Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Pasal karet

Pasal karet adalah sebutan dari sebuah pasal atau undang-undang yang dianggap tak memiliki tolok ukur yang jelas.[1] Di Indonesia, pasal-pasal berlaku yang dianggap sebagai pasal karet meliputi pencemaran nama baik, penistaan agama, undang-undang lalu lintas[2] dan UU ITE,[3] sementara rancangan undang-undang yang dianggap sebagai pasal karet meliputi pasal santet, penghinaan terhadap presiden,[3] Perppu Ormas,[4] dan RUU Permusikan.[5]

Sejarah

Pasal karet sendiri sudah ada sejak zaman Hindia Belanda yang memuat Buku II Kejahatan Bab II tentang Kejahatan-kejahatan terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden dan merupakan adaptasi dari peraturan pemerintah Belanda yang melarang warganya mencemooh Ratu Belanda.[3] Dalam bahasa Belanda, pasal penghinaan tersebut disebut sebagai haatzaai artikelen (ujaran kebencian).[6] Meskipun demikian, pasal itu sendiri sudah dihapuskan sejak 4 Desember 2006 oleh Mahkamah Konstitusi.[3]

Referensi

  1. ^ "pasal karet". Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses tanggal 2025-05-11.
  2. ^ Rahadian, Lalu (2018-03-03). "Pasal Karet di Larangan Dengar Musik dan Merokok Saat Berkendara". tirto.id. Diakses tanggal 2025-05-11.
  3. ^ a b c d Adam, Aulia (2016-11-21). "Bahaya Laten Pasal Karet". tirto.id. Diakses tanggal 2025-05-11.
  4. ^ "PAN Sebut Banyak Pasal Karet di Perppu Ormas". KOMPAS.com. 2017-10-04. Diakses tanggal 2025-05-11.
  5. ^ Persada, Syailendra (2019-02-04). "Empat Poin Kritik RUU Permusikan dari Koalisi Nasional". Tempo. Diakses tanggal 2025-05-11.
  6. ^ "Pakar: Pasal Karet Seharusnya Tak Diperlukan Lagi". Beritasatu. Diarsipkan dari asli tanggal 12-12-2017. Diakses tanggal 2025-05-11. ;
Kembali kehalaman sebelumnya