-7101-0104-X
  3. ^ a b Katsir, Ibnu (2012). Terjemah Al Bidayah wa an-Nihayah. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-044-5
Kembali kehalaman sebelumnya